Mengenal Kembali ITB (Bagian 2)

ITB yang Dulu Bukanlah yang Sekarang

Tulisan ini merupakan lanjutan tulisan dari Mengenal Kembali ITB (Bagian 1). Kalau di tulisan sebelumnya yang dibahas adalah perubahan fisik ITB, di tulisan kali ini akan saya coba sampaikan sekelumit informasi tentang ITB yang terkait dengan akademik.

Seperti fisiknya, selama 1 dekade terakhir ITB juga telah mengalami berbagai perubahan dari sisi pelayanan dan kondisi akademik di dalamnya. Apa saja sih perubahannya? yuk disimak ya, Mah. 😄

Gedung Rektorat ITB (Sumber : tripsia.id)

Info Untuk Mamah yang Anaknya Akan Kuliah

Anak saya sendiri masih belum TK tapi saya mengerti dan memahami kegalauan hati mamah-mamah yang anaknya akan segera menempuh pendidikan tinggi. Pilihan SMA, ujian masuk, dan biaya, adalah sekelumit dari berbagai hal yang bisa dipusingkan oleh mamah. Di bawah ini saya akan menjelaskan beberapa informasi mengenai ITB untuk mamah yang anaknya akan kuliah. Semoga bisa bermanfaat.

Ujian Masuk Perguruan Tinggi (Sumber : nasional.tempo.co)

ITB Tak Lagi Hanya Milik SMA Favorit

Dulu tahun 2000-an, waktu saya pertama kali menginjakkan kaki di ITB, saya merasa sangat asing. Hari pertama saya betul-betul tidak kenal siapa pun. Dari 150 orang di angkatan Teknik Industri 2004, hanya ada 3 anak yang berasal dari Semarang. Dua orang, termasuk saya, dari SMA 3 Semarang dan 1 orang dari SMA Kolese Loyola.

Sementara saya hanya terbengong-bengong mencoba fit in mengikuti perbincangan loe – gue, urang – maneh di sekitar, sebagian besar teman sekelas saya tidak punya masalah yang serupa. Mereka umumnya sudah saling mengenal karena berasal dari SMA yang sama atau paling tidak kota yang sama.

Bedol desa mereka menyebutnya. Hanya pindah tempat belajar saja dari Jl. Belitung ke Jl. Ganesa atau dari dataran rendah rawan bajir di Jakarta ke dataran tinggi Bandung 🤪 Sebut saja dua sekolah favorit yang di tahun 2000-an masih menguasai ITB. Semua pasti akan sepakat, SMA 3 Bandung dan SMA 8 Jakarta. Lulusan kedua SMA favorit tersebut dari tahun ketahun, seingat saya, selalu berhasil mendapatkan 1/3 jatah kursi di Teknik Industri, dan mungkin di jurusan-jurusan lainnya. Sejauh ini saya tidak pernah berpikir bahwa kondisi tersebut bisa berubah. Mengingat betapa pandai pandainya teman-teman saya yang berasal dari kedua SMA favorit tersebut, saya masih meyakini bahwa bedol desa masih terjadi.

OSKM ITB (Sumber : itb.ac.id)

Selama menjadi petugas Tata Usaha, saya memang pernah bertemu beberapa mahasiswa yang berasal dari SMA yang tidak pernah saya dengar namanya. Tapi saya pikir itu hanya kebetulan belaka, jadi saya tidak mencoba mencari tahu lebih banyak.

Sampai pada suatu hari, seorang teteh kenalan di grup ITB Motherhood, yang tahu jika saya kerja di ITB, menanyakan lulusan SMA mana yang sekarang paling banyak masuk ke ITB. Pertanyaan ini terkait dengan kegelisahan yang bersangkutan dalam memilih SMA untuk anaknya karena adanya sistem zonasi. Sistem zonasi pada dasarnya bertujuan untuk memeratakan kesempatan bagi masyarakat untuk masuk ke SMA negeri. Akan tetapi karena pelaksanaanya yang rawan kecurangan dan dianggap menguntungkan hanya bagi yang kaya, sistem ini seringkali juga dicap merugikan bagi siswa pintar yang rumahnya jauh dari SMA favorit atau bahkan SMA negeri.

Hal ini terutama terkait dengan anggapan bahwa asal SMA mempengaruhi besarnya peluang masuk universitas ternama. Lulusan SMA favorit memiliki kesempatan dan peluang lebih besar untuk masuk universitas favorit. Jadi jika kesempatan untuk masuk SMA favorit berkurang maka kesempatan masuk universitas ternama juga berkurang. Pada tahun 2000-an hipotesis (((hipotesis))) ini masih ada benarnya. Buktinya teman – teman saya asal SMA-nya itu-itu saja.

Mendapatkan pertanyaan tersebut jiwa peneliti saya merasa tergelitik. Apakah asal SMA memang masih sangat berpengaruh pada peluang keberhasilan masuk ke dalam ITB? Siapa tau kondisinya sudah berubah sekarang.

Untuk mencoba menjawab pertanyaan di atas, saya memanfaatkan data yang bisa saya akses sebagai staf akademik. The perks of being mak-mak Tata Usaha. Data yang saya gunakan adalah data asal SMA mahasiswa TPB Fakultas Teknologi Industri angkatan 2020 dan data asal SMA mahasiswa Teknik Industri, Manajemen Rekayasa, Teknik Kimia, dan Teknik Fisika angkatan tahun 2017 – 2019.

Karena keterbatasan akses, saya tidak bisa mendapatkan data dari fakultas lain. Tapi karena FTI adalah salah satu fakultas dengan peminat terbanyak dan memiliki persaingan masuk paling ketat di ITB, maka informasi yang saya dapatkan dari data FTI, saya rasa, cukup bisa mewakili gambaran yang ada di fakultas lain. Tadinya hasil pengolahan data yang saya lakukan ingin saya tampilkan secara lengkap di halaman ini. Tapi kemudian saya diingatkan oleh suami bahwa data tersebut bukan milik saya dan saya belum mendapatkan izin untuk menyebarluaskannya, sehingga informasi yang saya sampaikan disini hanya sebatas fakta – fakta menarik yang saya temukan berikut ini.

Suasana Kuliah di ITB (Sumber : boombastis.com)
  1. Dari data TPB FTI tahun 2020 saya menemukan fakta bahwa dari hampir 500 siswa, ada 235 SMA yang berbeda. Hanya 6% yang berasal dari SMA 3 Bandung dan 4% dari SMA 8 Jakarta. Sisanya hampir terbagi rata dengan 233 SMA lainnya. Data per-angkatan di Teknik Industri, Teknik Fisika, dan Teknik Kimia juga menghasilkan gambaran yang mirip. Lulusan kedua SMA favorit masih menjadi paling banyak di setiap angkatan di masing-masing jurusan. Tapi sudah jauh sekali dari kata dominan.
  2. Dengan semakin banyak lulusan SMA yang berbeda, yang diterima di FTI, hampir bisa dipastikan situasi kelas jauh lebih heterogen dibandingkan jaman dulu kala. Bahkan di Teknik Fisika angkatan 2018, dari 59 mahasiswa ada 55 asal SMA yang berbeda. Walaupun masih didominasi oleh SMA di Jakarta dan Bandung, akan tetapi bisa dibilang hampir seluruh mahasiswa di angkatan tersebut tidak kenal satu dengan lainnya saat pertama kali masuk kelas. Sungguh situasi impian buat mahasiswa extrovert dan mimpi buruk buat mahasiswa introvert.
  3. SMA asal, walaupun masih didominasi oleh SMA yang berlokasi di Jawa, akan tetapi sudah tidak lagi terpusat hanya di kota besar. Sekolah di kabupaten dan di desa, alumninya juga ada yang berhasil masuk ke FTI. Hal ini, sedikit banyak mungkin dipengaruhi oleh program beasiswa Bidikmisi oleh pemerintah yang menyasar siswa-siswa berprestasi di daerah.
  4. Dominasi SMA Negeri sudah tidak terlihat. Alumni SMA swasta yang diterima di FTI, sama banyaknya dengan SMA Negeri. Baik yang memang sudah terkenal namanya, maupun yang baru saya tahu ada. Seperti SMA Unggul Del Toba Samosir yang baru berdiri tahun 2012, ternyata memiliki jumlah alumni nomor 3 terbanyak setelah SMA 3 Bandung dan SMA 8 Jakarta, di Teknik Industri angkatan tahun 2019.
  5. Lulusan Madrasah Aliyah, baik swasta maupun negeri, terutama MAN Insan Cendekia, nampaknya semakin banyak yang diterima di FTI. Saya tidak punya data yang cukup untuk menguji perkiraan ini. Tapi dari 500 anak TPB FTI 2020, ada sekitar 4% yang berasal dari Madrasah Aliyah.
  6. Dengan adanya kelas internasional di ITB, semakin banyak lulusan SMA luar negeri dan sekolah internasional yang memilih masuk ke ITB. Dalam hal ini bisa saja diartikan bahwa ITB sudah mulai menjadi pilihan siswa dengan orientasi global (((global))).
Mahasiswa Asing di ITB (Sumber : itb.ac.id)

Kesimpulan yang bisa saya tarik dari informasi-informasi di atas adalah sepertinya korelasi antara asal SMA dan peluang keberhasilan masuk ITB sudah tidak begitu signifikan. Saya bilang “sepertinya” karena tentu saja seharusnya ada faktor-faktor lain yang dipertimbangkan untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih akurat. Tapi secara umum, saya berani menyampaikan bahwa sekarang semua siswa dari sekolah mana pun punya kesempatan yang sama besarnya untuk masuk ke ITB.

Begitulah mah, siapa tau informasi yang saya sampaikan bisa sedikit melegakan hati mamah-mamah yang anak-anaknya terbentur jalur zonasi untuk masuk SMA favorit. Kalau menurut saya, tidak perlu terlalu resah dan gelisah jika ananda tidak bisa masuk SMA yang dianggap “jalur sutra” untuk masuk ke ITB atau universitas favorit lainnya. Seperti kata pepatah, “Berlian di mana pun akan tetap menjadi berlian. Sekali pun di kubangan lumpur“. Jika sudah takdirnya, insyaallah ananda akan tetap masuk ke ITB di mana pun SMA-nya. Mari semua bilang aamiin. Aamiin.

Rangking ITB

Di tahun 2021, ITB masih mempertahankan reputasinya sebagai salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Menurut Times Higher Education (THE) Asia University Ranking 2021, ITB menempati ranking kedua sebagai universitas terbaik di Indonesia (top 300 – 250 di Asia Pasifik). Masih kalah cukup jauh dengan Universitas Indonesia yang menempati ranking 194 di Asia Pasifik. Tapi ya lumayanlah. 🤣

Sementara itu berdasarkan hasil penilaian lembaga yang lain, yaitu QS University Global World Ranking, ITB menempati jajaran 300 besar universitas top dunia. Tepatnya ranking 313. Rangking ini merupakan suatu peningkatan besar karena 10 tahun lalu rangking ITB masih berada di posisi 600-an. Mengingat ada ribuan universitas di dunia maka ranking 300 adalah pencapaian yang cukup bisa dibanggakan.

Ranking THE dan QS sama-sama dihitung berdasarkan berbagai kriteria kinerja universitas dalam hal pengajaran, riset atau penelitian, kualitas lulusan, keterlibatan di dunia akademik internasional, penghasilan lulusan, dan kriteria-kriteria lainnya. Kedua ranking ini bisa mamah lirik sebagai pertimbangan untuk menyekolahkan anak mamah kuliah teknik di luar negeri atau di ITB.

Biaya Masuk ITB

Banyak orang bilang biaya pendidikan di ITB mahal. Murah mahal itu relatif ya mamah. Tahun 2021 besaran Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) di ITB adalah sebesar 12.5 juta rupiah untuk program sarjana di luar Sekolah Bisnis dan Manajemen untuk penerimaan jalur seleksi SNMPTN/SBMPTN, 15 juta rupiah untuk program magister, dan 18 juta rupiah untuk program doktor (mungkin ada mamah yang masih mau membayari anak mamah kuliah sampai jenjang Doktor).

Alumni Memberikan Sumbangan Dana Lestari Tahun 2021. Alumni ITB juga banyak yang menyumbangkan beasiswa untuk mahasiswa (Sumber : tekno.tempo.com)

Kalau dibandingkan dengan UKT saat mamah kuliah dulu, UKT mahasiswa zaman now pasti akan terasa sangat besar. Naik lima kali lipat dalam waktu 15 tahun. Biaya pendidikan berkualitas memang mahal, Mah. Di mana pun pendidikan tersebut diselenggarakan. Jika ada yang mempertanyakan kenapa, kalau pun mahal, biaya pendidikan di Eropa Barat bisa hampir semua gratis, itu karena subsidi pemerintahnya besar untuk biaya pendidikan. Ditambah negaranya memang kaya. Bukan karena komponen biaya pendidikannya lebih murah dari Indonesia.

Jadi mamah, marilah kita berdoa semoga ke depan Indonesia menjadi kaya tanpa riba subsidi pendidikan akan semakin meningkat dan terfokus. Terutama untuk para pengajar agar lebih sejahtera. Sehingga pendidikan berkualitas bisa didapatkan secara merata oleh masyarakat Indonesia.

Tapi Mah, walaupun tertera di atas kertas mahal, konon katanya dari seluruh jumlah mahasiswa Program Sarjana di ITB, hanya 30% yang membayar full biaya kuliah, loh. Lainnya membayar biaya dengan besaran yang disesuaikan dengan kemampuan keluarganya.

Untuk penerimaan mahasiswa program studi sarjana, tahun 2021 ITB mencanangkan program 5 besaran UKT. Bisa dilihat dari cuplikan SK Rektor di bawah, besarnya dibedakan berdasarkan jalur masuk. Mahasiswa yang tidak mampu membayar UKT dengan nominal standar, bisa mengajukan beasiswa UKT untuk mendapatkan besaran UKT yang sesuai dengan kemampuan keluarganya.

Selain besaran UKT yang diatur, di ITB juga ada program cicilan UKT. Tentu saja bebas bunga 0% ya. Karena bukan sistem bank. Program ini ditujukan untuk mahasiswa yang tidak dapat membayar uang kuliah secara penuh di awal semester. Diharapkan dengan adanya program ini mahasiswa dan keluarganya akan terbantu dalam melunasi UKT.

Sumber Peraturan Rektor Institut Teknologi Bandung Nomor 350A/IT1.A/PER/2021

ITB sendiri sudah berjanji tidak akan pernah mengeluarkan mahasiswa karena masalah biaya, bahkan ITB sudah sering membebaskan hutang-hutang alumninya. Sampai milyaran jumlahnya. Kalau pun kesulitan keuangan mahasiswa datangnya di tengah jalan, karena tertimpa musibah misalnya, masih bisa diusahakan agar kesulitan keuangan tersebut diselesaikan. Kuncinya adalah komunikasi dan kejujuran. Bahkan jika masih menunggak dan tidak mendapatkan ijazah. Insya allah selalu ada jalan bagi lulusan ITB untuk mendapatkan pekerjaan tanpa perlu ijazah.

Sumber Peraturan Rektor Institut Teknologi Bandung Nomor 350A/IT1.A/PER/2021

Selain biaya SPP yang bisa “di-nego”, di ITB juga bertebaran banyak beasiswa. Baik beasiswa prestasi maupun beasiswa ekonomi. Jadi mamah-mamah don’t worries! Kuliah di ITB nggak mahal kok. Jika kondisi keuangan tidak memungkinkan, ananda tetap bisa masuk ke ITB. Tidak perlu berkecil hati. Asal sudah diterima, pasti akan ada jalan untuk menyelesaikannya.

Suasana UTBK (Sumber : tirto.id)

Ujian Masuk ITB

Ini adalah topik yang paling sering ditanyakan kepada saya oleh saudara, kolega, atau kenalan. Bagaimana sistem Ujian Masuk ITB?

Ujian masuk ITB mengikuti sistem ujian masuk perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu, SNMPTN atau sistem undangan menggunakan nilai raport, hasil ujian nasional, dan kriteria lainnya. Zaman dulu seperti PMDK dan SBMPTN yang berbentuk tes tertulis mirip dengan Sipenmaru/UMPTN/SPMB zaman baheula. Serupa tapi tidak sama karena hasil tes SBMPTN adalah berupa score yang bisa digunakan untuk mendaftar di perguruan tinggi dengan passing grade yang sesuai dengan score yang dimiliki.

Selain ujian masuk standar di atas, sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang memiliki otonomi pengelolaan dalam akademik dan nonakademik, ITB diperbolehkan mengadakan ujian masuk mandiri. Ujian ini biasa disebut dengan USM. Ujian mandiri ITB dulunya memang menyasar masyarakat menengah keatas. Makanya biayanya mahal. Tapi seperti saya sampaikan di atas, tahun 2021 ITB melakukan terobosan dengan memperkenalkan 5 opsi biaya kuliah. Bahkan pemegang Kartu Indonesia Pintar – Kuliah bisa gratis biaya kuliah dengan jalur mandiri. Uwow banget kan, ya. Untuk lebih lengkapnya mamah bisa cek di website resmi ITB berikut ini ya.

Kelas Internasional ITB

Bagi mamah yang anaknya mengalami gegar bahasa (((gegar))) karena lama tinggal di luar negeri tapi harus kuliah di Indonesia, atau mungkin untuk mamah yang anaknya punya keinginan go international sama kuatnya dengan Agnes Monica, tapi ingin anaknya tetap dekat di mata dan hati, no worries. Saat ini di ITB sudah ada enam jurusan internasional yang siap menerima ananda tercinta.

Pengajaran di kelas internasional dilakukan full dalam bahasa inggris. Baik pengajar dan peserta kelas semua fluent berbahasa inggris. Jadi anak mamah tidak akan kebingungan saat ngobrol dengan temannya. Aman berbahasa Inggris di kampus. Kecuali kalau anak mamah mau jajan pentol jamur ya, mungkin ada risiko dilihatin kalau pesannya dalam bahasa Inggris.

Kelas program internasional biasanya berukuran lebih kecil dari kelas reguler dan diadakan khusus. Karena ini anak mamah nampaknya tidak akan punya pengalaman yang sama dengan mamah seperti lari sambil ngos-ngosan menapaki tangga sampai lantai teratas GKU Timur untuk kuliah dengan 120 orang di ruangan yang sama. Selain itu para mahasiswa di kelas internasional juga mendapatkan kesempatan lebih besar untuk menyelesaikan studinya di partner university ITB di luar negeri. Bagi mamah yang tertarik dengan program ini, bisa lihat info lebih lengkap di sini.

Jalur Peminatan ITB

Untuk beberapa jurusan baru atau jurusan lama yang sering sepi peminat, ITB membuka jalur penerimaan khusus dengan nama jalur peminatan. Mahasiswa yang diterima di jalur ini, walaupun tetap harus mengikuti TPB bersama dengan teman-teman satu fakultas, akan tetapi tidak perlu bersaing lagi untuk masuk ke jurusan. Jalur peminatan menjamin mahasiswa untuk langsung masuk ke jurusan yang diinginkan. Keuntungan masuk melalui jalur ini adalah mahasiswa bisa curi start fokus di bidang yang diminati. Mamah bisa intip jurusan yang dibuka untuk jalur peminatan tahun 2021 di tautan ini.

Info untuk Mamah yang Bingung dengan Istilah

Salah satu alasan saya membuat seri tulisan mengenal kembali ITB adalah karena di whatsapp group mamah gajah ngeblog pernah ada diskusi mengenai istilah Jurusan, Departemen, dan Program Studi. Karena sekarang saya masih di ITB, saya cukup tau istilah-istilah terbaru yang digunakan di ITB. Ini beberapa di antaranya.

Program Studi

Mamah angkatan tahun 2000-an awal mungkin masih mengenal jurusan di ITB dengan sebutan Departemen. Sekitar tahun 2011, istilah Program Studi mulai digunakan menggantikan istilah Departemen. Program Studi berada langsung di bawah Fakultas, sementara Fakultas melapor langsung kepada Rektorat.

Logo 100 Tahun ITB (Sumber : edukasi.sindonews.com)

Fakultas terdiri atas Program Studi dengan bidang yang berbeda tapi masih memiliki suatu kesamaan. Contohnya adalah Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) yang terdiri atas 3 Program Studi di bidang Teknik Mesin, Teknik Material, dan Teknik Penerbangan. Ketiga bidang tersebut sama-sama memiliki kaitan dengan permesinan. Namanya juga Teknik Mesin kan, ya. Saat ini masing-masing bidang di FTMD memiliki Program Studi dengan jenjang lengkap, mulai S1 sampai S3 plus kelas internasional untuk Teknik Penerbangan.

Secara sederhana bisa dibilang bahwa Sekolah terdiri atas Program Studi yang memiliki kekerabatan yang erat. Bagai kumpulan sepupu dengan kakek nenek yang sama. Sementara Fakultas seperti kumpulan anak di suatu klub hobi. Punya kesamaan walaupun pribadi dan asal usulnya berbeda

Semenjak tahun 2008, mahasiswa yang diterima di ITB akan masuk ke Fakultas terlebih dahulu. Setelah satu tahun menjalani Tahap Persiapan Bersama a.k.a SMA kelas 4, mahasiswa akan bersaing kembali untuk masuk ke dalam Program Studi yang diinginkan. Hidup anak sekarang memang lebih penuh persaingan mamah.

Di 100 tahun usianya ITB telah berkembang sedemikian pesat sehingga saat ini ada 7 fakultas dan 5 sekolah di dalamnya. Konon dalam waktu dekat ada wacana penyatuan kembali berbagai fakultas dan sekolah. Tujuannya mengurangi jumlah Fakultas dan Sekolah sehingga proses administrasi bisa berjalan lebih efisien. Wacana tersebut sekarang masih ada di tahap kajian. Daftar lengkap Fakultas, Sekolah, dan Program Studi di ITB bisa dilihat di tautan ini.

Komunitas atau Departemen

Selain Program Studi dan Fakultas, di ITB juga digunakan istilah Departemen atau Komunitas yang menggambarkan Program Studi di suatu Fakultas yang keilmuannya serumpun. Jadi seperti sekolah tapi di dalam fakultas. Istilah ini tidak banyak diketahui orang luar karena memang tidak bersifat resmi.

Salah satu fakultas yang menggunakan istilah komunitas adalah Fakultas Teknologi Industri (FTI). Di FTI ada 3 komunitas. Teknik Kimia, Teknik Industri, dan Teknik Fisika. Teknik Kimia dan Teknik Industri sudah berkembang sedemikian rupa menjadi beberapa Program Studi dengan rumpun keahlian yang berdekatan. Ditilik dari jumlah Program Studi di masing-masing komunitas tersebut, komunitas ini sebetulnya sudah pantas disebut sebagai sekolah 😅

Contohnya adalah komunitas Teknik Industri tempat saya bekerja sekarang. Di sana ada 5 Program Studi yang menjadi “anggota” komunitas. Walaupun fokus program pendidikannya berbeda tapi kelima Program Studi ini memiliki bidang keilmuan, fasilitas gedung, dosen, dan layanan administrasi yang sama.

Suatu hari seorang seseteteh yang sering saya pesani roti untuk acara komunitas pernah berkomentar mengagumi betapa guyubnya Komunitas Teknik Industri. Wajar jika teteh tersebut berpikir seperti itu, karena kata komunitas biasanya digunakan untuk menyebut kumpulan orang dengan ketertarikan tertentu pada suatu hal. Jadi mungkin beliau pikir, Komunitas Teknik Industri adalah perkumpulan orang-orang yang memiliki hobi dalam hal Teknik Industri. Misal menghitung ongkos produksi atau merancang tata letak pabrik dan saling berbagi tips dan trik di Whatsapp Group.

Sayangnya komunitas di sini tidak seperti itu. Ini hanyalah untuk mempermudah penyebutan 🙈 daripada menjembrengkan 5 nama Program Studi, setiap ada acara atau jika perlu kirim karangan bunga. Lebih sederhana menyebut kelima program studi di di bidang Teknik Industri dengan sebutan Komunitas TI.

Info untuk Mamah yang Penasaran dengan Kampus Baru ITB

Beberapa tahun ini semakin banyak Program Studi (jurusan) baru yang didirikan di ITB. Begitu juga dengan jenis kegiatan riset dan penelitian yang dilakukan di dalamnya. Seperti sudah pernah saya sampaikan di tulisan bagian 1, kampus ITB di Ganesa 10 terlalu mungil untuk mengakomodasi ambisi ITB sebagai perguruan tinggi kelas dunia. Kampus seluas 12 hektar di tengah kota Bandung tersebut sudah terasa sangat sesak.

Kampus ITB Jatinangor (Sumber : itb.ac.id)

Kampus ITB Jatinangor

Untuk menjawab kebutuhan ITB akan tempat yang lebih luas, pada tahun 2016 diresmikan Kampus ITB di Jatinangor. Kampus dengan lahan seluas 47 hektar ini berdiri di atas lahan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang sebelumnya ditempati oleh Universitas Winayamukti.

Saat ini kampus Jatinangor digunakan sebagai tempat kuliah oleh 10 Program Studi S1 dan 1 Program Studi S2. Hampir semua adalah Program Studi baru. Beberapa Program Studi S1 telah melakukan kegiatan secara penuh di Jatinangor. Dari Tahap Persiapan Bersama hingga Tahap Sarjana. Lainnya membagi kegiatan perkuliahan dengan Program TPB dilaksanakan di Jatinangor dan Program Sarjana dilaksanakan di Ganesa.

ITB Cirebon

Selain kampus Jatinangor, ITB juga mengembangkan kampus baru di daerah Arjawinangun, Kabupaten Cirebon. Pengembangan kampus ini merupakan hasil dari kerjasama antara ITB dan Pemerintah Kota Cirebon, dengan tujuan memberikan alternatif pendidikan tinggi berkualitas untuk masyarakat di Cirebon dan sekitarnya.

Rancangan Kampus ITB Cirebon (Sumber : instagram @ridwankamil)

Berbeda dengan Kampus di Jatinangor yang merupakan perluasan wilayah ITB, Kampus Cirebon bersifat lebih seperti cabang. Pelaksanaan perkuliahan di Kampus Cirebon, atau biasa disebut dengan Kelas Cirebon, terpisah dengan pelaksanaan kuliah reguler di Ganesa atau Jatinangor. Pemisahan ini lebih bersifat administratif dan disebabkan oleh sumber anggaran yang terpisah. Sementara hal-hal terkait akademik, seperti kurikulum, dosen, ujian masuk, dan pelayanan akademik mahasiswa, semua masih berada dibawah pengelolaan langsung ITB. Lulusannya juga tidak ada bedanya dengan lulusan ITB lainnya.

Saat ini ada lima fakultas atau sekolah dengan tujuh pilihan program studi yang ada Kampus Cirebon. Di antaranya adalah Program Studi Sarjana Teknik Industri, Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota, Sarjana Kriya, dan Sarjana Teknik Geofisika.

Sebetulnya sudah semenjak tahun 2016 Kelas Cirebon diadakan, tapi baru tahun 2021 ini perkuliahan akan dilaksanakan sepenuhnya di Kampus Cirebon. Sebelumnya pelaksanaan kuliah kelas Cirebon masih dilakukan di Kampus Jatinangor.

Penutup

Seperti kata pepatah, tiada gading yang tak retak, maka gading ganesa pun mungkin saja retak. ITB memang tidak sempurna sebagai sebuah perguruan tinggi. Buktinya masih kalah jauh dengan UI. Tapi ITB sampai 100 tahun umurnya masih menjadi perguruan tinggi ternama impian bagi banyak siswa SMA dan orang tuanya. Semoga sampai 100 tahun ke depan, ITB masih bisa terus berjaya. Menjadi kawah candradimuka bagi putra putri terbaik bangsa. Asik!

Harapan saya, informasi yang saya sampaikan di atas bisa berguna bagi yang membacanya. Mohon maaf jika ada kesalahan kata, data, info, dan fakta. Mohon juga jangan jadikan tulisan saya ini sebagai acuan resmi. Jadikan saja sebagai penambah informasi. Soalnya nanti saya bisa dimarahi Public Relation ITB karena mamah lebih tertarik baca tulisan saya daripada informasi di website resmi ITB. 😆

Akhir kata, kalau-kalau ada yang ingin lebih tau lebih banyak mengenai info yang saya bagikan di atas, terlebih tentang Program studi Teknik Industri, Manajemen Rekayasa, Teknik dan Manajemen Industri, serta Logistik, bisa hubungi WA Center Komunitas TI di nomor https://wa.me/6281990134144. (Numpang Promosi) 😂

Restu Eka Pratiwi
Restu Eka Pratiwi
Articles: 32

2 Comments

Tinggalkan Balasan ke dewi laily purnamasariCancel Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *