Selayang Pandang Pasar Seni ITB

Selayang Pandang Pasar Seni ITB

Dua acara akbar di Bandung baru saja digelar tanggal 18-19 Oktober 2025 yang lalu. Acara tersebut adalah Asia Africa Festival dan Pasar Seni ITB. Harusnya gelaran Asia Africa Festival dilaksanakan awal September 2025, tetapi karena ada Demo DPR akhir Agustus yang meluas dan menelan korban jiwa, maka AAF diundur ke bulan Oktober.

Sedangkan Pasar Seni ITB memang sejak awal tahun 2025 sudah dilakukan persiapan publikasi dan promosi awal, mengingat acara ini vakum lebih dari 10 tahun. Pameran “Kilas Balik: Lima Dekade Pasar Seni ITB” pun digelar di Galeri Soemardja pada bulan Mei 2025.

Saya pun jadi mengingat-ingat kapan pertama kali, dan kapan terakhir ke Pasar Seni ITB ini, lalu ubek-ubek album foto. Zaman dulu benar-benar berupa album foto, karena fotonya berupa foto cetak. Sedangkan saya baru punya kamera saku digital tahun 2010.

Mamah-mamah yang dari FSRD zaman mahasiswa mungkin malah terlibat sebagai panitia. Waktu itu merupakan suatu kebanggaan bagi mahasiwa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ikut sibuk demi suksesnya penyelenggaraan Pasar Seni ITB.

Sejarah Pasar Seni ITB

Saya sendiri dulunya bukan mahasiswa Seni Rupa, loh. Cuma dekat dengan seorang Mas-mas mahasiswa Seni Rupa. Seingat saya pertama kali hadir di Pasar Seni ITB ini tahun 1979, malah ikut jaga booth saudaranya si Mas ini. Saudaranya ini datang dari Malang, menjual pernak-pernik rajutan, berupa boneka dan bantal. Tetapi saya mencari informasi di internet, lini masa penyelenggaraan Pasar Seni ITB ini kok tidak menemukan data yang akurat. Dokumentasi pun tak punya.

Informasi yang beredar hanya menjelaskan bahwa awal diselenggarakan di tahun 1972, sedangkan terakhir diadakan di tahun 2014.

Menurut berbagai sumber, ide diadakannya Pasar Seni ITB ini berasal dari seorang dosen FSRD, A.D. Pirous, yang juga seorang seniman grafis serta kaligrafi. Beliau ingin memperluas apresiasi terhadap karya seni, melalui sebuah ajang pertemuan antara seniman dan masyarakat langsung.

A.D. Pirous tahun 1970-an sempat studi ke Amerika, yang di tahun 2005 diangkat menjadi guru besar emeritus. Di sana ada tradisi, para seniman melakukan garage sale di pergantian musim, agar karya-karya mereka tidak rusak. Beliau pun menempati stand kecil dan memamerkan karyanya, bahkan karyanya termasuk karya 2D terbaik, serta mendapat penghargaan dari pihak penyelenggara.

Sepulang dari Amerika, beliau menggagas diadakan acara serupa, sebagai wadah bagi seniman untuk berkembang karena kesulitan tidak ada galeri. Sementara di sisi lain, masyarakat pun masih merasa sungkan jika harus melihat karya seni di galeri, mungkin terkesan ekskulsif.

Pasar Seni ITB pun pertama kali digelar di tahun 1972, yang rencananya secara rutin diadakan setiap 4-5 tahun sekali.

Tema Pameran Per Dekade

Melalui website Institut Teknologi Bandung, pada tajuk berita, Pasar Seni ITB selalu dibalut dengan tema tertentu sesuai dengan kondisi waktu itu. Pada era 1970-an temanya berkait dengan seni yang tidak dikenal masyarakat luas, berupa gebrakan menuju inklusivitas. Seni yang dulunya terbatas di galeri, di Pasar Seni ITB bisa dinikmati di sepanjang Jalan Ganesha.

1980an

Pada tahun 1980-an, temanya tentang persaingan industri kreatif di masa pembangunan. Ada dua Pasar Seni yang digelar, yaitu tahun 1983 sekaligus sebagai bagian dari Lustrum VII ITB. Kemudian di tahun 1987, sebagai puncak Kongres III Ikatan Alumni ITB. Pada masa tersebut merespons perubahan sosial, ekonomi, dan politik masa itu. Di tengah gelombang globalisasi yang mulai terasa, Pasar Seni ITB berupaya memertahankan seni dan budaya lokal agar tetap relevan.

poster pasar seni 1983 dan piagam penghargaan

meppet show
meppet show, dokumentasi pasar seni itb 1983
album foto
dokumentasi pasar seni itb 1987, sumber: hani

1990an

Pada tahun 1990-an temanya tentang persoalan tata ruang sosial masyarakat, terutama kebebasan berekspresi. Dari instagramnya whiteboardjournal, Pasar Seni kembali diadakan pada tahun 1992 dan 1995. Pasar Seni 1992 diposisikan sebagai acara puncak Kongres IV Ikatan Alumni ITB. Dan mulai di tahun 1990-an ini anak-anak pun dapat menikmati meriahnya Pasar Seni melalui Pesta Gambar Kelompok Anak Pasar Seni ITB.

dokumentasi pasar seni itb 1990-an, sumber: hani

2000an

Selanjutnya ketika Pasar Seni pada era 2000-an karena perkembangan teknologi, maka terasa pula dampaknya terhadap karya-karya seni, sehingga temanya: Seni menyapa era digital.

Tahun 2000 terdapat area Kampung Tradisional dan Kampung Kontemporer di area Pasar Seni ITB.

Perhelatan berikutnya harusnya diadakan tahun 2004, tetapi konon ada masalah internal di pihak kampus, sehingga baru diadakan di tahun 2006.

Pada Pasar Seni 2006 ini menampilkan karya dengan materi yang lebih beragam. Tidak lagi hanya menggunakan media konvensional (lukis, patung, keramik, dan grafis), melainkan juga menggunakan media campuran (mixed media) atau media baru.

pasar seni itb 2006

2010 & 2014

Dekade berikutnya pada 2010-an temanya adalah kurang sadarnya masyarakat akan identitas keilmuan. Ada dua Pasar Seni di dekade ini, yaitu tahun 2010 dan 2014.

selayang pandang pasar seni itb
pasar seni itb 2010, sumber: hani
pasar seni itb 2010, sumber: hani
Pasar Seni ITB 2010. Foto: Andina
pasar seni itb 2010

Tahun 2010 ditandai dengan transformasi besar yaitu menggunakan material alami dan daur ulang serta mengajak masyarakat akan kesadaran lingkungan.

Tema di tahun 2014 mengeksplorasi hubungan antara seni, ruang, waktu, dan kesadaran manusia, judulnya “Antara Aku, Kita, dan Semesta“.

panggung musik pasar seni itb 2014, sumber: hani
booth penjualan karya pasar seni itb 2014, sumber: hani
kenangan pasar seni itb 2014 bersama Prof. AD. Pirous (alm), sumber: hani

Semula Pasar Seni berikutnya akan diadakan tahun 2020, tetapi apa daya, di tahun tersebut terjadi pandemi dan ada lockdown. Tema yang sudah dimunculkan yaitu Parallax, berarti perbedaan sudut pandang yang pasti beda makna, rencananya ingin menonjolkan kekaryaan yang besar mulai dari sastra, seni rupa, seni musik, dan teknologi.

Walaupun batal dilaksanakan, informasi tentang hal ini masih bisa diakses secara digital di instagram https://www.instagram.com/pasarseni2020/

instagram pasar seni itb 2020
instagram pasar seni itb 2020

2025

Setelah ada satu dekade jeda, bagaimana dengan tema di tahun 2025 ini?

Tema tahun 2025 adalah Setakat Lekat: Laku, Temu, Laju, yang mengandung semangat pertemuan lintas disiplin, komunitas, dan generasi.

suasana pasar seni itb 2025, sumber: hani

Tentang Sebuah Pertemuan

Ketika Pasar Seni ITB awal diluncurkan Prof. A.D. Pirous, digadang-gadang mempertemukan seniman dan masyarakat. Dulu itu seniman-seniman yang berkiprah turut berpameran di Pasar Seni ITB ya rata-rata dosen FSRD ITB. Walaupun namanya “pasar” sebetulnya lebih mengarah ke “festival”, memang menjadi media untuk mendekatkan karya mereka ke masyarakat.

Contohnya Rita Widagdo, seniman patung yang karya-karyanya tersebar di Jakarta, dimensinya biasanya besar. Tak heran, karena karya beliau mengisi ruang-ruang urban. Di Pasar Seni, beliau mengisi pameran dengan membuat replika karya lebih kecil dan dijual dengan harga terjangkau.

Begitu pula seniman lain, beberapa memang memajang replika karyanya kemudian dijual melalui sistem lelang. Di sinilah antusiasme masyarakat terbentuk. Ada sebuah kebanggaan, dapat memiliki karya seniman sohor, walaupun berupa replika atau cetak ulang karya grafis (2D).

Puluhan tahun berselang, dari tahun 1972, terakhir tahun 2014, lalu lompat ke tahun 2025, banyak perubahan tentang mengapresiasi seni. Menurut berbagai informasi, event ini telah 11 kali diselenggarakan. Setiap momen meninggalkan jejak dan setiap penyelenggaraan mengusung tema berbeda. Akibatnya kesan yang ditinggalkan pun berbeda.

Rekam jejak sependek ingatan yang bisa menjadi sorotan, karena tidak semua punya dokumentasinya, adalah sebagai berikut:

Seni dan Seniman

Mungkin mindset masyarakat tentang seni sampai sekarang masih berupa fine arts (seni lukis, grafis, dan lain-lain). Itu sebabnya yang datang ke Pasar Seni hanya untuk FOMO (fear of missing out), menganggap event 2025 tidak ada atau sedikit muatan seninya.

Sebetulnya menengok ke belakang, beberapa kali Pasar Seni ITB, tidak hanya menampilkan fine arts, ada juga penampilan konser musik, band, teatrikal, happening, berbagai lomba dan atraksi. Tujuannya cuma satu, memberikan warna baru berkesenian.

Seperti penyelenggaraan pendahulunya, seniman tetap bisa berpameran dan berjualan di booth yang ditawarkan panitia beberapa bulan sebelumnya. Harga sewa booth yang tidak murah memang membuat beberapa seniman atau alumni berkolaborasi untuk sewa bareng. Booth kali ini pun berbeda, tidak terbuat dari material bambu ramah lingkungan seperti yang sudah-sudah.

Saya melihat di tahun 2025, ini ada pemisahan antara seniman yang biasa-biasa dan seniman sekelas maestro. Seniman maestro memamerkan karyanya di Aula Barat dan Aula Timur di bawah koordinasi Adicitra Ganesha 2025, dengan tiket masuk berbayar.

pameran desainer dan jenama nasional di aula barat dan timur

Kesan seorang pengunjung dari Depok yang saya temui di hari pertama, bahwa dulu lebih merakyat, ada benarnya.

Tapi ya tidak salah juga, seniman maestro tersebut sekarang ini sudah mempunyai galeri sendiri. Kalau ingin melihat karyanya, silakan mengunjungi galeri sang Seniman, misalnya NuArt Sculpture Museum, Galeri Soenaryo, Serambi Pirous Studio Galeri, dan lain-lain.

Selain itu, di Bandung bermunculan galeri-galeri kecil yang sering menyelenggarakan pameran rutin, seperti Ruang Dini, Orbital Dago, Grey Art Gallery, Galeri Soemardja, Lawang Wangi, dan lain-lain.

Kerumunan

Pasar Seni ITB 2025 meninggalkan jejak viral bahwa penyelenggaranya dicap tidak kompeten, karena kerumunan yang sangat padat. Simpang siur pengunjung memang saya rasakan ketika hadir di dua hari event tahun ini. Bahkan untuk escape dari kerumunan pun perlu perjuangan, berhubung kaki pun tak sanggup melangkah lebih jauh, akhirnya saya tidak mengikuti flow yang diarahkan panitia ke Sabuga, tetapi ke luar dari pintu kecil arah Masjid Salman.

Dari dulu setiap Pasar Seni ITB ya memang mengumpulkan kerumunan karena intinya sebagai ruang temu mahasiswa, dosen, alumni, dan masyarakat.

ramai pengunjung dan karya seni, sumber: hani

kampung alumni pasar seni itb 2025, sumber: hani
temu alumni di tengah kerumunan, sumber: hani
tak soal berkeruman, yang penting ketemu, sumber: hani

Tujuannya menjadi semacam disrupsi antara seniman, langsung ke publik penikmat (a.k.a pembeli). Sehingga tidak perlu lagi melalui galeri atau ruang pamer yang berperan sebagai perantara antara seniman dan publik.

Harapannya dari lenyapnya sekat antara seniman dan publik, karya seni yang ditampilkan sampai ke publik.

Kerumunan memang menjadi lebih riuh karena tahun ini ada beberapa panggung pertunjukkan didirikan di kampus. Jam pertunjukkan yang masif silih berganti dan terjadwal, membuat kerumunan semakin menumpuk.

Di sisi lain, menikmati sebuah karya seni tidak bisa sebentar, perlu jarak, dan ruang pandang yang cukup. Desakan pengunjung silih berganti menyurutkan minat orang untuk membeli.

sulitnya menikmati karya seni di tengah kerumunan pasar seni itb 2025, sumber: hani

Faktor lain, kerumunan massa membuat koneksi internet mati. Pembayaran non tunai yang digadang-gadang memberikan kemudahan bagi pelaku pasar seni, termasuk seniman, penyedia kuliner, pelaku kreatif, komunitas, dan lain-lain, terhambat cukup signifikan.

pembayaran non tunai
pembayaran non tunai gagal

Kreativitas

Pasar Seni ITB, dengan semangat kreativitas dan kritik sosialnya, selalu menjadi wadah subur bagi ide-ide “jail” (gila, nakal, nyeleneh) dan satire yang digarap serius oleh mahasiswa. Ide-ide ini sering kali melampaui batas pameran seni biasa, sehingga meninggalkan kesan unik bagi pengunjung.

Misalnya, Tabloid “Koma Seru” (Pasar Seni ITB 1987), yang merupakan salah satu ide paling legendaris yang lahir dari semangat jail adalah terbitnya Tabloid Koma Seru (Koran Mahasiswa Seni Rupa) pada Pasar Seni 1987. Membuat koran yang isinya “tidak jelas” dan ditulis tangan, lalu dicetak secara massal hanya untuk sekali terbit, khusus pada hari Pasar Seni, yang selalu diadakan satu hari saja.

tabloid ‘koma seru’

Selain karya grafis berupa sindiran, ada pula ikon atau maskot yang dirilis. Tahun 1983, muncul maskot Ganesha sebagai ciri Institut Teknologi Bandung. Tahun 2014, ada ikon ‘Tyrex’ di gerbang utama, sedangkan tahun 2025, instalasi ikon ‘Baby Whale’ warna pink serta ‘Octopus’ warna oren menyambut pengunjung.

wisuda oktober 1983
kenangan wisuda oktober 1983, di samping maskot ex Pasar Seni ITB 1983, sumber: hani

Kreativitas nyeleneh lainnya adalah stand penjualan ijazah dari universitas fiktif “Institut Pasar Seni Indonesia”, lengkap dengan tanda tangan Prof. Yasraf Amir Piliang sebagai rektor dan Prof. Acep sebagai dekan, yang hanya berlaku satu hari. Pengunjung yang membeli ijazah silakan berfoto mengenakan toga, lengkap dengan selempang bertuliskan predikat seperti “Doktor Sehari” atau “Profesor Sehari”.

jual ijazah pasar seni

Hal-hal usil seperti ini dari dulu justru memancing animo masyarakat, dibanding stan lain yang menawarkan karya seni.

Di sinilah kunci dari lakunya sebuah produk, karena orang membeli momen sehari. Menjadi pelajaran bagi seniman lain yang melontarkan keluhan, sudah sewa booth, tetapi karyanya tidak ada yang laku satupun.

Para pelaku kreatif bisa menguji apakah karya mereka diterima publik, sekaligus belajar tentang harga, selera, dan strategi promosi. Menyasar selera pasar tentu saja tidak mudah, produk serupa yang laris di tahun 2014, belum tentu dilirik di tahun 2025 ini.

Peran Keluarga Mahasiswa Seni Rupa

Dari dulu sampai tahun 2025, panitia utama penyelenggaraan Pasar Seni ITB adalah mahasiswa, yang tergabung dalam himpunan KMSR (Keluarga Mahasiswa Seni Rupa).

Contohnya tahun 2025 ini, panitia melibatkan 900 orang mahasiswa ITB lintas program studi dan angkatan dari 2021-2025 serta sekitar 20 orang dosen. Konon para dosen ini angkatan 2000 hingga 2012. Jadi secara pengalaman, dosen-dosen ini pernahlah merasakan vibes sebuah Pasar Seni, walaupun tentu saja tidak sepenuhnya bisa dijadikan benchmark.

Dari bincang-bincang dengan alumni FSRD tentang himpunan dan unit kegiatan di kampus. Dulu mereka bisa beraktivitas hingga malam hari. Sekarang peraturan di kampus memang ketat, mahasiswa harus segera meninggalkan kampus selepas sore. Ditambah lagi tuntutan untuk fokus pada hal-hal akademis agar lulus tepat waktu, berkegiatan di himpunan dan unit kurang peminat.

Berbagai kritik bahwa anggota panitia ini tidak hafal kampus ITB jalan Ganesha, mohon dimaklumi, karena mahasiswa Tingkat I posisinya di kampus ITB Jatinangor.
Mahasiswa Tingkat I belum juga genap 6 bulan kuliah, terlibat dalam event akbar, tentu saja dianggap tidak memuaskan. Mahasiswa Tingkat II dan seterusnya terbagi menjadi kuliah di area depan dari jalan Ganesha, dan di gedung CAS ITB dari arah jalan Tamansari.

‘KMSR Pride‘ dan ‘Pasar Seni Pride‘ serta kuatnya kekeluargaan, seperti yang digaungkan alumni, tidak masuk di pola pikir Gen Z, rentang generasi sebagian besar panitia Pasar Seni ITB 2025. Gimana bisa guyub, ngumpul aja kagak…

Satu lagi sebuah sorotan, informasi kegiatan Pasar Seni 2025 bahwa akan diadakan dua hari, ternyata mengecoh. Kali ini KMSR terasa sarat beban. Keinginan Pemerintah Kota Bandung untuk turut andil mengisi acara, membuat panitia harus menyediakan slot waktu untuk UMKM di tanggal 18 Oktober 2025, berlokasi di Sabuga, jalan Siliwangi, Bandung.

pasar seni itb 2025 day-1 dari jalan Siliwangi, sumber: hani

Belum lagi sponsor dari bank Himbara dengan iming-iming diskon, malah membebani pelaku transaksi terutama di hari H, tanggal 19 Oktober 2025, karena internet mati.

Penutup

Hampir sepekan Pasar Seni ITB 2025 telah berlalu, tagar #pasarseniitb masih ramai dengan berbagai ulasan pedas maupun membangun silih berganti.

Masyarakat umum bahkan alumninya sendiri memberi saran, agar kepanitiaan diambil alih EO (event organizer) demi pelaksanaan lebih tertib, hingga usulan acara diadakan tiga hari. Suatu hal yang tidak pas, karena Pasar Seni ITB free entry, bertempat di kampus, bukan panggung K-Pop. Tak kurang Walikota berwacana agar Pasar Seni diadakan setahun sekali.

Buat saya, Pasar Seni ITB 2025, tanggal 18-19 Oktober 2025 merupakan kesuksesan dari adik-adik mahasiswa, yang bisa menyelenggarakan event akbar dalam waktu mepet, lintang pukang dengan kuliah padat, mengerjakan tugas, dan berkoordinasi dengan berbagai pihak. Walaupun harus menelan pil pahit kejulidan warganet.

Tentang macet parah, internet nge-jam, sirkulasi berantakan, nirfaedah pendaftaran melalui web, dan segudang kekurangan lain, merupakan sebuah pembelajaran bagi penyelenggara.
Tinggal tongkat estafet ke generasi anggota KMSR berikutnya yang perlu disiapkan lebih matang.

Saya sepakat dengan utas imannoeradi di thread, bahwa Pasar Seni ITB adalah jenama, sebuah acara yang digelar di kampus ITB, merupakan lingkungan intelektual. Akan lebih bijak bila orientasinya diarahkan lebih partisipatif dan edukatif, tempat publik belajar mengapresiasi seni, dan menumbuhkan kesadaran budaya, selain berjualan.

Nah, Mamah-mamah adakah yang hadir di Pasar Seni ITB 2025 yang lalu? Apa pengalaman seru kalian? Ada ide kah untuk pelaksanaan Pasar Seni ITB berikutnya mungkin 3 atau 4 tahun ke depan?

Tri Wahyu Handayani
Tri Wahyu Handayani
Articles: 11

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *