Cuaca pagi ini masih menyisakan mendung karena hujan semalaman. Selesai aktivitas rutin di pagi hari, aku menyempatkan duduk manis di ruang kerja. Tak ada agenda keluar rumah karena masih harus menyiapkan dokumen untuk Rapat Kerja bersama Rektor dan manajemen kampus. Namun, bisa dilakukan hybrid dengan teknologi digital saat ini.
Teringat percakapanku tadi malam dengan teh Risna melalui WhatsApp, “Halo teh Dewi, selamat malam. Mau nanya, teh Dewi kira-kira bisa nggak menulis untuk MGN tentang: Mamah Gajah perlu menulis.”
“Wahhh, tema menarik nih Teh,” jawabku.
Teh Risna memberikan clue apa yang harus ditulis, “Bisa cerita pengalaman mendapat manfaat apa selama ini menulis blog? Sekaligus mengajak para Mamah Gajah lain buat menulis dan semangat joint MGN.”
Aku berpikir bagaimana caranya bisa mendapat data primer dari member of MGN terkait tema artikel kali ini? Criiing … Tetiba di kepala ini muncul ide. Oke, aku buat survei kecil-kecilan deh! Walau kalau pakai standar penelitian ilmiah, pastinya belum terlalu ilmiah hehehe …
Pertanyaan yang aku ajukan ada dua, yaitu (1) Mengapa Mamah masih setia menulis atau konsisten menulis? (2) Apa manfaat menulis selama ini? (Boleh jawab satu atau dua-duanya).
Mengapa Member of MGN Setia / Konsisten Menulis dan Apa Manfaatnya?
Teh Shanty bercerita bahwa dia teringat di buku berjudul When Breath Becomes Air-nya Paul Kalanithi. Di buku itu ada cerita tentang ‘daftar bacaan untuk persiapan universitas’. Jadi si ibunya memaksa anak-anaknya untuk membaca buku itu biar bisa pada masuk Ivy League di US. “Bacaan kayak 1984, Hamlet, The Prince, dipaksakan untuk dibaca anaknya sejak usia SD-SMP gitu. Jadi saat membuat essay, hasilnya bagus-bagus.”
Sejalan dengan pendapat teh Andina, bahwa menulis itu membuat pintar dan merasa senang jika tulisannya memberi manfaat kepada para pembacanya. Teh Yustika mengatakan, “Menulis bukan cuma di blog. Justru lebih banyak menulis fiksi, prosa, puisi. Buatku, menulis itu to clear the mind. Karena pikiran terlalu ruwet kalau nggak dikeluarkan dalam bentuk tulisan. Juga belajar untuk menuangkan apa yang ada di pikiran dengan lebih terstruktur.”
Aku setuju nih dengan pendapat teh Hani, menulis itu seperti hutang. Rasanya akan sulit tidur kalau belum bayar hutang. “Pastinya akan ditagih host tantangan MGN ya Teh,” candaku.
“Ditagih NicSap,” tulis teh Shanty.
Oya, ada jawaban yang saling mendukung alias menguatkan! Entahlah apa karena mereka adik-kakak ya hehehe … Teh Restu bilang kalau menulis itu karena suka cerita. Namun, masalahnya susah konsisten. Banyaknya mental writing saja alias dibatin tok ceritanya.
Nah, teh Ririn mengatakan, “Setelah menulis rasanya senang. Belum konsisten tapi menulis jadi sesuatu yang wajib diupayakan karena jadi ada momen jeda dari hari-hari yang kedubrakan, semacam meditasi kalau untuk saya. Manfaat menulis sebagai dokumentasi, mengeluarkan benang kusut di kepala, refreshing.”
Wahhh, pikiran kusut itu memang harus diurai. Setuju sekali, ternyata menulis bermanfat untuk mengurai pikiran yang ruwet itu. Teh Ilma juga berpendapat bahwa menulis bisa menjadi terapi untuk mengeluarkan energi negatif. Sehingga kita kembali memiliki energi positif. Selain itu dengan menulis kita bisa mengorganisasikan pikiran, menumbuhkan percaya diri.
Senada dengan teh Ilma tentang menulis itu cara paling nyaman berkomunikasi dengan orang, ketimbang berbicara. Teh Sari juga merasa bahwa menulis itu untuk healing dan menyampaikan sesuatu di pikiran yang tak semuanya bisa disampaikan secara langsung dengan lisan. Menulis adalah cara aman dan tanpa interupsi untuk menyampaikan isi pikiran dan hati.
Sedangkan teh Risna berpendapat bahwa menulis untuk mencatat yang ingin diingat seperti catatan belajar, tutorial, pendapat, atau catatan jalan-jalan keluarga. Manfaat yang didapat dari menulis adalah mempunyai mesin waktu untuk melihat perkembangan anak dan keluarga, selain emosi diri dari gaya menulis sendiri.
“Masih boleh ikutan?” tanya teh Alfi.
“Tentu saja, dengan senang hati,” jawabku.
Teh Alfi menceritakan bahwa telah terbukti makin ke sini makin banyak memori yang tertimpa oleh memori lain. Padahal memori itu ingin diingat juga. Menarik sekali ini pendapatnya ternyata menulis bisa meringankan kepala, hehehe … Membiasakan menulis, terutama bahasa Indonesia yang baik dan benar itu melatih melancarkan kalau sedang belajar bahasa lain. Lebih mudah mencari referensi karena sudah sempat dikumpulkan dan tinggal share tulisan saat membutuhkan referensi yang sama.
Oya, ada pengalaman inspiratif dari teh Andina, teh Hani, dan teh Sari, bahwa menulis juga dapat menghasilkan cuan atau penghasilan tambahan.
Berbagi Pengalaman Literasi
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, (UNESCO) menjelaskan bahwa literasi adalah seperangkat keterampilan yang nyata, khususnya keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis.Sedangkan di dalam kamus online Merriam—Webster, dijelaskan bahwa literasi adalah kemampuan atau kualitas melek aksara di mana di dalamnya terdapat kemampuan membaca, menulis, dan mengenali serta memahami ide-ide secara visual.
Berdasarkan definisi tersebut, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa. Fakta literasi di Indonesia, berdasarkan survei yang dilakukan CSSU tentang perilaku literasi, menempatkan Indonesia berada di posisi ke-61 dari 62 negara. UNESCO yang menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang rajin membaca. (Sumber https://gln.kemdikbud.go.id/.)
Diskusi hangat di WhatsApp MGN masih berlanjut terkait pentingnya literasi bagi diri kita, terutama untuk anak-anak sebagai generasi masa depan.
“Mengapa ujian masuk ke PTN di Indonesia tidak ada essay atau motivation letter?” tanyaku dalam sebuah diskusi.
Teh Andra menanggapi, “Ini bakal bıkın susah masuk PTN nggak ya? Aku cukup pesımıs dengan kemampuan Gen Z Indonesıa memahamı lıteratur (let alone to write a good artıcle—sorry).”
Teh Andra melanjutkan penjelasannya, bahwa pelajaran bahasa Indonesıa sekarang sudah tidak mempelajarı lagı lıteratur klasık. Sıtı Nurbaya, Puısı Aku, Dıponegoro, Karawang-Bekası, Belenggu, Layar Terkembang, dll. Mereka tidak kenal angkatan Balaı Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan 45. Syukur kalau masih ada yang membaca karya Sındhunata atau Ahmad Fuadı.
Informasi tersebut sesungguhnya menjadi suluh penyemangat kita, bahwa untuk menulis memang harus membaca buku. Tidak hanya dibaca saja, tetapi kemampuan untuk menganalısıs lıteratur berdasarkan latar belakang penulis, kondısı sosial, politik, budaya, dan gagasan yang ıngın dısampaıkan penulis. Analısıs ını adalah modal berpıkır krıtıs. Begitu tulis teh Andra ketika diskusi berlanjut dengan budaya menulis di kalangan anak muda Indonesia saat ini.
Kemudian teh May yang tinggal di Malaysia menanggapi diskusi hangat ini. “Menarik nih opini teh Andra. Sekarang anak saya year 11 dengan UK Curiculum, tahun ini ada ujian O level. Ada pelajaran yang kata anak saya paling susah yaitu English. Ada beragam English, yaitu English Language dengan English Literature. Saya pernah membaca buku yang literature, itu memang betulan harus review buku dan puisi, dan memang susah.”
Aku sangat terinspirasi dengan kisah teh Alfi dan anak bungsunya tentang ujian akhir sekolah mata pelajaran bahasa Perancis. Selain membaca buku yang telah ditentukan oleh sekolah, siswa kelas XI harus membuat disertasi tentang suatu karya sastra yang bisa dipilih dari yang diberikan di hari ujian atau komentar atas teks yang diberikan di hari-H juga. Ada empat tema besar yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Perancis setiap tahunnya. Tema ujian ini diundi dari tema-tema yang sudah diberikan sebelumnya.
Bagaimana dengan pendidikan di Indonesia, terkait budaya literasi ini?
Berguru kepada buku. Para penulis buku sejatinya mereka juga guru. Sewaktu sekolah dulu hingga kuliah pascasarjana, aku belajar dari para guru. Namun, banyak juga yang tak diajarkan guru di sekolah dan kampus, justru aku dapatkan dari buku.
Semenjak aku dikenalkan dengan buku berjudul Pemburu Kuman karya Paul de Kruif (1953) saat duduk di bangku SD oleh Bapa, maka minatku terhadap ilmu pengetahuan alam mulai muncul. Buku setebal 491 halaman itu diterjemahkan oleh Taufik Salim, dan diterbitkan oleh Van Hoeve, Bandung.
Saat SMP, aku berteman dengan seorang anak yang nge-fans berat kepada Albert Einstein. Dia kepincut dengan teori relativitas Einstein. Lucu sekali temanku ini, aku diberi hadiah ulang tahun ringkasan buku berjudul Relativity: The Special And General Theory, ada-ada saja. Lama tak bersua karena dia pindah sekolah SMA ke Bandung, akhirnya berjumpa lagi di ITB. Dia lolos masuk ke jurusan Teknik Elektro.
Beberapa kali aku diajak diskusi tentang fenomena alam berdasarkan teori lubang hitam yang diturunkan Stephen Hawking pada tahun 1971 dari teori relativitas umum Albert Einstein. Aku kadang lieur hingga terkantuk-kantuk mendengar penjelasannya hihihi …
Setelah lulus kuliah dan bekerja, mulailah membeli buku yang aku suka. Koleksinya bervariasi ada ensiklopedi, agama, politik, sosial, budaya, ekonomi, juga novel. Tentu saja koleksi buku arsitektur dan manajemen banyak aku miliki, karena kuliah S1 di Arsitektur ITB tahun 1989 – 1994 kemudian melanjutkan S2 Magister Manajemen dengan konsentrasi Manajemen Pemasaran.
Juara Ranking #1 Tantangan MGN 2024
Senang sekali hatiku saat membuka e-mail dan mendapat surat cinta dari admin Mamah Gajah Ngeblog (MGN). Hatiku semakin berbunga-bunga ketika ada kiriman badge cantik dan sertifikat yang membuatku semakin bersemangat untuk setia / konsisten menulis.
Surat Cinta dari MGN
Selamat atas Konsistensi Anda di Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog!
Halo Mamah,
Selamat dan terima kasih atas partisipasi Mamah selama ini dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog 2024.
Kita sangat mengapresiasi dedikasi dan konsistensi Mamah sepanjang tahun 2024. Meskipun mungkin ada bulan-bulan di mana Mamah tidak ikut serta, komitmen selama 10 bulan penuh merupakan pencapaian yang luar biasa. Semangat menulis Mamah telah menginspirasi banyak orang di komunitas ini!
Sebagai bentuk penghargaan atas usaha Mamah, dengan bangga kami memberikan e-certificate dan badge ekslusif sebagai simbol konsistensi Mamah di tantangan ini.
Kami harap penghargaan ini dapat menjadi pengingat atas perjalanan inspiratif sebagai blogger. Jangan berhenti berbagi cerita dan teruslah menyebarkan inspirasi melalui tulisan-tulisan Mamah.
“Konsistensi adalah kunci keberhasilan. Setiap tulisan yang Anda bagikan adalah langkah kecil yang membawa dampak besar. Teruslah menulis, teruslah menginspirasi.“
Terima kasih telah menjadi bagian dari komunitas Mamah Gajah Ngeblog.
Kami nantikan karya-karya Mamah berikutnya!
Salam hangat,
Tim Admin Tantangan Mamah Gajah Ngeblog
Badge Cantik MGN
Mamah Gajah Ngeblog adalah salah satu sub-komunitas yang berada di dalam komunitas ITBMotherhood. Mulai eksis tanggal 2 Januari 2021, tujuan komunitas Mamah Gajah Ngeblog adalah agar Mamah anggota dapat saling silaturahmi dan saling berbagi ilmu sehingga bisa memperluas wawasan juga meningkatkan kapasitas diri sebagai blogger bersama-sama.
Hanya anggota yang bisa melihat siapa anggota grup Facebook ITBMotherhood dan apa yang di-posting. Hanya anggota yang bisa menemukan grup ini. Jadi bagi mahasiswi atau alumni perempuan ITB yang ingin menjadi anggota bisa memverifikasi Nomor Induk Mahasiswa (NIM) ITB. Sedangkan membership approval berdasarkan rekomendasi dari anggota yang sudah tergabung terlebih dahulu di ITBMotherhood.
Grup ini dibuat pada tahun 2010, untuk mewadahi mahasiswi atau alumni perempuan ITB yang tertarik pada dunia ibu dan anak. Alhamdulillah saat artikel ini ditulis, ITBMotherhood telah memiliki 4487 member dari berbagai penjuru dunia. “We have different minds, different sources, different arguments. But we respect each other and we learn from each other“.
“Teh Dewi, gimana caranya bisa menulis cepat?” tanya beberapa teman di komunitas menulis.
“Entahlah … Kadang aku juga nggak tahu kenapa, hehehe …?” jawabku sambil geleng-geleng kepala.
Mungkin artikel yang aku tulis ini dapat memberikan sedikit gambaran, ‘Tips untuk Konsisten Menulis, Tantangan, dan Cara Menaklukkannya‘. Sepertinya lebih kepada aku tidak suka menunda menulis karena nanti banyak kerjaan lain yang sudah menanti. Apalagi jadwal keluar kota yang tidak memungkinkan aku menulis.
Kendalaku salah satunya adalah tidak bisa menulis kalau tidak pakai laptop. Aku juga membutuhkan koneksi internet ketika menulis di blog. Padahal sering sekali lokasi yang aku kunjungi up down atau hilang sinyal. Bersyukur akhirnya mendapat hadiah dari suami tercinta sebuah tablet yang bisa aku bawa saat bepergian sehingga masih bisa menulis jika ada sinyal.
Penutup
Andai pun kita sudah tiada, semoga karya dalam bentuk tulisan tetap menebar manfaat dan menjadi kebaikan bagi sesama. aamiin.
Hayuk atuh Mamah-Mamah kesayangan di ITBMotherhood atau di manapun berada, mulai menulis. Jika sudah mulai mari konsisten menjalaninya. Salam semangat …