Telah 5 kali ITB mengadakan open house, namun baru kali ini saya berkesempatan merasakan sendiri keseruan acara 3 hari di Sasana Budaya Ganesha ini. Saat mendapatkan informasi mengenai open house ITB di IG @admission.itb, saya sudah tahu kalau acara ini memang bisa disaksikan secara online melalui Youtube. Walau begitu, saya penasaran saja untuk datang langsung pada hari pertama, Jumat 3 Januari 2025.
Wah ternyata beneran deh, saya merasakan aura yang sangat luar biasa saat berada di Sabuga. Sesuatu yang mungkin tidak akan saya rasakan jika hanya sekedar menyaksikan dari Youtube.
Open House 3 Hari
Di hari pertama, acara dibuka oleh Bu Rektor Reini Wirahadikusumah. Open house ITB kali ini adalah open house terakhir bagi rektor perempuan pertama ITB yang telah menjabat sejak tahun 2020. Per hari ini, 20 Januari 2025, ITB telah melantik Dekan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB Tatacipta Dirgantara sebagai rektor untuk periode 2025-2030.
Acara di hari pertama bersifat pemaparan program ITB secara umum. Seperti kurikulum ITB 2024 dan proses seleksi penerimaan mahasiswa ITB. Buat saya, acara terakhir ini yang paling memuaskan rasa ingin tahu saya. Saya merasa beruntung bisa hadir di acara ini, karena ternyata memang tidak ada rekaman youtube-nya.
Di hari kedua, marathon pengenalan setiap sekolah dan fakultas di ITB dari dua ruangan. Pengunjung bisa memilih ingin menonton yang mana. Kalau pun terlewat, bisa ditonton via youtube.
Di hari kedua ini, saya dan suami seharian menghabiskan waktu menonton acara ini dari rumah. Seru banget deh melihat penjelasan dari setiap fakultas dan sekolah mengenai jurusan mereka. Sangat lengkap karena penjelasan diberikan oleh pihak dekan dan dosen, dari mahasiswa yang tengah belajar, dan dari alumni mengenai prospek kerja.
Sebenarnya selain turut mendengarkan penjelasan, kita bisa mengunjungi sejumlah stand dari setiap sekolah dan fakultas untuk bertanya mengenai informasi apapun terkait jurusan tersebut. Di setiap stand dipamerkan tugas-tugas mahasiswa, penjelasan mengenai apa yang dipelajari, prospek lapangan kerja, dan banyak lagi.
Nah ini nih yang diperlukan oleh para pelajar SMA untuk bisa lebih memahami dan mengenal jurusan yang ingin mereka masuki. Jadi tidak memilih jurusan hanya karena terlihat keren atau ikut-ikutan teman saja.
Ketika mampir ke stand SAPPK (rumpun ilmu untuk jurusan Arsitek dan Perencanaan Wilayah Kota), saya melihat ada sejumlah tugas gambar yang dipamerkan. Gambar-gambar yang begitu bagus. Andai di masa SMA saya dulu ada open house seperti ini, dan saya tahu bahwa mahasiswa Arsitek itu tugasnya seperti itu, dijamin saya tidak akan mengambil jurusan Arsitek seperti sekarang.
Beneran deh ini, Open House ITB itu bisa mengurangi jumlah anak-anak SMA yang salah masuk jurusan seperti saya.
Hari ketiga dimulai dengan pengenalan kampus ITB Jatinangor, Cirebon, dan Ganesha. Untuk kampus ITB Jakarta yang khusus program pasca sarjana, tidak terlalu dibahas.
Selain itu ada juga penjelasan mengenai program pasca sarjana ITB.
Menurut saya yang paling menarik di hari ketiga ini adalah Inspirational Talks yang mengangkat tema Mimpi Menjadi Nyata: Tips dan Cerita Sukses Alumni FTTM ITB.
Asli ini keren dan daging banget. Saya rasa, semua calon mahasiswa yang menyaksikan acara ini pasti pulang dengan semangat membara dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam mempersiapkan ujian seleksi PTN.
Berani Bermimpi
Mungkin kalau dengar kata ITB, banyak orang sudah malas duluan ya. Ya masuknya susah, belajar di dalamnya susah, keluarnya susah, bayarnya mahal, pokoknya seperti berat aja semuanya.
Ada yang bilang kalau gagal masuk ITB itu nangisnya 4 hari. Tapi kalau berhasil masuk ITB, nangisnya 4 tahun.
Kayanya kalau mau hidup aman nyaman damai sentosa, nggak usah lah repot-repot cari kerjaan masuk ITB segala.
Apa ia seperti itu?
Nah di acara terakhir ini, kami semua diajak untuk melihat dengan cara yang berbeda oleh Dr. Imam Santoso, S.T., M.Phil. (dosen FTTM), Raden Muchammad Nabil Salmanhakin (alumni FTTM angkatan 2020 yang juga penerima beasiswa S-3 Australia tanpa S-2), dan Revio Sasmito (mahasiswa berprestasi FTTM angkatan 2021).
Sebenarnya selain mereka bertiga, ada juga Pak Irvan Christiawan, S.T. selaku Kepala Subdirektorat Administrasi Penerimaan Mahasiswa yang menerangkan mengenai penerimaan mahasiswa baru ITB.
Kisah Zero to Hero di ITB
Mas Imam membuka presentasinya dengan bercerita mengenai dirinya. Sebagai anak desa di pelosok Jember yang memiliki rumah dari bambu dan berdinding gedek, ia berhasil masuk Teknik Pertambangan ITB tahun 2003 sebagai anak gap year dengan skor UTBK 871.97. Skor tertinggi di angkatannya. Dari situ ia belajar sungguh-sungguh sehingga menjadi salah satu mahasiswa terbaik ITB, dan melanjutkan sekolah hingga S3 di Finlandia.
Kalau kita lihat di IG Mas Imam Santoso, sebenarnya ada banyak anak ITB yang punya kisah-kisah zero to hero seperti itu. Wajar saja IG Mas Imam yang memiliki lebih dari 500 ribu follower itu, pengunjung kontennya bisa sampai jutaan orang.
Saya jadi auto follow IG Mas Imam, setelah menonton acara ini. Telat banget ya.
Menurut Mas Imam, berani bermimpi itu penting. Karena akan membuat hidup menjadi lebih terarah, jadi bisa mengubah hidup dan menginspirasi orang di sekitar kita, dan yang pasti membuat sehat jiwa dan raga.
Dengan mimpi, anak-anak tidak lagi akan buang-buang waktu nggak jelas, nggak akan banyak galau dan insecure. Hidupnya pun jadi lebih bersemangat aja.
“Tidak ada mimpi yang terlalu besar atau pemimpi yang terlalu kecil. Jangan takut jatuh karena mimpinya ketinggian. Kalau mimpinya di planet mars atau Andromeda, ya setidaknya jatuhnya di planet Pluto atau Bimasakti lah.” Imam Santoso
Jangan takut jatuh, itu adalah proses yang harus kita nikmati agar menjadi lebih kuat.
Cara Meraih Impian ala Mahasiswa ITB
Setelah bermimpi, lalu selanjutnya bagaimana? Bagaimana kita tahu mimpi kita ini terlalu ngawang-ngawang atau realistis?
Kalau menurut Mas Imam, selama mimpi kita bisa di-breakdown menjadi rencana yang bisa dilaksanakan, itu artinya realistis. Mas Imam menceritakan bagaimana pentingnya membuat rencana itu.
“Hidup ini tidak bisa asal mengikuti kemana air mengalir. Bagaimana kalau mengalirnya ke septictank? Hidup ini perlu direncanakan, diarahkan, dan dipersiapkan.”
Di tahun 2022, Mas Imam membuat rencana studi bersama Nabil. Apa langkah-langkah yang harus ia lakukan. Dalam rencana itu mencakup waktu menyelesaikan kuliah dan target-target lainnya. Dalam rencana itu, Nabil diproyeksikan untuk bisa S3 di usia 29 tahun.
Dengan disiplin pada rencana, kini Nabil mendapatkan skor IELTS 7.5 dan diterima program S3 tanpa S2. Insya Allah di usia 26 tahun ia akan S3.
“Pertama tahu mimpinya. Itu sudah 20%. Kedua tahu tantangan dalam mencapai mimpi. Itu sudah 50%. Dan sisanya 30% lagi adalah merealisasikannya.” – Nabil
Demikian juga dengan Revio. Ia membangun CV-nya dengan rencana yang matang.
“CV itu tidak bisa dibangun dalam 4 bulan. CV itu direncanakan dalam waktu 4 tahun.”
Nabil dan Revio juga menceritakan bagaimana persiapan mereka untuk masuk ITB. Dari yang belajar sejak subuh hingga pukul 10 malam setiap hari, latihan tryout 7 kali dalam 1 minggu alias setiap hari, sampai mengurangi waktu main.
Kebiasaan yang nantinya akan sangat berguna untuk bisa bertahan di ITB. Ada tips bagus dari Nabil dan Revio mengenai cara mereka membagi waktu.
Tips Bagi Waktu ala Mahasiswa ITB
Nabil bercerita bahwa saat mengambil 18 sks dalam 1 semester, itu artinya mahasiswa perlu mempersiapkan waktu untuk 1 jam belajar sebelum kelas, 1 jam belajar saat kelas, dan 1 jam belajar setelah kelas untuk mengerjakan tugas. Jadi waktu belajar itu setidaknya 3×18 jam per minggu. Baru nanti sisanya untuk kegiatan lain seperti unit dan himpunan. Jangan sampai salah menentukan prioritas. Bisa kacau semuanya.
Revio menambahkan untuk taat pada jadwal yang dibuat. Saat kuliah ya fokus kuliah, saat berorganisasi ya fokus dengan organisasi, saat main ya main.
Berorganisasi di ITB itu sangat penting. Terlebih dalam kurikulum ITB 2024, kegiatan non akademis seperti unit dan himpunan mendapatkan peran lebih besar di ITB.
Ada 80-an unit kegiatan mahasiswa dan 44 himpunan di ITB yang bisa menjadi wadah berlatih bagi para mahasiswa. Umumnya seorang mahasiswa aktif di 1 unit dan 1 himpunan. Di tahun pertama mahasiswa akan masuk ke unit kegiatan mahasiswa. Di tahun kedua mulai jadi pengurus atau ketua. Di tahun ketiga atau keempat menjadi pengurus himpunan.
Mengenai Rasa Takut dan Kegagalan
Sudah belajar mati-matian, wajar kah kalau merasa takut gagal, takut kecewa?
“Takut itu berhubungan dengan ketidaksiapan, Ketika tidak belajar maksimal, wajar kalau takut. Jadi coba cek lagi persiapannya. Apakah sudah cukup banyak latihan soalnya? Sudah dikurangi screen timenya? Sudah cukup skor tryout UTBK-nya?” – Imam Santoso
Rasa takut itu wajar. Takut membuat manusia tumbuh dan melakukan persiapan yang lebih baik. Rasa takut juga bagus untuk mengusir rasa malas. – Revio
Nabil juga sempat bercerita mengenai kegagalan yang dialaminya. Ia sempat ingin masuk Matematika Unpad melalui jalur undangan. Ia sudah berusaha sebaik mungkin agar nilai rapornya bagus demi bisa tembus jalur undangan. Sayangnya ia ditelikung oleh sahabatnya sendiri.
Kemudian ia mencoba jalur mandiri Polban jurusan informatika. Sayangnya masih gagal juga.
Ujian masuk FTTM ITB adalah kesempatan terakhirnya agar tidak perlu mengambil opsi gap year. Alhamdulillah lulus.
Hal yang sama kembali terulang saat melamar ke perusahaan. Beberapa kali ia ditolak padahal sudah berusaha maksimal. Ternyata rezekinya untuk studi di Australia langsung S2.
“Tuhan lebih tahu masa depan dibanding dirimu.” – Nabil
Mengenai SNBP
Ada penjelasan menarik mengenai SNBP (Seleksi Nasional Berbasis Prestasi) dari Pak Irvan yang menurut saya penting untuk diinformasikan.
Bahwa SNBP itu adalah sebuah sistem penerimaan mahasiswa berdasarkan potensi akademik yang tergambar pada nilai rapor. Masalahnya nilai rapor itu tidak standar.
Angka 90 dari sekolah di Bandung bisa jadi berbeda kompetensinya dengan angka 90 di pelosok Jember. Nilai menjadi sangat subjektif.
Itu sebabnya salah satu cara yang dilakukan PTN agar terjadi keadilan untuk semua sekolah, adalah melihat rekam jejak prestasi alumninya. Dilihat korelasi antara nilai rapor dan IP alumni di PTN tersebut.
Semua PTN di Indonesia sudah memiliki formula untuk melakukan leveling tersebut. Mereka sudah berpengalaman selama lebih dari 14 tahun untuk melakukan SNBP, Jadi tidak perlu khawatir mengenai hal ini.
Pesan akhir
“Jangan pernah lelah berusaha. Gagal itu mungkin. Tapi tanpa usaha gagal itu sudah pasti. Jangan takut gagal. Karena setiap kegagalan pasti ada pelajarannya.” – Irvan Christiawan.
Menempuh studi di ITB itu memang susah. Tapi memang disitulah nilai tambahnya. Seperti cerita Nabil tentang Berlian dan Pensil yang sama-sama elemennya adalah karbon.
Ketika masuk ITB, semua adalah karbon. Lalu setiap mahasiswa diberi tekanan dan temperatur yang tinggi dari sisi akademis dan non akademis. Sehingga keluar lulusan ITB yang katanya berlian.
Insya Allah. Salam In Harmonia Progressio. Mari kita maju bersama-sama dengan selaras.