Tentang The Crown: Musim Pertama
The Crown musim pertama merupakan sebuah instalasi pertama serial penyiaran berbayar Netflix bertema sejarah yang berkutat pada kehidupan keluarga Kerajaan Inggris pada masa awal pemerintahan Ratu Elizabeth II . Model penceritaannya semi dokumenter, dalam arti terdapat beberapa penggalan fakta yang disampaikan ( biasanya tertulis dalam bentuk catatan di layar) di sela-sela adegan.
Menceritakan kegiatan sehari-hari keluarga kerajaan, mungkin bukan merupakan hal yang mudah; bagi penggemarnya, aspek-aspek grandiose tampaknya selalu menjadi hal utama yang (diharapkan) disorot. Interpretasi bagaimana nilai-nilai dan bahkan aspek filosofis yang mewarnai keseharian dalam ruang lingkup kerajaan diceritakan, merupakan poin yang menjadi kekuatan utama serial ini, setidaknya bagi saya.
Mari kita perhatikan beberapa contoh cerita dan adegan yang berkesan dalam The Crown Musim Pertama:
Episode “Wolferton Splash”
Cerita dimulai dengan suasana yang suram seiring menurunnya kesehatan Raja George VI, raja berkuasa saat itu, ayahanda Elizabeth. Ternyata cerita sedang berkutat pada persiapan pernikahan putri sulungnya tersebut. Elizabeth akan dinikahkan dengan Pangeran Philip dari Yunani yang harus merelakan warga negaranya menjadi warga negara Inggris dan bersumpah untuk menjadi sekutu setia Elizabeth dalam kapasitasnya baik sebagai suami, dan nantinya sebagai pendamping Ratu.
Uniknya, ketika mengucapkan janji pernikahan, Elizabeth mengucapkan sumpah bahwa ia akan selalu mematuhi, di samping mencintai, Philip sebagai suaminya.
Hal ini sempat menjadi kontroversi kecil di kalangan keluarga kerajaan, bahkan menyerempet status keluarga Philip yang kala itu kebanyakan menjadi anggota NAZI Jerman. Namun tak ayal, janji itu tetap Elizabeth kukuh ucapkan, menunjukkan betapa berartinya Philip baginya. Detail yang manis. Seorang calon ratu yang tak melupakan tugasnya juga sebagai istri, dan ibu kelak.
Episode “Hyde Park Corner”
Seiring semakin memburuknya kesehatan Raja George VI, Sang Raja meminta persetujuan Perdana Menteri berkuasa saat itu, Winston Churchil, untuk mempersiapkan Elizabeth sebagai penggantinya. Elizabeth diminta untuk menjalani beberapa tur kerajaan menggantikan Raja George VI bersama suaminya Philip.
Philip tadinya menolak, menegaskan bahwa ia tidak bisa meninggalkan karirnya di Angkatan Laut Kerajaan.
Raja George membicarakan langsung masalah ini dengan Philip. Line-nya indah sekali. Dikatakan Raja berkata, “Your job is her. She is the essence of your duty.”
Jika Philip bersedia menemani Elizabeth dalam seluruh tugasnya, akan menjadi pengabdian puncak tak hanya sebagai menantu, tetapi juga kepada negara mengingat kedudukan Elizabeth.
Philip terdiam mendengar pesan ini dari Sang Raja, dan menjanjikan baktinya kepada ayah dari istrinya tersebut.
Episode “Smoke and Mirrors”
Bagaimana, sejauh ini bikin melting, kan, bagaimana para laki-laki dalam cerita ini begitu gentlemanly dan melindungi para perempuan mereka?
Pada episode kelima, diceritakan sepeninggalnya Raja George VI, Elizabeth mempersiapkan upacara penobatannya. Elizabeth meminta jabatan ketua panitia acara tersebut diduduki oleh Philip.
Philip memberikan ide bahwa sebaiknya acara penobatan disiarkan secara nasional di televisi. Awalnya ditolak mentah-mentah, akhirnya parlemen mengizinkan hal itu dilakukan dengan syarat bahwa Philip harus mau berlutut di hadapan Ratu setelah anointment (pemberkatan di hadapan Archbishop of Canterbury, Pendeta Utama Inggris) .
Philip akhirnya mengalah dan melakukan hal yang diminta, demi kesuksesan acara itu karena Philip mempercayai bahwa Elizabeth II akan menjadi simbol ratu di dunia yang baru.
Di Paris, paman Elizabeth yang waktu itu masih hidup, Edward, Duke of York, memberikan interpretasinya atas kedudukan ratu dan monarki bagi masyarakat Inggris sambil menonton upacara penobatan.
Khayalak selalu tertarik dengan keajaiban bagai sihir dari dia yang dinobatkan sebagai ratu— di balik segala keajaiban itu, seorang gadis lugu —tapi siapa yang peduli? Kita anoint dia, dan kita dapatkan— dia, sebagai seorang Dewi.
Dan engkau tolak kesempatan menjadi Dewa? Tanya salah seorang koleganya, mengingat fakta bahwa Edward, Duke of York, mengundurkan diri sebagai raja, digantikan oleh adiknya George.
Karena aku berdiri untuk sesuatu yang lebih besar, yaitu cinta, jawabnya mantap. Kemudian disorotlah wajah tersenyum istrinya, yang menurut berita tidak direstui pernikahannya ketika itu dengan Edward karena statusnya sebagai seseorang yang pernah bercerai sementara mantan pasangannya masih hidup.
Episode “The Act of God”
Diceritakan kabut asap melanda London, mengakibatkan kecelakaan massal. Winston Churchil tadinya menolak untuk menjadikan masalah ini prioritas negara. Katanya, kabut akan hilang sendiri karena ini fenomena alam.
Ternyata ajudan kesayangannya meninggal tertabrak bus akibat kabut ini. Ajudan ini, Venetia Scott, memiliki tempat spesial di hati Churchil karena mereka cocok dalam pemikiran dan Nona Scott selalu mendukung Churchil. Churchil berduka dan mengumumkan untuk menangani masalah ini dengan fokus, seperti menambah anggaran untuk biaya rumah sakit supaya bisa menangani korban asap lebih baik.
Langkah Churchil ini membuat popularitasnya kembali naik dan Elizabeth ( yang sudah menjadi Ratu walau belum dinobatkan) kembali menyeganinya.
Ada adegan lucu yang manis, yaitu Ratu seperti kehilangan kata-kata saat membaca berita tentang keputusan Churchil menganggarkan dana untuk rumah sakit, sesaat sebelum mereka bertatap muka. Ratu tadinya akan meminta Churchil untuk mengundurkan diri saja sekalian, namun dengan berita itu, Ratu jadinya ‘meminta saran Churchil untuk menempatkan dirinya sendiri dalam makan malam kenegaraan.’ Sebuah langkah diplomatis dari Ratu. Sebuah kemenangan bagi Churchil yang lagi-lagi, menunjukkan ‘keberuntungan Churchil yang besar’ sebagai seorang negarawan, karena setelah bertemu Ratu hari itu, kabut terangkat.
Kekuatan konteks dan kehalusan bahasa dalam The Crown season 1: sarana pembelajaran yang menarik dari televisi
Detail yang menarik dari kisah nyata diangkat menjadi serial televisi, merupakan kekuatan utama The Crown musim pertama. Dialog dan adegannya halus dan penuh makna, membuat atmosfer permainan dan ‘aksi dalam tingkat yang lebih tinggi’-nya terasa.
Tidak perlu terlalu berkonsentrasi atau berpikir hingga mengantuk dan ketiduran dalam menonton The Crown. Kita bisa mengikuti ceritanya dengan mengamati konteks dan bahasa tubuh aktor pada adegan-adegan di dalamnya. Itu sudah cukup untuk menikmati alur ceritanya, yang dimungkinkan berkat kejelian para kreator acara ini yang patut diapresiasi. Angle dan adegan yang ditampilkan, membuat kita bisa banyak belajar dari bahasa yang tersirat. Bagaimana seluruh alam menjadi guru yang kita harus dengarkan untuk bisa ‘turut menari’ bersamanya. Bagaimana sorot mata dan kerut wajah seseorang dalam permainan bernegara, bisa berarti sangat besar bagi cerita yang sedang berlangsung. Satu aspek pembelajaran tak hanya sejarah, tapi juga diplomasi, yang berharga dan menarik yang bisa kita dapatkan dari layar kaca.
Suamiku nih yang suka nonton Crown. Menarik emang katanya. Cuma masih mikir buat nonton serial panjang kaya gini.
Nah kayanya aku tipe yang terlalu berkonsentrasi nih jadi aku 1 episode belum kelar nonton. Sebenarnya kepo dengan masa-masa Lady Di
[…] untuk Mamah juara, mendapat hadiah spesial berupa badge cantik yang carefully designed oleh Mamah Andina. Selamat juga untuk semua Mamah […]