Naar de Bieb – Ayo ke Perpustakaan!

Hallo Mamah Gajah di manapun berada! Apa kabar semua? Semoga sehat ya Mah! Kali ini saya mau mengajak Mamah berjalan-jalan ke perpustakaan. Kenapa ke perpustakaan? Karena para Mamah Gajah Ngeblog yang cinta menulis ini pasti juga suka membaca. Dan kalau suka membaca, kemana lagi tujuan yang paling menyenangkan selain toko buku dan perpustakaan?

Kalau bicara perpustakaan, sebagai seorang Mamah Gajah, saya tidak bisa tidak ingat pada Perpustakaan Pusat kampus tercinta yang terletak di dekat gerbang belakang. Istilah ‘toilet raksasa’ begitu melekat dengan image perpustakaan pusat yang dinding luarnya dilapisi ubin keramik berwarna ungu.

Ketika saya menulis artikel ini dan mencari gambar Perpustakaan Umum kampus, saya menemukan artikel yang memberitakan kalau perpustakaan ini sudah berganti kulit. Wah, ternyata lebih dari 10 tahun yang lalu perpustakaan kita sudah mengubah penampilannya menjadi lebih cantik. Saya ketinggalan berita nih!

Perpustakaan Pusat ITB (Foto: itb.ac.id)

Adakah dari para Mamah di sini yang dulu sering mengunjungi Perpus Pusat, atau sering nongkrong di Perpus jurusan? Jujur, sewaktu saya di kampus, saya jarang sekali ke Perpus. Entah kenapa rasanya mencari buku melalui katalog terasa sangat sulit sehingga saya enggan pergi ke perpus di kampus. Tapi sejak saya menjadi ibu, ke perpus (naar de bieb) adalah kegiatan wajib bagi saya dan anak-anak.

De bibliotheek

De bibliotheek adalah bahasa Belanda untuk ‘perpustakaan’. Pertama kali saya masuk ke bibliotheek (disingkat bieb) adalah 10 tahun lalu, sewaktu saya bermigrasi ke kota Maastricht di selatan Belanda. Bibliotheek Maastricht besar sekali dan penuh dengan ribuan buku. Tapi sayangnya dulu saya belum lancar bahasa Belanda dan koleksi buku berbahasa Inggris mereka tidak terlalu banyak, jadi saya tidak terlalu sering ke sana.

Sebelum anak pertama kami lahir, kami pindah ke Belanda bagian tengah dan tinggal di sebuah kota kecil di dekat Utrecht. Perpustakaan di sana jauh lebih kecil daripada perpustakaan Maastricht. Sebabnya adalah Maastricht adalah ibu kota provinsi, sementara kota tempat kami tinggal hanyalah sebuah gemeente kecil yang mungkin mirip dengan kotamadya di Indonesia.

Meskipun ukurannya tidak besar, perpustakaan kami cukup lengkap. Menempati lantai kedua dari gedung Gemeente (pemerintah kotamadya), hampir setengah dari perpus didedikasikan untuk buku anak. Perpustakaan ini (dan seluruh perpustakaan di Belanda) tidak terbatas sebagai tempat membaca saja, tetapi juga merupakan sebuah tempat belajar dan pusat aktivitas bagi warga kota.

Yuk ikuti apa saja yang bisa kita lakukan di perpustakaan!

Buku dan anak-anak

Buku dan anak adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Apalagi ketika menjadi imigran di negara orang yang bahasanya tidak dikenal, otomatis adalah sebuah kewajiban bagi kami untuk memberikan anak-anak exposure semaksimal kepada bahasa Belanda. Dan cara yang paling baik untuk mengenalkan sebuah bahasa kepada mereka adalah melalui membacakan buku.

Sebelum si sulung berumur satu tahun, saya sudah membawa dia ke perpus. Di sana saya menemukan kalau semua anak di Belanda, dari usia 0 sampai 18 tahun berhak untuk menjadi anggota perpustakaan tanpa berbayar! Luar biasa! Luar biasa karena sebenarnya menjadi anggota perpus di sini cukup mahal, sekitar 50 Euro atau sekitar 700 ribu rupiah per tahun.

Perpustakaan yang baby-friendly (Foto: koleksi pribadi)

Dengan satu kartu anggota, kita bisa meminjam maksimal 6 buah buku, dengan waktu peminjaman selama 3 minggu. Buku-buku ini bisa kita perpanjang maksimal 2 kali – jadi kita bisa menahan buku selama total 9 minggu di rumah. Perpanjangan buku bisa dilakukan di mesin di perpustakaan, atau dari rumah secara online.

Tapi jangan coba-coba terlambat mengembalikan bukunya. Bakalan kena denda yang lumayan mahal! Untuk setiap buku dikenakan denda 25 cent untuk setiap harinya. Jadi kalau kita pinjam 12 buku sekaligus (karena anak saya dua, jadi saya punya 2 kartu perpustakaan), dan terlambat mengembalikan selama 4 hari, total dendanya jadi 12 Euro!

Masukkan saja buku yang mau dikembalikan ke lemari. Jangan lupa cek di monitor komputer apakah buku yang dikembalikan sudah tercatat di sistem. (Foto: koleksi pribadi)

Perpustakaan, taman bermain kecil

Meskipun sejatinya kita tidak boleh ribut di perpustakaan, tetapi di setiap perpustakaan selalu ada sebuah tempat di mana anak-anak boleh bermain. Maksudnya sih biar anak-anak betah di perpustakaan. Di sini mereka bisa tidur-tiduran sambil membaca, bermain game di komputer, dan sedikit manjat-memanjat. Ya namanya anak-anak, terkadang mereka jadi ribut juga bermain di perpus. Untungnya belum pernah dimarahi petugas meskipun Mamah-nya yang jadi gelisah.

Bisa duduk-duduk, tidur-tiduran, dan bermain. (Foto: koleksi pribadi)

Buku anak-anak jumlahnya ribuan! Sulit untuk mencari judul tertentu saking banyaknya. Buku dengan gambar-gambar yang menarik untuk anak-anak berusia 0 sampai 5 tahun biasanya disusun di bak-bak yang cukup rendah sehingga anak-anak balita bisa memilih buku mereka sendiri.

Rak-rak yang rendah bisa dijangkau balita. Memilih buku sendiri bisa jadi kegiatan yang mengasyikan untuk anak. (Foto: koleksi pribadi)

Kegiatan untuk anak di bibliotheek

Selain bisa meminjam buku, ada beberapa kegiatan yang diselenggarakan oleh perpus untuk menarik minat anak kepada buku. Contohnya setiap hari Rabu ada acara Ouder-kindochtend alias Pagi untuk orangtua dan anak”, yang isinya adalah pembacaan buku untuk anak-anak berusia 0 – 3 tahun oleh para sukarelawan.

Perpustakaan juga menyelenggarakan seminar atau webinar bagi orangtua untuk meningkatkan kesadaran mereka akan literasi, minat baca, atau dunia digital. Ada juga acara seperti perjumpaan dengan pengarang buku anak. 

Untuk anak-anak yang lebih besar, ada workshop untuk belajar pemrograman dan perancangan produk menggunakan 3D printer yang diadakan satu kali sebulan. Acara ini dilakukan untuk anak-anak berusia 8 – 13 tahun.

Workshop 3D Printer (Foto: detweedeverdieping.nu)
Apakah kamu seorang “serious gamer”? (Foto: koleksi pribadi)

Perpus juga melakukan banyak hubungan dengan sekolah-sekolah. Tiap tahun diadakan Kinderboekenweek atau Minggu Buku Anak, di mana di setiap sekolah di Belanda dan di semua perpustakaan diadakan pesta buku dengan satu tema yang sama. Tahun ini temanya adalah “Pekerjaan” (mau apa kalau sudah besar nanti), dan di perpus akan ditampilkan buku-buku dengan tema tersebut di rak-rak di depan, dan sekolah akan memberikan murid-muridnya bacaan dengan tema yang sama.

Secara berkala sekolah akan mengadakan karyawisata kecil mengunjungi perpustakaan, semua dilakukan untuk memberikan stimulasi kepada anak-anak untuk gemar membaca. Sambil juga diberikan brosur untuk orangtua untuk mengingatkan mereka mendaftarkan anak menjadi anggota dan mendorong orangtua membawa anak-anak ke perpustakaan.

Perpustakaan yang menggalakkan literasi

Perpus kami juga sangat aktif di dalam usaha menggerakkan literasi. Literasi di sini bermakna: kemampuan untuk membaca dan menulis, serta menghitung dasar. Lho, memangnya ada orang yang tidak bisa baca tulis di Belanda? Ada lho.

Ada sekitar 2.5 juta penduduk Belanda yang tidak lancar membaca dan menulis. Sebagian besar dari mereka adalah pendatang dari negara lain yang tidak memakai aksara latin dan perlu untuk belajar membaca, menulis, serta berbicara bahasa Belanda dari tingkat awal. Tetapi sebagian lainnya adalah penduduk asli negara ini yang karena satu dan lain hal tidak menyelesaikan pendidikan dasarnya dengan baik.

Untuk hal ini, perpustakaan secara aktif mengadakan kelas-kelas yang dipandu oleh para sukarelawan untuk mengajarkan warga yang belum lancar baca tulis. Biasanya ada beberapa hari dalam satu minggu di mana orang yang membutuhkan bantuan belajar datang ke perpustakaan dan dibimbing di dalam kelompok-kelompok kecil atau perorangan.

Selalu ada sukarelawan yang sedia warga meningkatkan kemampuan literasi. (Foto: detweedeverdieping.nu)

Untuk para pendatang dari luar Belanda yang sudah bisa baca tulis tetapi masih ingin mengasah kemampuan bahasa Belanda, perpustakaan juga mengadakan kelas-kelas tanpa berbayar. Juga dibimbing oleh para sukarelawan, kita bisa mengasah bahasa Belanda melalui percakapan informal dengan mereka.

Perpustakaan juga membuat jadual khusus untuk orang-orang yang membutuhkan bantuan misalnya di dalam penggunaan internet, mengisi formulir untuk instansi pemerintahan atau bank, dan juga untuk orang-orang yang hendak menyusun CV untuk melamar pekerjaan.

Perpustakaan sebagai pusat komunitas

Selain hal-hal yang berhubungan langsung dengan literasi, perpus kami juga memiliki perhatian khusus untuk masalah kesehatan warga kota secara umum, dan secara khusus kesejahteraan para lansia. Ada sebuah bagian khusus yang bernama Gezondheidsplein alias “pusat kesehatan”. 

Pusat kesehatan ini merupakan salah satu wadah bagi pemerintah untuk memberikan penyuluhan dan bimbingan bagi warga tentang kesehatan dan gaya hidup yang sehat. Secara berkala diadakan pertemuan yang sifatnya informatif dengan tema-tema yang menarik, juga diadakan tes kesehatan gratis bagi warga, seperti mengukur BMI, tekanan darah, kekuatan otot, dan lain sebagainya.

Ada juga Plus Cafe, acara pertemuan bagi warga yang berusia 55 tahun ke atas. Pertemuan ini akan membahas soal kesehatan, media digital, gaya hidup, kebudayaan, dan tema-tema aktual. Pertemuan untuk manula diadakan seminggu sekali, dan sama seperti semua aktivitas lainnya yang diadakan perpus, pertemuan ini gratis alias tidak berbayar.

Pertemuan rutin para lansia: Plus Cafe. (Foto: detweedeverdieping.nu)

Perpus juga mendukung karya-karya warga lokal dengan mengadakan malam-malam pertemuan yang memberikan kesempatan pada para pemusik dan penulis buku yang berasal dari kota kami untuk mempresentasikan karyanya. Selain itu perpus kami juga menaruh perhatian pada sejarah dan peninggalan sejarah lokal. Meskipun secara resmi kota kami baru dibentuk pada tahun 1971, tetapi sebenarnya ada beberapa bagian dari kota kami yang merupakan hunian yang termasuk di dalam kerajaan Romawi, yang sudah tercatat dalam sejarah sejak tahun 900 SM.

Pameran pedang, benda bersejarah peninggalan abad pertengahan diadakan di perpus. (Foto: pen.nl)

Inisiatif dan keaktifan pribadi

Meskipun ada banyak fasilitas dan kegiatan yang ditawarkan, keterlibatan kita di dalam begitu banyak aktivitas yang disediakan di perpus merupakan sesuatu yang datang dari inisiatif sendiri. Jujur baru beberapa tahun belakangan ini saja saya menyadari kalau sebenarnya perpus menyediakan begitu banyak kesempatan untuk belajar dan bersosialisasi. Semua informasi tertera lengkap di website perpustakaan, tetapi mungkin karena sebelumnya penguasaan bahasa saya belum cukup, saya jadi tidak terlalu menyimak informasi yang diberikan. Sebenarnya sayang juga karena ada banyak aktivitas dan kesempatan yang berharga untuk dipakai, yang dapat menjadi modal bagi pengembangan diri.

Selalu ada banyak brosur di perpus yang isinya menawarkan kegiatan-kegiatan yang bisa diikuti. Kebanyakan dari kegiatan ini gratis, tapi harus aktif mencari info! (Foto: twitter.com)

Hampir semua kegiatan di perpus ini juga dimotori oleh para sukarelawan. Pemerintah kota kami mengorganisasi para sukarelawan untuk mengisi acara-acara dan menjadi pembimbing di dalam setiap kegiatan. Misalnya menjadi mentor belajar bahasa Belanda, atau menjadi pembimbing para lansia untuk mengenal dunia digital, dan lain sebagainya. Jadi memang inisiatif keaktifan pribadi sangat dibutuhkan, untuk mencari informasi, untuk mengambil kesempatan dan mengikuti kegiatan yang positif, dan juga untuk menjadi sukarelawan di dalam kegiatan yang ada.

Perpustakaan kecil dan perpustakaan mini

Selain perpustakaan pusat di gedung gemeente, di tiap kecamatan di kota kami ada yang namanya buurtcentrum alias pusat warga. Semacam balai kecamatan lah kalau di Indonesia. Di tiap buurtcentrum ini biasanya disediakan juga sebuah pojok baca. Buku-buku di sini sangatlah sedikit dibandingkan buku di perpustakaan, tetapi kita dapat mengembalikan buku yang kita pinjam di sini, sehingga tidak perlu setiap kali pergi ke pusat kota untuk mengembalikan buku.

Satu hal lain yang sangat menarik adalah adanya minibieb alias perpustakaan mini. Berbeda dengan perpustakaan, minibieb tidak membutuhkan keanggotaan. Ide dari minibieb adalah bertukar buku. Siapapun bisa mengambil buku yang ada di minibieb, dan juga warga yang punya buku-buku yang sudah tidak dibaca lagi bisa menaruhnya di minibieb untuk dibaca orang lain.

Minibieb di lorong menuju supermarket langganan. (Foto: koleksi pribadi)

Minibieb biasanya berbentuk sebuah kotak atau lemari kecil yang ditempatkan di depan rumah warga, atau di depan pertokoan. Tidak ada aturan khusus untuk minibieb, hanya kejujuran untuk mengembalikan buku yang sudah dibaca, atau inisiatif untuk menyumbang buku untuk menambah koleksinya. Saya sendiri adalah pengguna minibieb dan sangat menikmatinya. Kalau sedang beruntung, saya bisa menemukan buku-buku karangan penulis terkenal, meskipun ya… dalam bahasa Belanda. Hehehe.

Kesimpulan dan penutup

Sungguh adalah sebuah anugerah bahwa saya dan keluarga boleh menikmati perpustakaan yang sangat lengkap isi, fasilitas dan juga kegiatannya. Mungkin inilah yang disebut sebagai penggunaan pajak yang tepat guna. Pemerintah yang menggunakan uang rakyat untuk menyediakan perpustakaan yang optimal dalam mendukung literasi warganya.

Tetapi berapapun fasilitas yang ada, tanpa adanya kemauan untuk menggunakan fasilitas tersebut, semua ini tidaklah ada artinya. Harus ada motivasi dan inisiatif dari diri sendiri untuk mencari informasi. Apalagi di zaman digital seperti sekarang, sumber informasi dan ilmu tidak terbatas di dalam bentuk perpustakaan fisik, tetapi juga bisa dengan mudah ditemui di dunia internet.

Yuk rajin mencari info dan memanfaatkan kesempatan untuk belajar! Semoga para Mamah menikmati wisata digital ke perpustakaan di Belanda ini ya. Dan makin maju jaya perpustakaan Indonesia, dan semua pencinta literasinya!

Irene Cynthia
Irene Cynthia

Seorang mamah gajah, ibu rumah tangga biasa, suka menulis dan sedang belajar untuk kembali rajin membaca. Sekarang ini sedang merantau di negeri Belanda.

Articles: 5

15 Comments

  1. Pertama-tama, saya ingin meng-AMIN-i harapan Dea terhadap perpustakaan di negara kita tercinta ini. Aamiin.
    Semoga bisa tercapai ya perpustakaan yang optimal dalam mendayagunakan fungsinya.
    Dan bukan hanya sebagai bangunan yang besar dan megah saja (seperti yang ditulis Mba Shanty), melainkan juga segala aspek diperhatikan.

    Btw, asliii seru banget ya perpustakaan di sana, pantas saja kemampuan literasi Belanda (dan Eropa umumnya) tinggi, karena sejak mereka bayi sudah difasilitasi sedemikian rupa sehingga mereka semangat membaca buku.

    Tapi betul, Dea, seperti yang Dea tulis, bahwa diperlukan kemauan, motivasi, dan inisiatif dari dalam diri untuk ‘memg-upgrade’ diri melalui fasilitas yang tersedia. Indonesia BISA! Insha Allah.

    Sedikit menambahkan, beberapa kali di tempat umum yang menyediakan buku untuk bebas dibaca, saya amati rasa kepemilikannya kurang, sayang sekali ya. Dalam artian, buku-buku tersebut banyak berserakan, tidak dikembalikan ke rak masing-masing dengan baik dan rapih; pun ada saja noda tetesan kopi atau makanan. Semoga ke depannya, semua insan Indonesia punya kesadaran diri untuk menjaga fasilitas umum. Indonesia BISA. Semoga. 🙂

    • Amiiin Uril. Tapi aku kagum lho baca tulisan-tulisan teman-teman di KLIP soal perpustakaan. Ternyata perpus di Indonesia udah bagus bagus banget!

      Tapi kita mulai dari keluarga dulu aja deh, sering-sering pantengin anak-anak biar gak males baca buku, hehehhe.

  2. di Thailand aku pernah ke perpustakaan sekolah internasional, kalau perpustakaan lokal soalnya isinya bahasa cacing semua aku ga ngerti. Eh tapi perpustakaan Nasional di jakarta juga lumayan loh koleksi dan kegiatannya, sayangnya… jauh dari Thailand hahahaha…

    Aku ke perpustakaan digital aja deh sekarang, kapan-kapan semoga bisa ke perpustakaan yang ditulis di sini juga.

    • Amin. Kebayanglah kak mau baca apa kalau gitu hahaha. aku di sini aja mau jadi anggota perpus malas bayar karena gak akan bisa cepat baca dalam bahasa Belanda.

  3. Perpustakaannya bagus banget Dea, padahal ini level kota Bandung aja ya. Super lengkap, banyak kegiatan, memang bikin betah.

    Aku juga suka konsep Minibieb, menarik banget. Di Bandung sempat lihat ada seperti ini, jadi kaya kotak pos di pinggir jalan gitu, tapi ga tahu ada yang pakai ga ya. Beberapa kali lewat ga ada bukunya.

    Semoga suatu hari perpustakaan Indonesia juga bisa sebagus ini, biar makin banyak yang suka membaca.

    • Belum sampe kota Bandung ini teh.. kotaku itu kecil buanget lebih pantes dibilang desa sih hehehe.. penduduknya aja cuma 1/3 penduduk Cianjur 😀

      amin.. semoga perpus Indonesia makin jaya ya 🙂

  4. Konsep minibieb pernah sempat ada nih di Bandung, tapi realisasinya kurang oke sih kayanya. Mungkin masyarakat Indonesia kurang tanggungjawabnya kalau meminjam sesuatu ya, jadi mungkin perpustakaan mininya kurang berjalan bisa jadi karena buku-bukunya rusak atau malah nggak dikembalikan.
    Di dekat rumah ortu juga ada nih yang membuat area perpustakaan kecil di dekat taman bermain. Tapi sayangnya sejak pandemi malah nggak pernah dibuka.

    Saya belum kesampean nih pengen ngajak anak-anak main ke perpustakaan, biar cinta sama buku gitu. Padahal katanya perpustakaan Kota Bandung juga bagus, cuma belum sempat aja sih. *sok sibuk, hehe

    • Sebenarnya di sini minibieb juga banyak yang nggak kembalikan lagi teh, cuma herannya terus penuh. Orang di sini royal juga sih beli buku plus gak suka rumahnya penuh (rumahnya kecil-kecil hehe). Jadi ya sudahlah disumbangkan aja ke minibieb.

  5. Oh ini belum sampe skala kota Bandung ini teh.. kotaku itu kecil buanget lebih pantes dibilang desa sih hehehe.. penduduknya aja cuma 1/3 penduduk Cianjur 😀

    amin.. semoga perpus Indonesia makin jaya ya 🙂

  6. Wahh seruu ceritanya tehh. Semoga perpus di Indo semakin baik ya tehh. Saya pernah ke perpus Cimahi bukunya gak update, terus masih sistem konvensional gitu teh huhu. Nanti mau coba main ke Perpustakaan Bandung ah.

Tinggalkan Balasan ke Irene CynthiaCancel Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *