Revolusi Nasional Indonesia 1945 - 1949: Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan

Revolusi Nasional Indonesia 1945 – 1949: Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan

Selamat hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77!

Hallo Mamah semua! Tidak terasa, sudah lebih dari 7 dekade berlalu sejak Proklamasi Kemerdekaan dibacakan oleh Bapak Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Sudah beberapa generasi berlalu sejak hari yang bersejarah itu.

Mungkin secara tidak sadar kita mulai melupakan makna sesungguhnya dari Proklamasi Kemerdekaan dan juga melupakan sejarah bagaimana para pejuang memperoleh kemerdekaan tersebut. 

Buat saya yang sudah belasan tahun merantau ke luar Indonesia, perayaan 17-an sering terlewatkan begitu saja. Hanya sedikit berita dari KBRI setempat, beberapa headlines dengan topik serupa dari keluarga dan teman di Indonesia melalui sosial media, dan beberapa hari kemudian momen-momen 17-an pun berlalu tanpa kesan mendalam.

Tahun ini saya menyambut 17 Agustus dengan perasaan berbeda. Berawal dari kunjungan saya sekeluarga ke Rijksmuseum di Amsterdam, tempat diadakan pameran berjudul Revolusi!: Kemerdekaan Indonesia, yang diadakan pada periode 11 Februari – 5 Juni 2022.

Pameran Revolusi Indonesia di Amsterdam 

Awalnya kunjungan kami ke sini hanyalah karena rasa penasaran belaka, kok, ada pameran tentang kemerdekaan Indonesia di negara orang. Dan masak sih sebagai orang Indonesia malah tidak ikut menyaksikan. Akhirnya saya, suami dan dua anak yang masih kecil-kecil pun berangkat ke sana.

Pameran Kemerdekaan Indonesia dengan judul REVOLUSI! di Rijksmuseum di Amsterdam, antara bulan Februari – Juni 2022. Sumber: dokumen pribadi.

Pameran Revolusi ini adalah pameran yang menjelaskan proses negara Indonesia mendapatkan kemerdekaannya sejak dari saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya di 17 Agustus 1945 sampai pemerintah Belanda mengakuinya kedaulatannya pada tanggal 27 Desember 1949.

Penyerahan kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada Indonesia oleh Ratu Juliana di Istana Amsterdam. Sumber: nationaalarchief.nl

Di dalam pameran ini saya melihat banyak foto, poster, bendera, lukisan dan benda-benda lain milik pejuang Indonesia di dalam periode ini. Benda-benda ini merupakan jarahan tentara Belanda dari para pejuang Indonesia dan kemudian disimpan di museum-museum di Belanda.

Selebaran, poster, barang-barang milik para pejuang Indonesia yang dirampas yang terkumpul dan dipamerkan di Belanda. Sumber: Rijksmuseum Amsterdam.

Melihat benda-benda peninggalan ini yang belum pernah saya lihat selama saya tinggal di Indonesia, hati saya merasa sangat tersentuh dan sedih. Perjuangan para pahlawan bangsa yang sering terdengar simple dan klise menjadi sebuah cerita yang nyata guratan tangan mereka.

Kemerdekaan, dekolonisasi dan percobaan rekolonisasi

Resesi ekonomi yang dimulai di Amerika pada tahun 1930-an memberikan dampak besar bagi seluruh dunia, termasuk Belanda. Krisis ekonomi ini, dilanjutkan dengan Perang Dunia II (1939 – 1945) telah melemahkan kekuatan perekonomian dan militer Belanda, baik di Belanda sendiri maupun di Hindia Belanda (Indonesia).

Resesi ekonomi tahun 1930an terasa dampaknya sampai ke Hindia Belanda. Barang-barang yang diekspor oleh Belanda dari Hindia Belanda tidak laku dijual karena negara-negara lain pun mengalami kesulitan ekonomi. Foto ini menunjukkan orang-orang mengantri bantuan di depan gedung pegadaian di Surabaya. Sumber: Troppenmuseum, Amsterdam.

Di saat itu Jepang masuk dan menduduki Hindia Belanda, dan setelah melewati banyak pertempuran, Belanda menyatakan menyerah tanpa syarat kepada pemerintah Jepang (perjanjian Kalijati, 8 Maret 1942). Pada masa itu, tentara dan orang-orang Belanda yang tinggal di Indonesia ditangkap dan dimasukkan ke dalam kamp Jepang dan menerima penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi.

Di saat yang sama, tentara NAZI dari Jerman sudah menduduki dan menguasai negara Belanda. Hubungan Belanda dan Hindia Belanda putus. Belanda kehilangan kekuasaan baik di negaranya sendiri maupun di koloninya.

Pada waktu Jepang akhirnya menyerah di bawah kekuatan tentara sekutu (15 Agustus 1945), para aktivis dan pejuang kemerdekaan dengan cepat mengambil kesempatan ini untuk mendeklarasikan kemerdekaan bangsa kita. Lewat Proklamasi Kemerdekaan, mereka ingin menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang merdeka, yang tidak berada di dalam cengkeraman bangsa lain, baik bangsa Belanda, Jepang maupun bangsa lainnya.

Tetapi kemenangan Tentara Sekutu melawan Jepang di Asia dan melawan tentara Jerman di Eropa seperti memberikan angin segar kepada Belanda. Tentara Jerman mengaku kalah dan meninggalkan Belanda pada bulan Mei 1945, Jepang dikalahkan di Asia beberapa bulan berikutnya (Agustus 1945). Pemerintah Belanda pun bersiap membangun kembali negaranya, dan salah satu agenda mereka adalah melanjutkan pemerintahan yang sempat terhenti di Hindia Belanda.

Propaganda di Belanda untuk mengembalikan Indonesia menjadi Hindia Belanda: Di bawah Merah Putih: Teror dan Kemiskinan. Di bawah Merah Putih Biru: Keteraturan dan Kemakmuran. Sumber: Universitas Leiden.

Seperti orang yang menekan tombol pause, Belanda berpikir setelah Perang Dunia II usai, mereka tinggal menekan enter kembali untuk resume business as usual. Apalagi sudah terbukti bahwa Hindia Belanda sudah ratusan tahun menjadi tambang emas bagi majunya perekonomian Belanda. Mereka membutuhkan uang dari koloninya untuk membangun negaranya kembali pasca perang.

Penggalangan dana nasional: Belanda membantu Hindia (Belanda), diadakan pada tahun 1945 – 1946. Pemerintah Belanda membuat propaganda mencari dukungan dana dan sukarelawan untuk mengembalikan kekuatannya di Indonesia. Tetapi tujuan ini diselubungkan di dalam tujuan-tujuan ‘mulia’. Banyak sukarelawan Belanda yang datang ke Indonesia dengan tujuan memberikan bantuan sosial dan terpaksa menjadi tenaga militer untuk melawan penduduk Indonesia.

Meskipun kekuatan militer Belanda sangat lemah, Belanda berusaha untuk mengembalikan kekuasaannya di Hindia Belanda dengan bantuan Tentara Sekutu. Pemerintah Belanda juga mengadakan kampanye di negaranya memanggil para sukarelawan untuk menjadi tenaga militer dengan tujuan membebaskan Hindia Belanda dari tangan Jepang, dan juga menyelamatkan orang-orang Belanda yang ada di dalam kamp Jepang.

Mereka berusaha untuk mengembalikan ‘keteraturan’ (order) di Hindia Belanda dengan cara mengembalikan pemerintahan kembali ke tangan mereka. Tentu saja hal ini membuat perlawanan dari pihak negara Indonesia yang baru terbentuk, khususnya kaum muda.

Inilah awal mula Revolusi Nasional Indonesia yang berlangsung antara tahun 1945 sampai Desember 1949, di mana Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia.

Peran pemuda dalam perjuangan kemerdekaan

Zaman sekarang ini, kalau kita bertanya, para remaja dan pemuda Indonesia itu bisa apa sih? – rasanya tidak banyak jawaban positif yang kita bisa dapat. Apalagi dengan maraknya aksi kaum muda di platform sosial media seperti Instagram dan Tiktok yang somehow membuat generasi muda terlihat lebih asyik dengan penampilan mereka dibanding dengan keterampilan atau pendidikannya.

Tetapi sejarah membuktikan bahwa kaum muda punya potensi untuk melakukan hal yang luar biasa. Para remaja dan pemuda dalam rentang usia 15 sampai 30-an tahun memegang peranan penting di dalam perang revolusi ini.

Bukan saja kaum pemuda telah meyakinkan Soekarno Hatta dan aktivis lainnya untuk segera mengadakan proklamasi kemerdekaan (peristiwa Rengasdengklok), pemuda-pemuda ini jugalah yang kemudian dengan tanpa segan menempatkan diri di baris terdepan, mereka menyerahkan diri untuk menjadi tentara-tentara dadakan melawan tentara Belanda dan sekutunya.

Pemuda pejuang ditangkap dan dijaga oleh tentara KNIL. Sumber: Institut Sejarah Militer Belanda.
Laskar pemuda di wilayah Yogyakarta. Dilihat dari wajahnya sebagian masih terlihat remaja. Sumber: archieve.org

Tanpa pendidikan militer resmi, hanya berbekal bambu runcing dan semangat ingin menjadi sebuah bangsa yang merdeka, mereka bersedia memberikan nyawanya untuk membela kemerdekaan yang sudah diproklamasikan. Mereka tidak takut mati muda, tidak takut berumur pendek, asal negaranya bisa bebas dari cengkraman negara lain.

Para pemudi yang tergabung di Laskar Wanita mendapatkan latihan perang di Solo, 1946. Sumber: Arsip Nasional Republik Indonesia.
Laskar Bambu Runcing, pemuda-pemuda berkumpul secara lokal di berbagai kota dan membentuk kekuatan militer. Hanya dua yang memegang senjata, sisanya hanya berbekal bambu runcing. Pasukan-pasukan ini lah yang menjadi cikal bakal Tentara Keamanan Rakyat yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman. Foto diambil di tahun 1946, lokasi tidak diketahui. Sumber: Arsip Nasional Republik Indonesia.

Peran media di dalam meneruskan semangat kemerdekaan

Revolusi Nasional Indonesia adalah sebuah masa perlawanan fisik melawan tentara Belanda dan sekutunya di seluruh wilayah Indonesia. Pada waktu itu negara Indonesia masih baru terbentuk, orang-orang di daerah tidak langsung ngeh bahwa kemerdekaan sudah diproklamasikan di Jakarta.

Suasana politik, pemerintahan, dan militer masih sangat kacau. Tidak ada kejelasan siapa yang berkuasa. Sebagian daerah masih memiliki pemerintahan Belanda, Jepang, Inggris (mewakili Tentara Sekutu) dan Indonesia.

We don’t like the Dutch! Spanduk di Jawa, September 1945. Mengapa di dalam bahasa Inggris? Mungkin supaya tentara Inggris yang juga ada di Indonesia bisa mengerti sentimen yang terjadi di masa itu. Sumber: Kementrian Pertahanan Belanda.

Bisa kita bayangkan bahwa gerakan yang besar ini membutuhkan tenaga dan kesiapan untuk bertempur dan dibutuhkan sarana komunikasi untuk mengobarkan semangat perjuangan itu. Waktu itu kecepatan informasi belum bisa secepat sekarang, belum ada internet yang bisa menyampaikan berita dari ujung ke ujung dalam hitungan jam. Butuh waktu untuk menyampaikan informasi dan mensosialisasikan perjuangan ini.

Para pemuda, sastrawan dan seniman secara aktif menggunakan media poster, lukisan, puisi, dan cerita untuk menyuarakan semangat perjuangan ini. Dinding-dinding bangunan (bukan dinding sosial media) dipenuhi dengan graffiti, poster dan spanduk yang membakar semangat semua penduduk untuk berjuang.

Revolusi adalah perlawanan dari seluruh rakyat! Sumber: Rijksmuseum Asmterdam.
Poster perjuangan: Darahku Merah, tak sudi dijajah. Karya Kumpul Suyatno antara tahun 1945 – 1949. Sumber: nationaalarchief.nl.
Pasukan Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta, dilukis oleh Mohammad Toha, Juni 1949. Sumber: Rijksmuseum Amsterdam.

Kala itu suasananya masih sangat membingungkan. Tidak semua orang di Indonesia ingin Belanda kalah. Bahkan ada orang-orang Indonesia asli (bukan keturunan Belanda) yang punya agenda-agenda pribadi, yang ingin pemerintahan Belanda kembali berkuasa di Indonesia. 

Rekan-rekan Perjuangan, karya S. Soedjojono, 1947. Tulisan di atasnya: Revolusi ini adalah revolusi Indonesia. Sumber: Rijksmuseum Amsterdam.

Atau rakyat yang sudah merasa lelah dan apatis dengan perang, yang pasrah dan merasa memang sudah bagiannya menjadi bangsa jajahan, karena toh selama belasan generasi sudah selalu menjadi hamba bagi bangsa lain. Orang-orang ini mungkin tidak merasa punya kepentingan dengan perang kemerdekaan.

Revolusi karya Otto Djaya, Revolutie, 1947. Sumber: Stedelijk Museum Amsterdam.

Di sinilah media berperan untuk membakar semangat rakyat, untuk menyuarakan harapan kemerdekaan, untuk membangkitkan semangat untuk berjuang. Bahkan saya yang hanya menyaksikan sebagian dari foto-fotonya pun merasa ikut terbakar semangatnya. Indonesia harus merdeka! Indonesia harus berdaulat atas bangsanya sendiri!

Respon publik Belanda

Pameran Revolusi di Rijksmuseum Amsterdam adalah salah satu bentuk presentasi dari penelitian sejarah aksi militer Belanda di Indonesia pada periode 1945 – 1950. Penelitian ini didanai oleh pemerintah Belanda dan dilakukan oleh Institut Belanda untuk Studi Perang, Holokos dan Genosida (NIOD), Institut Kerajaan Belanda untuk Kajian Asia Tenggara dan Karibia (KITLV) dan Institut Belanda untuk Sejarah Militer (NIMH), dan dimulai pada bulan September 2016.

Sebelumnya telah berulang kali muncul pertanyaan tentang pertanggungjawaban Belanda atas kekerasan militer yang terjadi di Indonesia, tetapi baru melalui penelitian inilah pemerintah Belanda secara resmi menunjukkan usahanya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Penelitian ini melaporkan bahwa ada pengerahan pasukan militer Belanda ke Indonesia disertai dengan kekerasan ekstrem. Disimpulkan bahwa kekejaman perang yang dilakukan Belanda merupakan hasil dukungan berbagai elemen negara. Kekerasan ekstrim ini bukan hanya tanggung jawab militer, melainkan aktor-aktor pemerintahan.

“Program riset ini telah menunjukkan bahwa para aktor di pihak Belanda: politisi, tentara, pelayanan publik, hakim, dan lainnya telah menunjukkan kerelaan kolektif yang secara sistematis membiarkan, membenarkan, dan membiarkan kekerasan ekstrem tak diadili demi memaksakan niat mereka kepada lawan dan memenangkan perang,” dikutip dari penelitian.

Penelitian yang diadakan selama beberapa tahun ini seakan seperti membuka kotak Pandora. Ada banyak cerita yang sebelumnya terpendam dan ditutup rapat yang mulai muncul di permukaan. Cerita-cerita ini datang dari orang-orang yang mengalami atau melakukan kekerasan perang dan juga keluarga mereka, baik yang sekarang bermukim di Indonesia maupun di Belanda.

Respon publik di Belanda terhadap penelitian ini pun beragam. Ada yang menunjukkan penyesalan dan rasa simpatinya terhadap penderitaan bangsa Indonesia, dan ada juga yang merasa bahwa kerugian dan korban yang berjatuhan toh bukan hanya timbul di pihak Indonesia saja tetapi juga terjadi pada orang-orang Belanda yang tinggal di sana.

Raja Belanda Willem-Alexander dalam kunjungannya ke Indonesia pada tahun 2020 meminta maaf atas kekerasan dalam peperangan. Permintaan maaf ini diulang oleh Rutte setelah penelitian sejarah peperangan selesai di awal tahun 2022. Sumber: reuters.com

Namun demikian, setelah program penelitian ini selesai, pada tanggal 17 Februari 2022 Perdana Menteri Belanda Mark Rutte secara resmi meminta maaf kepada bangsa Indonesia terkait dengan aksi kekerasan yang sistematis dan ekstrim selama periode perang kemerdekaan.

Mengapa mengungkit sejarah yang suram

Membaca semua ini, mungkin ada pertanyaan yang timbul di dalam hati para Mamah: untuk apa kita mengungkit sejarah yang suram? Bukankah semuanya sudah berlalu dan sekarang Indonesia sudah merdeka dan memiliki hubungan yang baik dengan Belanda? Bukankah pihak Belanda sudah meminta maaf?

Buat saya pribadi, membaca, melihat dan menyaksikan begitu banyak bukti sejarah yang tersimpan di sini membuat saya semakin menyadari betapa besarnya harga yang sudah dibayar puluhan tahun yang lalu sehingga saya dapat menikmati kemerdekaan hari ini. Hari ini saya merdeka untuk menjalani kehidupan yang adil dan manusiawi dan adil, tidak seperti para pendahulu kita yang hidup selalu di dalam ketakutan dan penderitaan.

Bukti sejarah yang sekarang semakin banyak dipublikasikan membuka mata saya akan betapa besarnya jasa para pejuang, bahwa ternyata kemerdekaan jauh lebih kompleks dibanding sekedar Proklamasi belaka, dan betapa kemerdekaan dan kedaulatan sebuah bangsa adalah sesuatu yang harus dijaga dan dipertahankan.

Melalui belajar sejarah, kita belajar untuk tidak mengulang sejarah. Kita belajar untuk tidak tunduk di dalam penjajahan orang lain, tetapi juga tidak jatuh di dalam keadaan di mana kita menjajah orang lain – baik sengaja maupun tidak. Kita belajar bahwa sesungguhnya, bangsa, ras dan agama manapun juga, kita semua adalah manusia-manusia yang punya harkat dan martabat yang sama dan kita perlu saling menjaga.

Semoga semangat ini bisa juga dirasakan oleh Mamah semua. Semoga Mamah Gajah Ngeblog bisa terus juga menyuarakan prinsip-prinsip yang membawa kebaikan, dan kemajuan bagi semua orang di dalam semangat kemerdekaan ini.

Salam kemerdekaan, Indonesia Raya, Indonesia Jaya!

Editor : Hani

Tulisan ini pertama kali naik di website Mamah Gajah Ngeblog – www.mamahgajahngeblog.com . Mengambil tulisan tanpa izin admin tidak diperbolehkan.

Irene Cynthia
Irene Cynthia

Seorang mamah gajah, ibu rumah tangga biasa, suka menulis dan sedang belajar untuk kembali rajin membaca. Sekarang ini sedang merantau di negeri Belanda.

Articles: 5

4 Comments

  1. Mengheningkan cipta untuk beliau semua, yang telah mengorbankan segalanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia…
    Tulisannya bagus, Dea, apalagi dilengkapi dengan foto-foto yang nyata. Terima kasih Dea 🙂

    Melihat appearance-nya, memang kayak masih muda-muda banget ya, semangatnya patut diteladani.

    Agak deg-deg-an melihat para Mba-mba itu megang pistol sambil senyum-senyum, ehehe, takut kepicu tiba-tiba. Tapi pastilah mereka saat itu sudah paham ya bagaimana mengoprasikannya.

    ***
    Merdeka selamanya, Indonesia-ku!

  2. terimakasih teh Irene sudah menuliskan sejarah ini. aku ada beberapa info yang baru tahu di artikel ini, yaitu berani melakukan penelitian tentang perang di Indonesia lalu pemerintah Belanda meminta maaf secara resmi.

    salam merdeka …

Tinggalkan Balasan ke dewi laily purnamasariCancel Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *