Dalam keseharian, kita memakai literatur. Apakah itu bacaan, buku pelajaran, novel, kamus dan lain-lain. Beruntung kita hidup di masa dimana semua serba ada. Tinggal bagaimana kita mengolah semua kesediaan ini demi mengisi dan bahkan meningkatkan level hidup kita.
Sudahkah kita menghargai literatur? Bersamaan dengan Hari Aksara Internasional tanggal 8 September yang bertujuan untuk meningkatkan literasi, Mamah Gajah Ngeblog juga membuat tantangan ngeblog, loh. Tapi enggak hanya itu, lewat artikel ini saya ingin ajak Mamah lebih menghargai literatur.
Tenang, mungkin karena kepadatan jadwal para Mamah, untuk membaca buku dibutuhkan komitmen. Tak semua Mamah juga bisa selesaikan 1 buku dengan cepat. Kita bisa menggunakan media hiburan seperti film untuk memotivasi diri menghargai literatur.
Tiga film ini berhubungan dengan literatur yang berbeda-beda; puisi, novel, dan kamus. Semua pilihan film ini saya coba pilih dengan agak hati-hati dan terpilih karena referensi film saya yang belum banyak. Semua saya tonton melalui layanan streaming film dan TV kabel, namun mohon maaf jika mungkin film-film ini belum atau sedang tidak disiarkan. Anggap saja rekomendasi film ya, Mah.
Ini dia 3 film yang bisa membuat Mamah makin menghargai literatur:
Dead Poets Society (1989)
Film yang dibintangi Robin Williams ini bercerita tentang pengalaman seorang guru sastra mengajarkan murid-murid di sekolah lelaki pada tahun 1950an. Robin Williams sebagai John Keating menginspirasi murid-muridnya untuk berpikir beda dan membuat perubahan.
Yang juga membuat menarik adalah pemikiran muda dan naif dari para murid yang menyerap ajaran Keating dengan beragam respon, dengan karakter para murid masing-masing. Sekelompok murid di kelasnya bahkan membuat klub rahasia karena merasa terinspirasi. Meskipun demikian ternyata metode John Keating dianggap berbahaya oleh pihak sekolah.
Selain menjadi komedian, Robin Williams memperlihatkan akting berkelas di sini sebagai panutan para murid. Banyak kata motivasi dalam film Dead Poets Society ini sehingga menggerakkan pikiran murid-muridnya yang berpengaruh ke kehidupan mereka.Tentunya juga bagi yang sudah menonton film ini.
The Help (2011)
Diangkat dari novel bernama sama, The Help bercerita tentang seorang jurnalis yang ingin menceritakan kisah-kisah asisten rumah tangga (ART) berkulit hitam yang tertindas oleh majikan-majikan mereka. Diam-diam Skeeter yang diperankan Emma Stone mewawancarai para ART yang bekerja di kotanya, terutama yang juga bekerja dengan teman-temannya untuk dituliskan dalam buku.
Tak hanya memperlihatkan drama pertemanan, asmara, konflik rumah tangga dan mengurus anak-anak. Yang juga jadi sorotan utama adalah persahabatan Minnie (Olivia Spencer) dan Aibileen (Viola Davis) dengan majikan mereka yang berbeda-beda karakter. Aibileen sendiri memiliki keinginan untuk menulis buku.
The Professor and The Mad Man (2019)
Berdasarkan kisah nyata, The Professor and The Mad Man (2019) merupakan film yang memperlihatkan kerjasama dua orang, seorang professor dan seorang narapidana yang dianggap tidak waras dalam pembuatan kamus Oxford Bahasa Inggris.
Membantu menyusun kata per kata untuk kamus ternyata membantu William Minor (Sean Penn) untuk mengalihkan pikiran paranoidnya. Awalnya, mereka berkomunikasi lewat surat. Namun, akhirnya James Murray, professor yang diperankan Mel Gibson mendatangi narapidana mantan komandan perang tersebut di penjara.
Mengetahui puluhan ribu kata Bahasa Inggris dan asal-muasalnya, dua pria ini memiliki ikatan dan nyaris merampungkan satu kamus Oxford itu bersama-sama. Di sini terlihat kembali kepiawaian akting Sean Penn sebagai William Minor yang berpadu manis dengan sisi lembut Mel Gibson.
Penutup
Itulah 3 film yang dapat membuat Mamah makin menghargai literatur. Lumayan, Mah, sebagai tontonan bergizi dan mungkin juga menginspirasi. Apakah Mamah punya rekomendasi film lain? Bagaimana pendapat Mamah?
[…] reviewnya bagus-bagus, jadi punya banyak rekomendasi film. Beberapa masih ada yg ‘keterusan’ menulis spoiler tanpa aba-aba, dan masih ada yg […]
[…] penulis wannabe, film yang mengangkat tema-tema literatur selalu menarik perhatian saya. Apakah itu mengangkat cerita penulis terkenal, editor, guru yang […]
“Dead Poets Society” memang dope. Pertama kali tahu quote motivasi super keren, “Carpe diem, seize the day”
Sedangkan “The Help”, membaca sinopsis Andina, saya ga berani nonton. Ga tega melihat penderitaan orang-orang kulit hitam yang ditindas oleh racist. 🙁
Nah, yang “The Professor and The Mad Man” niy sepertinya seru. Masukkan ke list dulu. 🙂
Nice Andina, aku dah nonton Dead Poets Society dengan The Help. Sama kaya Uril, terinspirasi dengan Carpe Diem hehe.
The Help aku malah baca bukunya duluan, super bagus. Filmnya juga not bad tapi banyak detail ga di filmkan sih, resiko film.
The professor ni kayanya menarik, coba nanti kucari, penasaran pengen nonton.
Dari 3 rekomendasi film yang ada, aku belum menonton satupun juga, hehee. Tapi, sejak rajin menulis, aku bisa memahami kekuatan dari tulisan. Bagaimana sebuah tulisan yang mungkin berupa surat, bisa jadi kemudian dibukukan dan dianggap pemikiran yg perlu diperjuangkan seperti misalnya surat RA Kartini. Terus ya tulisan2 itu juga bisa mempengaruhi orang lain pada saat yang tepat. Pokoknya keren lah literatur itu, dan bisa dibayangkan bagaimana ceritanya ketika diangkat menjadi film, pasti lebih akan terlihat efek dari manfaat literatur itu sendiri.