Halo, Mamah. Apa kabarnya? Semoga selalu dalam keadaan sehat, ya.
Dalam beberapa pekan terakhir orang tua di seantero negeri kita disibukkan oleh survei dari sekolah sesuai dengan arahan dari pemerintah. Survei tersebut meminta persetujuan orang tua untuk mengirim anak-anak menjalani Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT).
Terlepas dari apa keputusan Mamah (dan Papah) untuk melepas ananda ke sekolah di tengah pandemi yang masih berkecamuk, saya ingin membahas satu istilah yang sepertinya semakin dikenal selama setahun terakhir.
Apakah itu?
Attachment Parenting
Saya mendengar istilah ini dari seorang teman yang melahirkan anak pertama pada bulan Juli tahun lalu, yang menerapkan attachment parenting berdasarkan saran dari lingkungan pergaulannya.
Di tengah tren ibu-ibu di Indonesia yang mengacu pada pengasuhan di Barat dengan segala gawainya (kehadiran baby monitor, bouncer, car seat, dan sebagainya), attachment parenting seperti kembali pada natur pengasuhan orang tua di Indonesia yang sangat lekat dengan anak.
Sebelum membahas attachment parenting lebih lanjut, mari kita telaah asal-usul dan nilai-nilai utama dari pengasuhan cara ini.
Filosofi Attachment Parenting
Attachment parenting adalah filosofi pengasuhan yang mengutamakan kelekatan antara orang tua dan bayi tidak hanya melalui empati dan perhatian, tapi juga melalui kedekatan dan sentuhan fisik yang berkelanjutan.
Istilah attachment parenting pertama kali dikemukakan oleh seorang dokter anak berkebangsaan Amerika Serikat bernama William Sears pada tahun 1982. William Sears dan istrinya, Martha Sears, menerbitkan buku demi buku yang mengumpulkan teori dan argumentasi mereka, yaitu:
- “Creative Parenting”, 1982
- “The Baby Book”, 1993
- “The Attachment Parenting Book”, 2001
Perlu diketahui bahwa William Sears memiliki latar belakang pendidikan kedokteran dan bukan psikologi, yang membuat teori dan argumentasinya selalu dipertanyakan oleh para penganut mainstream parenting yang memegang teguh teori psikoanalisis oleh Sigmund Freud.
William dan Martha Sears mengklaim attachment parenting sebagai cara pengasuhan berdasarkan insting dan common sense. Mereka memformulasikan teori mereka berdasarkan pengalaman mengasuh delapan orang anak mereka sendiri selama tiga puluh tahun lebih, dan cara pengasuhan orang tua lain yang sesuai dengan common sense mereka.
Ketiadaan landasan teori dan definisi yang konsisten dari setiap istilah dalam attachment parenting membuat teori ini selalu di-challenge oleh kalangan akademisi. Selain itu, tidak ada penelitian yang membuktikan teori attachment parenting oleh Sears lebih baik dari teori pengasuhan lain.
Pengasuhan Berdasarkan Insting dan Common Sense
Dari berbagai sumber yang saya baca dan sharing dengan teman saya, teori attachment parenting oleh William Sears dilandasi oleh insting yang dimiliki orang tua baru dan bayi yang baru dilahirkan.
Sejak tahun 2001 pada saat menerbitkan buku ketiganya yang berjudul “The Attachment Parenting Book”, William Sears mengemukakan tujuh buah prinsip yang disebut 7B dalam pengaplikasian attachment parenting. Apa sajakah itu?
1. Birth bonding
Bonding yang dimaksud di sini adalah golden time ketika ibu dan bayi yang baru lahir bersentuhan untuk pertama kali dan saling mengenali. William Sears menamai proses saling mengenali ini sebagai imprinting.
Duh, jadi ingat kisah Bella, Edward Cullen, dan Jacob di novel serial “Twilight” nggak sih, Mah? Hehehe.
Teori birth bonding ini mudah diterima di Indonesia yang mengkampanyekan pentingnya Air Susu Ibu (ASI) yang didahului oleh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang berlangsung sesaat setelah bayi lahir.
Birth bonding terdengar sangat baru di dunia pengasuhan Barat yang long story short mentabukan payudara wanita dan tidak mementingkan pemberian ASI, apalagi IMD.
2. Breastfeeding
William Sears berargumen bahwa breastfeeding meningkatkan kelekatan di antara ibu dan bayi karena proses memberi ASI melepaskan hormon oxytocin di tubuh ibu yang mendukung emotional bonding.
Sedikit berbeda dengan WHO yang menyarankan pemberian ASI eksklusif untuk bayi berusia 0 sampai 6 bulan dan pemberian ASI tambahan seterusnya sampai bayi berusia 2 tahun, William Sears menyarankan pemberian ASI kepada anak sampai ia berusia 4 tahun.
William Sears mengklaim bahwa breastfeeding adalah cara ibu membuat bayi kembali merasa nyaman. Berkaitan dengan hormon oxytocin yang saya sebutkan di atas, breastfeeding membentuk kelekatan dan merupakan cara ibu dan anak saling mendukung secara emosional.
3. Baby wearing
Baby wearing lazim ditemui di dunia Timur. Kita biasa melihat ibu menggunakan gendongan untuk membawa bayinya beraktivitas sehari-hari di rumah ataupun di luar rumah, sambil memasak ataupun sambil berladang. Akan tetapi, konsep ini sangat baru di dunia Barat yang mengedepankan kemandirian bayi sejak usia sangat belia.
William Sears menyarankan baby wearing sampai bayi berusia 3 tahun. Ia mengemukakan beberapa keuntungan dari baby wearing:
- Kebutuhan emosional ibu untuk mengawasi dan memastikan bayi dalam keadaan aman dapat terpenuhi.
- Bayi belajar menyeimbangkan tubuh ketika ia digendong dan melekat pada ibunya.
- Kemampuan linguistik bayi akan meningkat karena mendengar ibunya berbicara.
Satu-satunya sanggahan terhadap saran dari William Sears justru datang dari koleganya sesama dokter anak. Mereka menekankan pentingnya anak bergerak secara mandiri (belajar merangkak, berdiri, berlari) sejak berusia 9 bulan. Baby wearing disinyalir akan menghambat proses itu.
4. Bedding Close to Baby
Sejak beberapa tahun terakhir mulai ada tren untuk membuat bayi menjalani sleep training, di mana bayi tidur di boks yang ada di dalam kamar tidur orang tua, atau tidur sendiri di kamarnya dan diawasi dengan baby monitor yang berfungsi seperti walkie-talkie.
Tren ini bisa dilihat dari range produk yang ditawarkan oleh toko perlengkapan bayi terkemuka di kota-kota besar di Indonesia untuk menyukseskan sleep training yang merupakan proses wajib di dunia pengasuhan Barat.
Padahal natur orang tua di Indonesia adalah co-sleeping, yaitu tidur di tempat tidur atau kamar yang sama dengan anak mereka, sampai si anak dirasa cukup umur atau siap untuk tidur terpisah dari orang tua. Kesiapan anak tergantung pada diskresi dan penilaian setiap orang tua dan tidak sama antar keluarga.
William Sears mempromosikan co-sleeping sebagai sarana membentuk kelekatan emosional antara ibu dan bayi. Co-sleeping juga membantu bayi mengenali kapan waktu untuk tidur dan kapan waktu untuk bangun dengan mengenali pola yang diterapkan ibu mereka.
Saya jadi penasaran, jika ibu menonton drama Korea sebagai me-time pada tengah malam, maka apakah bayinya yang co-sleeping akan mengenali waktu itu sebagai waktu tidur atau waktu bangun? Hmmm….
5. Belief in the language value of baby’s cry
Prinsip pertama sampai dengan keempat di atas sangat diperlukan untuk orang tua mengerti prinsip kelima: mengerti arti tangis bayi.
Banyak ahli menganggap tangis bayi sebagai bahasa mereka, cara mereka mengekspresikan diri ketika kemampuan linguistik belum berkembang. Namun, William Sears menganjurkan untuk mencegah bayi menangis yang bisa menyebabkan orang tua stres tanpa juntrungan karena bayi belum bisa mengkomunikasikan kemauannya.
Caranya bagaimana? Dengan menerapkan birth bonding, breastfeeding, baby wearing, dan co-sleeping. Keempat langkah tersebut diharapkan dapat mengasah kepekaan orang tua akan bayi mereka sehingga mereka bisa cepat mengenali penyebab bayi menangis dan mengatasi ledakan emosi selanjutnya.
Apakah keempat prinsip di atas berhasil untuk membantu orang tua “membaca” bayi mereka?
Teman saya yang anaknya baru berulang tahun mengiyakan, dengan catatan bayi dapat selalu mengakses ibunya secara fisik dan emosi. Hal ini sulit diterapkan ketika teman saya masih Work from Home yang mengharuskannya menyeimbangkan antara pekerjaan, anak, dan urusan rumah tangga.
Hmmm (lagi)….
6. Beware of baby trainers
Dalam teorinya William Sears menentang segala macam cara sleep training.
Apa pasal?
Sleep training menurutnya melonggarkan ikatan emosional yang sudah terbentuk baik melalui prinsip pertama sampai dengan keenam yang saya jabarkan di atas. Sleep training membuat hati ibu tega tidak merespon bayinya demi kemandirian bayi, padahal bayi menangis karena jauh dari ibunya dan tidak co-sleeping.
William Sears mengklaim bahwa bayi yang bisa tidur setelah dibiarkan menangis sebenarnya tidak mengerti mengapa ia harus tidur sendirian. Bayi bisa tidur karena sebenarnya ia kelelahan menangis. William Sears mendasarkan klaimnya pada penelitian lain yang menyebutkan sleep training dapat menyebabkan trauma pada bayi.
7. Balance
Attachment parenting sangat menitikberatkan peran ibu dan fokusnya pada bayinya. Cara pengasuhan ini menuntut tanggung jawab penuh dari ibu tanpa memberikan ruang untuk support system seperti keluarga besar dan teman, dan sangat menantang bagi ibu yang masih berkarier di luar rumah.
William Sears menyarankan ibu yang menjalankan attachment parenting untuk membuat skala prioritas, mendelegasikan tugas yang kurang penting seperti pekerjaan rumah tangga, dan bekerja sama dengan suami untuk mencapai hasil maksimal.
Sebuah saran yang lebih mudah dibaca daripada diterapkan, kata teman saya.
Attachment Parenting bagi Saya
Sebagai sebuah teori, attachment parenting yang diprakarsai oleh William Sears tidak lepas dari kritik dan kontroversi.
Pada tahun 2012 majalah “Time” memotret seorang ibu dari California, Amerika Serikat yang menyusui anaknya yang hampir berusia 4 tahun, sesuai dengan anjuran dari William Sears. Hal ini memicu perdebatan tak berkesudahan di antara sesama praktisi attachment parenting, dengan kesimpulan bahwa pengikut teori ini mengembangkan sendiri pemahaman mereka secara radikal.
Saya pribadi baru tahu tentang attachment parenting dari teman saya dan bukan penganut fanatik sebuah teori pengasuhan. Ada teori yang saya setujui, banyak juga yang tidak, karena yang namanya parenting atau pengasuhan itu bersifat sangat personal dan situasional. Mustahil menerapkan satu saja pendekatan untuk semua kasus.
Teman saya yang sharing tentang attachment parenting juga hanya menerapkan birth bonding, breastfeeding, dan co-sleeping. Ketiga prinsip itu cukup membantunya “membaca” bayi untuk mengerti arti tangis dan kebutuhannya (prinsip kelima).
Bagaimana dengan baby wearing dan balance?
Setelah bayinya berusia 8 bulan dan berat badannya bertambah secara signifikan, teman saya menyerah menggendong bayinya sepanjang hari karena itu memperparah punggungnya yang menderita skeliosis.
Dia juga sulit menyeimbangkan antara pekerjaan, bayi, dan urusan rumah sambil menerapkan attachment parenting secara penuh. Pandemi membuatnya tidak mempekerjakan asisten rumah tangga paruh waktu dan suaminya bekerja di luar pulau. Dia tidak memiliki support system yang cukup supaya bisa berfokus pada bayinya.
Cara pengasuhan saya dan suami pada ketiga anak saya pada tahun-tahun awal dalam kehidupan mereka berbeda-beda. Selain membaca banyak teori dan referensi, kami juga menerapkan trial and error.
Menurut hemat kami, cara pengasuhan kami yang paling maksimal justru diberlakukan pada anak ketiga. “Percobaan” sudah dilakukan pada anak pertama dan kedua, dan kami bisa mengambil kesimpulan mana yang efektif dan efisien, mana yang tidak, untuk diterapkan pada pengasuhan anak kami yang ketiga.
Bicara panjang lebar tentang attachment parenting membuat saya tergelitik dan ingin mengajukan beberapa pertanyaan lanjutan.
Apakah cara pengasuhan ini bisa diperpanjang sampai bayi memasuki fase balita, anak, remaja, pemuda, dan seterusnya?
Apakah kelekatan ibu dan bayi akan menguntungkan bagi kelekatan ibu dan anaknya yang bertumbuh besar, ketika ibu cenderung akan berkonflik dengan anaknya?
Apakah tiger parenting yang mengutamakan pendidikan dan pencapaian akademis anak termasuk ke dalam attachment parenting?
Penutup
Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini akan terjawab di masa depan. Attachment parenting menurut versi saya dan suami adalah ketika kami sangat terlibat dalam pendidikan anak-anak kami. Kami tahu betul apa yang mereka pelajari di sekolah dan tempat les, serta metode belajar terbaik untuk mereka.
Saya sampai mulai belajar piano dari nol untuk memotivasi anak saya yang sulung dalam mempelajari instrumen tersebut, karena saya tahu ia senang ditemani belajar. Tak disangka setelah 5 tahun belajar saya masih betah les piano bersama si Kakak.
Saking attached, lekatnya proses belajar saya dan si Sulung, kami mulai belajar taekwondo bersama-sama. Perbedaan kami sekarang adalah si Kakak memegang sabuk hitam sedangkan saya belum juga beranjak dari sabuk biru.
Apakah Mamah menerapkan prinsip-prinsip attachment parenting? Atau Mamah memiliki pengalaman pengasuhan yang sejalan dengan teori oleh William Sears?
Mari bagikan di kolom komentar.
baru tahu ada namanya attachment parenting. teori parenting ada banyak banget sih dan kalau menurutku ga semua bisa diadaptasi 100 persen.
aku penganut yang penting semua bahagia, bukan cuma anak tapi orangtuanya juga.
kalau orangtuanya bahagia, anak jadi tau apa itu bahagia (idealnya begitu hehehe)
Tentu saja, semua personal dan situasional. Banyak baca, banyak tahu nggak bikin fanatik ikutan mazhab tertentu. Soalnya nanti tren berganti, hehehe
Wooo secara tak sadar kayanya saya menerapkan AP jg deh, meski hanya birth bonding, breast feeding (walo dua tahun aja) dan co sleeping. Baby wearing setelah anaknya semakin besar, emang bikin encok yaaa haha.. Jadi tim golerin aja di playmat, biarin maen 😆
Sepakat bgt teh soal teori parenting itu ga semua applicable, personal pisan itu mah, bergantung situasi dan kondisi
Saya penganut attachment parenting nih teh, meskipun gak plek ketiplek dan masih jauh dari sempurna. Buku The Baby Book jadi buku pegangan saya dari awal anak saya lahir sampe umur 2 tahun. Yang saya rasakan adalah emang jadi mudah saling memahami satu sama lain. Kita jadi seolah lebih mudah membaca kondisi anak dan anak pun seperti bisa baca kita. Kalo pas lagi konflik, lebih mudah akurnya lagi. Gak ikut emosi pas anak tantrum. Tapi, saya gak tau sih, ini gara2 metode AP atau karena saya 24 jam penuh sama anak. Yang jelas, menurut saya, metode AP ini memang seperti kembali ke insting natural ibu.
Salam kenal ya, teh, kayaknya kita belum pernah berinteraksi di grup, hehe. Sebelum tahu soal AP kayaknya saya dan suami juga sudah menerapkannya. Hasilnya terasa banget waktu si Sulung beranjak remaja. Kemampuan “membaca” anak bikin kami berstrategi gimana kalau anak lagi pundung, perlu perhatian lebih, cemburu sama adik-adiknya, dll. Ga bisa dipungkiri faktor 24/7 bersama anak juga membantu, ya.
Menarik ini. Aku pernah baca sekilas tapi beneran kenal ya dari tulisan ini. Kalo berdasarkan tulisan ini, aku menerapkan Co-sleeping hingga sekarang anak usia 3 th. Baby wearing hanya sampai usia 1.5 th karena sudah mulai aktif banget jalan dan lari-lari. Plus beratnya aduhai bikin punggung meringis.
Jadi ingin cari tahu lebih lanjut tentang ini. Terima kasih ya teh sudah sharing.
Uhuy, bumil, waktunya tambah belajar, ya. Mungkin bisa baca bukunya William Sears dan nanti sharing di grup. Bahan bacaanku tentang ini masih terbatas dari teman, jadi bisa jadi ada poin-poin yang terlewatkan. Kalau soal extended baby wearing & breastfeeding, aku kontra deh demi kesehatan badan sendiri 😅
Buatku pribadi AP ini diwujudkan ya dengan bersama anak2 setiap hari sebagai pengasuh utama mulai mereka lahir sampai sekarang.
Tapi gak melulu dan harus fisik sifatnya kayak digendong kemana2 atau asi sampai 4 tahun. Faktor encok euy.😅
Iya benar, AP versi keluarga kami ya selalu terlibat dalam proses belajar anak. Prinsip Sears yang segambreng itu dilakukan sesuai kondisi lapangan saja, wkwkwk.
Aku selalu lebih percaya sama teori parenting yang disampaikan orang yang anaknya banyak kaya Pak Bu Sears ini. Pengalamannya lebih meyakinkan dibandingkan sama teori parenting dari orang yang baru punya 2-3 anak saja. Ha…ha…
Aku juga pendukung Attachement Parenting. Untuk ASI, aku ngikut aturan Quran saja yang 2 tahun. Aku prefer pegang anak daripada urus rumah dan masak. Rumah dan masak bisa sama ART, Mamanya fokus pegang anak saja.
Zaman aku punya anak belum banyak buku-buku teori parenting sih Teh. Panduannya ya cuma kata Mamah saya, majalah Ayah-Bunda, dan ada satu buku kojo smp kucel. Itu pun bukunya cuma 365 hari, artinya, setahun pertama aja. Selebihnya ya parenting instink aja sih…
Sekarang banyak pilihan & bacaan, intinya sih supaya lebih happy yah…
Dengan banyaknya teori parenting saat ini, pada akhirnya memang harus memilah dan memilih mana yang paling sesuai dengan kondisi dan latar belakang masing-masing keluarga.
Buat ibu yang nggak bisa terus-terusan “ditempeli” bayi, kalau pakai AP ini malah jadi rawan PPD ya kayaknya
Aku kayaknya balance aja antara attachment ke anak dan kemandirian, soalnya dua-duanya penting. Target terhadap performa akademis juga ada (bergantung kekuatan tiap anak), klo gak anak ku tuh suka semaunya sendiri, huhuhu.
Waktu anak2 masih bayi, begitu pulang kerja aku akan pegang anak-anak, dan baby sitter jadi fungsi pendukung aja. Anak-anak pun tidurnya di kamar yang sama, tapi di boks bayi demi keamanan (gak satu kasur, hahaha).
Tapiiii… aku gak biasain anakku digendong kelamaan (encok nanti, hihihihi). Makan pun dibiasakan sendiri sejak setahunan.
Kedekatan dan bonding dilakukan pas aktivitas lain, misalnya baca bareng, main bareng, dst. Sekarang ini anak-anak alhamdulillah masih nempel deket sama emaknya, suka cuddling dan peluk emaknya setelah mereka pulang sekolah. Emaknya juga suka peluk-peluk dan ngobrol pas mereka senggang.
Aku juga suka nemenin belajar atau ngajarin klo pas mereka gak ngerti. Intinya sih membersamai anak-anak.
Huhuhu…. Gak ngerti ini sesuai teori atau enggak, soalnya — honestly speaking — aku malah sengaja gak baca buku-buku parenting atau punya buku pegangan pas mw punya baby. Biar gak galau, hahaha…. Maafkaaann 🙈🙈
Dari kemarin bertanya tanya bedanya attachment parenting ini sama mindfull parenting apa haha. Semua ada namanya ya sekarang. Nuhun teteh artikelnya. Menarik sekali 👍
Attachment parenting itu fokusnya waktu anak masih bayi banget, jadi tahap infant sampai berusia 4 tahun. Kalau mindfull parenting mah seumur-umur jadi orang tua ya, hahaha.
[…] Masa kuliah bisa dibilang adalah masa hidup yang paling bebas. Secara umur sudah cukup dewasa untuk melakukan berbagai macam hal akan tetapi dari berbagai sisi, terutama sisi finansial, kebanyakan masih disokong orang tua dan belum terbebani cicilan beban hidup orang dewasa. Untuk menjalani kuliah kebanyakan mahasiswa tinggal jauh dari orang tua dan keluarga. Pertama kalinya dalam hidup mengalami yang namanya kebebasan. Bebas untuk pergi kemanapun, bergaul dengan siapapun, dan bahkan melakukan apa saja. Tetapi tentu saja, sebagai individu yang beradab, kebebasan yang diperoleh tidak boleh sampai kebablasan. Harus ada batasan supaya kebebasan tersebut tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Salah satu cara untuk membatasi kebebasan adalah dengan belajar bertanggung jawab.Pelajaran hidup pertama yang didapat saat kuliah adalah mengenai tanggung jawab. Terutama tanggung jawab atas diri sendiri. Karena tentu saja orang tua dan keluarga mungkin tidak selalu ada untuk membantu. Bentuk tanggung jawab atas diri sendiri sebagai mahasiswa antara lain tanggung jawab terhadap perilaku, performa belajar, serta kesehatan diri sendiri, termasuk mencari bantuan jika merasa memerlukan. Selain belajar bertanggung jawab pada dirinya sendiri, mahasiswa juga diharapkan untuk mulai belajar bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Kehidupan kampus adalah miniatur dari kehidupan bermasyarakat sesungguhnya. Salah satu bentuk tanggung jawab dalam masyarakat yang bisa dipelajari saat kuliah adalah tanggung jawab atas hak dan kewajiban. Memperjuangkan hak dan memenuhi kewajiban. Pelajaran hidup mengenai tanggung jawab yang didapatkan di masa kuliah akan sangat bermanfaat saat seseorang masuk ke dunia nyata dan dibebani tanggung jawab lainnya. […]
[…] terlalu cepat membuat keadaan di mana anak-anak kita terjepit di antara kewajiban harus mengurus orangtua mereka, dan juga mengurus anak mereka yang masih kecil. Istilah bule-nya: sandwich […]
[…] metode pengasuhan yang Mamah inginkan. Danish way? Korean way? Indonesian way? Family style? Metode Attachment Parenting? Terserah mamah […]