pjj pandemi

Tetap Semangat Belajar di Rumah

Sekolah Daring Karena Pandemi

Tidak terasa ya Mah, sudah setahun lebih kita semua mengalami satu masa pembelajaran yang benar-benar baru untuk anak-anak, yaitu belajar daring dari rumah, akibat pandemi yang tidak memungkinkan sekolah tatap muka. Bagaimana kabar Mamah dan anak-anak? Semoga semakin terbiasa dan tetap semangat ya di tahun ajaran baru ini.

Dilansir dari berita yang ditayangkan UNICEF, pada bulan April tahun 2020 lalu, tidak kurang dari 91 persen siswa di lebih dari 194 negara tidak bisa bersekolah. Hal ini tentu saja mengakibatkan gangguan pada kehidupan anak-anak dan dapat mempengaruhi masa depannya kelak. Cukup banyak yang telah dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, dan organisasi internasional untuk menyelenggarakan proses pendidikan, seiring dengan pembenahan fasilitas kesehatan dan penanganan terhadap dampak pandemi. Di antaranya adalah melalui sekolah daring, yaitu anak-anak yang mengikuti pelajaran dari rumah menggunakan teknologi dan alat bantu seperti internet, televisi, radio, dan paket buku serta materi pelajaran yang didistribusikan oleh sekolah.

Ilustrasi sekolah daring (Sumber: Pixabay)


Di Indonesia, sesuai dengan arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19), sekolah melakukan penyesuaian-penyesuaian sebagai berikut:

  1. Pembatalan Ujian Nasional (UN) dan Uji Kompetensi Keahlian tahun 2020. Sebagai konsekuensi, keikutsertaan UN tidak menjadi syarat kelulusan atau seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
  2. Proses pembelajaran dilakukan dari rumah, dilakukan dengan beberapa catatan penting: Dilaksanakan tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan; difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup, antara lain mengenai pandemi Covid-19; aktivitas dan tugas pembelajaran dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/fasilitas belajar di rumah; bukti atau produk aktivitas belajar dari rumah diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/nilai kuantitatif.
  3. Ujian sekolah untuk kelulusan dilaksanakan dengan ketentuan khusus (sesuai yang tercantum dalam aturan) yang intinya dirancang untuk mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh.
  4. Kenaikan Kelas dilaksanakan dengan ketentuan khusus, sama dengan di atas, yaitu dirancang untuk mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh.
  5. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dilaksanakan dengan ketentuan khusus termasuk mengikuti protokol kesehatan serta mencegah berkumpulnya siswa dan orangtua secara fisik di sekolah untuk mencegah penyebaran Covid-19.
  6. Dana Bantuan Operasional Sekolah atau Bantuan Operasional Pendidikan dapat digunakan untuk pengadaan barang sesuai kebutuhan sekolah termasuk membiayai keperluan dalam pencegahan pandemi Covid-19 seperti penyediaan alat kebersihan, hand sanitizer, disinfektan, dan masker bagi warga sekolah serta untuk membiayai pembelajaran daring/jarak jauh.

Sebetulnya, jika dibaca dari peraturannya, terasa bahwa institusi pemerintah memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk mencari cara yang paling optimal dalam menyelenggarakan proses pendidikan yang bermakna dan bermanfaat bagi siswa, tanpa membebani siswa dan guru dengan target penyelesaian sesuai kurikulum.

Dampak Sekolah dari Rumah

Pada pelaksanaannya, tentu saja banyak tantangan di lapangan. Mamah-mamah yang mendampingi anak-anak belajar dari rumah pasti juga mengalami, bagaimana sulitnya mengkondisikan anak-anak untuk konsentrasi belajar dalam suasana rumah yang seringkali tidak kondusif. Adik bayi yang tidak bisa diminta berhenti menangis saat sang kakak sedang mengerjakan ulangan; listrik yang tiba-tiba padam saat guru sedang menjelaskan; anak yang menolak untuk memperlihatkan wajahnya di depan kamera karena malu atau sedang dalam keadaan kesal; sampai komputer yang ngadat karena tidak sengaja kena tumpahan kopi milik Ayah. Pasti banyak kisah-kisah tentang belajar dari rumah, yang membuat para Mamah hanya bisa bersabar dan mengelus dada.

Di lain pihak, masih banyak pula cerita tentang mereka yang jauh lebih merana kondisinya saat belajar dari rumah. Misalnya saja tentang anak yang menjadi korban atau saksi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), yang tidak terhindarkan karena sekarang mereka terpaksa berada di rumah dan beraktivitas sepanjang hari bersama pelaku. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melansir hanya dalam kurun waktu satu bulan saja (2 Maret – 25 April 2020), terdapat 275 kasus kekerasan dalam rumah tangga, dengan total korban 277 orang. Hal ini terjadi diantaranya karena meningkatnya tekanan emosional selama pandemi. Orangtua yang biasanya bisa tenang bekerja di kantor, sekarang harus berbagi ruang di rumah dengan anak-anak. Banyak juga kepala keluarga yang kehilangan pekerjaan akibat menurunnya aktivitas ekonomi di masa pandemi. Maka, alih-alih mendapat dukungan untuk belajar dari rumah, anak-anak malah bisa terdampak secara psikologis karena trauma dengan kejadian di rumahnya.

Belajar dari rumah dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak-anak (Sumber: Freepik)

Tanpa menjadi saksi atau mengalami KDRT pun, sebenarnya belajar dari rumah dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak-anak. Mereka yang biasanya bebas bermain dan berinteraksi bersama teman, guru, dan lingkungan di sekolah, termasuk yang ditemui di sepanjang perjalanan ke dan dari sekolah, sekarang sangat terbatas lingkup sosialnya. Dari hari ke hari yang ditemui hanya saudara kandung dan orangtua, terbatas ruang gerak di rumah, apalagi jika di sekitar tempat tinggalnya tidak ada ruang publik yang aman untuk beraktivitas (misalnya taman atau ruang terbuka hijau).

Hal inilah yang menjadi alasan utama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), dan PT Telkom meluncurkan layanan kesehatan jiwa (SEJIWA) berbasis telepon.

Layanan Kesehatan Jiwa (SEJIWA): Call centre 119 extension 8

Mamah bisa mencoba layanan ini dengan menghubungi call center 119 extension 8 untuk mendapatkan edukasi, konsultasi, dan pendampingan psikologi. Layanan SEJIWA ini memang diluncurkan sejak April 2020 untuk mengatasi masalah kesehatan mental akibat pandemi COVID-19, seperti permasalahan psikologis dikarenakan faktor jarak dan isolasi sosial, resesi ekonomi, stres, trauma, stigma, dan diskriminasi; termasuk juga tekanan yang dialami anak dan keluarga akibat beban belajar dari rumah.

Kembali ke Sekolah

Kembali kepada situasi belajar dari rumah, pemerintah telah berusaha untuk menyediakan kerangka aturan dan infrastruktur yang disesuaikan mengikuti dinamika pandemi, selama setahun terakhir.

Menghadapi tahun ajaran baru 2021, diterbitkanlah Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran PAUDDIKDASMEN di Masa Pandemi COVID-19 pada bulan Juni 2021, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 03/KB/2021, Nomor 384 tahun 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/4242/2021 dan Nomor 440-717 tahun 2021 Tentang Panduan penyelenggaraan Pembelajaran Di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Dalam buku panduan ini, ada 9 ketentuan pokok penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi COVID-19, yang diringkas dalam infografis sebagai berikut:

Sumber: Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran PAUDDIKDASMEN di Masa Pandemi COVID-19


Untuk pembelajaran tatap muka terbatas, prosedur yang harus dilakukan adalah sesuai dengan ketentuan berikut:

Protokol Kesehatan yang perlu dilakukan untuk pembelajaran Tatap Muka Terbatas juga diatur dalam buku panduan ini, Mah. Sebelum dan setelah pembelajaran, semua yang hadir harus memastikan disinfeksi sarana prasarana dan lingkungan satuan pendidikan, serta memastikan ketersediaan cairan disinfektan, sabun cuci tangan, air bersih, dan cairan pembersih tangan; memastikan ketersediaan masker cadangan; memastikan alat pengukur suhu berfungsi dengan baik; dan melakukan pemantauan kesehatan warga satuan pendidikan dari suhu tubuh dan gejala lainnya.

Jika Mamah membaca buku panduannya, akan terlihat bahwa prosedur yang dilakukan cukup rumit namun memang sengaja dirancang untuk melindungi semua yang terlibat dalam proses pembelajaran dari penularan virus COVID-19 dan penyakit lainnya.

Poin paling penting dalam buku ini adalah bahwa orangtua/wali diberi kebebasan untuk memilih apakah menyetujui anak untuk melakukan pembelajaran tatap muka terbatas atau tetap melanjutkan pembelajaran secara jarak jauh. Hal ini tentu saja membuat Mamah tenang karena melihat perkembangan penularan pandemi yang sedemikian parah akhir-akhir ini, sepertinya sulit untuk kita untuk menyetujui kembali ke pembelajaran tatap muka.

Tetap Semangat Belajar di Rumah

Saat ini, ketika angka kasus positif COVID-19 di Indonesia terus menerus naik dengan tajam, pada umumnya sekolah memilih untuk kembali melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ), yang artinya anak kembali belajar di rumah.

Menurut buku panduan yang disebutkan di atas, prinsip pembelajaran yang penting di masa pandemi ini terangkum dalam gambar di bawah ini:

Prinsip Pembelajaran di Masa Pandemi

Poin pertama dan paling penting, adalah orientasi pada anak. Pembelajaran didasarkan pada kebutuhan, kondisi, dan kemampuan awal siswa, serta memastikan pemenuhan hak-hak peserta didik. Artinya, kita sebagai orangtua perlu selalu sadar bahwa tujuan sekolah adalah memenuhi hak anak akan belajar, jadi apapun yang dilakukan adalah dalam rangka memenuhi hak mereka dan bukan sekadar menuntaskan kewajiban kita untuk menyekolahkan maupun kewajiban guru dan sekolah untuk mengajar anak. Setiap anak punya kebutuhan, kondisi, dan kemampuan awal yang berbeda; maka pada masa-masa seperti ini dibutuhkan rentang toleransi yang lebih besar lagi, kesabaran yang lebih banyak lagi, dalam mendampingi anak yang misalnya belum bisa mandiri dalam mengikuti pelajaran; punya kesulitan untuk berkomunikasi dengan guru; atau sulit berkonsentrasi jika belajar di sekitar saudara-saudaranya.

Selanjutnya, prinsip pembelajaran juga berorientasi pada keterampilan hidup. Pembelajaran tidak hanya menekankan pada pencapaian akademis semata tetapi pada penguasaan keterampilan hidup termasuk keterampilan belajar dan beradaptasi di masa pandemi COVID-19. Yuk Mah, mari beri apresiasi pada anak untuk prestasi dan kemajuan kecil mereka dalam proses belajar, dan bukan hanya untuk nilainya saja. Misalnya ketika anak akhirnya berani untuk memperlihatkan wajahnya di layar komputer saat PJJ, atau saat anak bisa menjawab pertanyaan dengan baik, atau tetap bisa berkonsentrasi walaupun adiknya mengajak bermain di tengah pembelajaran.

Poin ketiga, pembelajaran bermakna dan terdiferensiasi, yaitu pembelajaran yang memandu siswa menghubungkan pelajaran dengan konsep yang telah dikuasai dan praktek kehidupan sehari-hari. Keberadaan anak yang belajar sepanjang waktu dengan kita sebenarnya dapat kita jadikan kesempatan kita untuk belajar menjadi orangtua yang lebih baik. Kalau selama ini kita lebih banyak menyerahkan pendidikan anak kepada sekolah dan guru-gurunya, inilah saat yang tepat untuk kita turut berperan aktif dalam menghubungkan materi sekolahnya dengan kejadian sehari-hari. Misalnya pada saat pelajaran tematik tentang lingkungan, kita bisa bercerita tentang situasi terkini kepada anak, mengajak mereka ngobrol dan turut mencari solusi untuk permasalahan lingkungan.

Memang tidak semudah yang terlihat, namun percayalah Mah, kita bisa memulai dari yang kecil dan sederhana untuk kemudian belajar menjadi lebih baik lagi. Kalau anak belajar di sekolah untuk menjadi siswa yang baik, saat PJJ ini kita juga bisa ikut belajar menjadi guru yang baik untuk anak; belajar kompak dengan sang Ayah, dengan Nenek Kakek, Paman Bibi, dan keluarga yang tinggal di rumah, untuk saling mendukung memperbaiki situasi belajar untuk anak sedikit demi sedikit setiap hari di rumah.

Kompak dengan anggota keluarga untuk mendukung situasi belajar di rumah (Sumber: Freepik)

Berikutnya adalah pemberian umpan balik yang bermakna dan langsung untuk membantu siswa. Kalau selama ini kita hanya terima rapor dari sekolah berupa nilai-nilai, selama PJJ ini kita juga bisa memberi umpan balik secara langsung kepada anak, dan juga memberi masukan kepada sekolah terhadap cara pembelajaran. Jadikanlah guru dan sekolah sebagai mitra, yang bahu-membahu saling mendukung untuk bertahan di masa sulit ini, sambil berusaha memberikan pengalaman belajar yang baik untuk anak. Dengan mengalami dinamika pendampingan anak yang belajar dari rumah, sedikitnya kita akan merasa lebih menghargai guru dan sekolah, dan karena itu juga bisa lebih baik dalam mengkomunikasikan umpan balik kita terhadap proses pembelajaran yang diselenggarakan.

Poin yang terakhir adalah inklusif, yaitu pembelajaran nondiskriminatif yang memastikan keterlibatan semua dan setiap siswa untuk terlibat secara utuh dalam proses pembelajaran. Sesungguhnya Mah, masa belajar dari rumah melalui PJJ adalah kesempatan untuk kita sebanyak-banyaknya beramal dan melatih empati. Dengan mendampingi anak-anak belajar, kita bisa memperhatikan keadaan teman-temannya dan melihat sampai sejauh mana prinsip inklusif diberlakukan. Misalnya jika kita memperhatikan ada temannya yang kesulitan dalam mengikuti pembelajaran, kita bisa berkomunikasi dengan wali kelas, barangkali teman anak kita terkendala dalam sarana dan prasarana pembelajaran, atau sedang ada permasalahan keluarga, atau terdampak secara ekonomi, dan sebagainya; barangkali kita bisa membantu memberi solusi.

Prinsip inklusif memastikan semua dan setiap siswa terlibat secara utuh dalam proses pembelajaran (Sumber: Freepik)

Penutup

Masih banyak lagi sebenarnya hal-hal menarik dan penting yang termuat dalam buku panduan tersebut. Pada intinya, pemerintah telah berusaha untuk menyiapkan kerangka aturan dan panduan untuk sekolah dan orangtua, agar tetap bisa menyelenggarakan pendidikan tanpa membahayakan siswa dan keluarganya. Banyak berita simpang siur di media, atau yang beredar di internet tentang kewajiban masuk sekolah tatap muka yang seringkali membuat kita bingung dan khawatir, kemudian malah mengalihkan kita dari tugas utama mendampingi anak belajar.

Semoga hal-hal yang tercantum dalam buku panduan dan peraturan resmi pemerintah lainnya yang disebutkan dalam tulisan ini bisa membantu Mamah untuk lebih semangat lagi dalam mendampingi anak-anak belajar, dan terutama juga menenangkan pikiran di tengah situasi pandemi yang semakin memburuk ini.

Ingat ya Mah, saat ini  yang paling penting untuk kita semua adalah bertahan hidup dan sehat sampai pandemi ini berakhir. Nilai sekolah bukanlah prioritas. Pembelajaran dirancang untuk menguasai keterampilan hidup termasuk keterampilan beradaptasi di masa pandemi COVID-19 ini. Maka, marilah banyak-banyak bersyukur, dan memberi penghargaan terhadap anak untuk prestasi-prestasi kecil mereka, supaya kita semua tetap semangat belajar di masa pandemi ini.

Lenny Martini
Lenny Martini
Articles: 3

4 Comments

Tinggalkan Balasan ke Dewi Laily PurnamasariCancel Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *