Mendidik dengan Cinta

Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2021. Catatan di tahun ini tentang pendidikan ketiga anakku Kaka, Mas, dan Teteh.

Anak belajar dengan bahagia.

Tiada henti ku langitkan doa-doa terbaik, agar Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pemberi Karunia menjadikan kalian sebagai manusia utuh, insan kamil yang senantiasa mencintai Allah dan selalu merindukan ridha-Nya. Kalian selalu menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman kehidupan serta meneladani Muhammad Rasulullah SAW, bersahabat dengan orang-orang saleh, dan kelak menjadi pemimpin bagi orang-orang bertakwa.

Ibu dan Bapak, sebagai orang tua pun bermohon agar terus juga diberikan kesabaran, keteguhan, dan keikhlasan menjalani peran sebagai pendidik bagi kalian. Walau sejatinya seringkali malah kami yang belajar banyak dari kalian tentang berbagai hikmah kehidupan ini.

Doaku juga untuk bangsa dan negara tercinta. Semoga diberkahi pemimpin yang amanah terutama dalam bidang pendidikan, kami berharap akhlak mulia dari masyarakat Indonesia yang berlandaskan Pancasila terwujud dengan baik. Kita menjadi bangsa yang bermartabat juga negara yang kuat. Tak surut dan mundur walau ditantang dan dihadang wabah pandemi Covid-19. Jangan pula menyerah dengan ancaman dari luar yang ingin bangsa ini hancur dan tercerai-berai. Mari bergandeng tangan, berusaha saling menguatkan dan menumbuhkan semangat, saling menghormati tak lagi mengeluarkan caci maki, hanya karena sedikit perbedaan.

Barakallah… Ya Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana, tahun 2020 lalu Kaka telah menyelesaikan pendidikan di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Insya Allah tahun ini akan melanjutkan menempuh pascasarjana di Sekolah Bisnis Manajemen ITB. Mas sedang kuliah di Planologi ITB semester 6. Sedangkan Teteh semoga Allah Yang Maha Baik lagi Maha Pemurah menjaga istiqamahnya dalam menghafal Al-Qur’an, makin mandiri, dan ikhlas belajar di SMP Quran boarding school.

Anak-anakku sayang… Semoga senantiasa dikaruniai kebaikan dalam menempuh jenjang pendidikan yang menjadi bekal kebahagian di dunia dan akhirat.

Di tengah berbagai tren pendidikan, sejatinya orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya. Orang tua harus menyadari bahwa cinta menjadi landasan ketika menjalankan perannya sebagai pendidik pertama dan utama. Negara dan bangsa membutuhkan generasi yang cerdas dan berakhlak mulia. Kecerdasan menjadi bekal dalam memimpin menjadi “khalifah” di muka bumi ini yang bermanfaat sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan kehidupan alam semesta.

Bukankah manusia telah diciptakan dengan Cahaya Cinta dari Yang Maha Pengasih dan Penyayang? Bukankah Nabi Muhammad SAW menebarkan cinta kepada umatnya agar berakhlak mulia dan mencintai Tuhannya, sesamanya, serta alam semesta tempat hidupnya?

Mari kita kaji tentang pandangan tauhid terhadap tugas mencerdaskan anak dengan cinta dimulai ketika Ibu dan Ayah bercita-cita memiliki keturunan, ibu mengandung selama sembilan bulan, kemudian menyusui sampai genap dua tahun.

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati (qalbu), agar kamu bersyukur”,

(QS. An Nahl 16 : 78)

Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut …

(QS. Al Baqarah 2 : 233)

Adakalanya orang tua belum sepenuhnya menyadari perannya sebagai guru. Semua diserahterimakan kepada sekolah. Ternyata masa kini hampir berlangsung satu tahun lebih, anak-anak kembali ke rumah, belajar di rumah, dan orang tua mau tidak mau, suka tidak suka harus terlibat.

Belajar Mendidik dengan Cinta

Yuk! Belajar memahami proses menjadi cerdas bagi anak-anaknya. Ya … Orang tua juga harus belajar lagi, karena bisa jadi memang belum punya ilmunya. Tak perlu malu untuk belajar ya…

Belajar harus memperhatikan kecerdasan yang secara unik dimiliki oleh masing-masing anak. Cara belajar yang tepat menjadikan kecerdasan melejit lebih cepat. Cara belajar yang kurang/tidak tepat justru akan mematikan kecerdasan. Contoh : Balita (0-6 tahun) cara belajar dengan cinta dan kasih sayang; Anak SD (7-13 tahun) berikanlah tanggung jawab; Remaja SMP/SMA (14-19 tahun) kepercayaan adalah hal utama.

Balita dan anak sangat membutuhkan suasana belajar yang menyenangkan. Belajar harus dengan hari gembira. Maka, orang tua (sebagai guru pertama dan utama bagi anak) harus juga menyenangkan. Bukan menjadi “monster” atau “hantu” yang menakutkan dan sering menakuti-nakuti anak. Misal : “Belajar dong! Nanti b*d*h mau jadi apa?”. Atau “Awas nanti Bu guru marah tuh! Kamu kerjakan PR-nya”.

Coba kita ganti dengan kalimat positif yang menyenangkan : “De, mau jadi anak pintar kan? Bu guru juga Ibu senang loh kalau Ade mau mengerjakan PR” (ingat! sambil senyum yah …). Atau “Yuk! Ibu temani belajar buat besok ulangan. Kaka kan anak saleh…” (sambil luangkan waktu, tidak menyetel TV atau membuat kegaduhan lain). 

Mengasuh anak adalah sebuah kesempatan yang berharga dan menyenangkan, dimana kita bisa tumbuh bersama anak-anak kita. Hubungan baik antara kita dengan anak akan terus memotivasi untuk mendorong dan membimbing anak kita menghadapi masa depannya. Dengan membangun komunikasi yang terbuka, kita telah membuat anak kita merasa dia memiliki teman berbagi pikiran dan menanyakan berbagai persoalan yang sulit. Ini penting! Karena kita ingin anak kita tidak lari kepada narkoba, pergaulan bebas, atau perilaku negatif lain akibat dia tidak merasa memiliki orang tua yang menjadi sahabat sejatinya.

Kecerdasan merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita, dan bukan tergantung pada nilai IQ, gelar perguruan tinggi atau reputasi bergengsi. 

Howard Gardner

Kecerdasan pun mencakup beberapa jenis, atau lebih dikenal dengan Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences/MI) : (1) Linguistik; (2) Matematis-Logis; (3) Ruang-Spasial; (4) Kinestetik-Badani; (5) Musik; (6) Interpersonal; (7) Intrapersonal; (8) Lingkungan-Naturalis; dan (9) Eksistensial-Spiritual.

Belajar Mendidik dari Para Nabi

Sejarah mencatat betapa cinta ibunda Nabi Ibrahim AS telah memberikan motivasi bagi Ibrahim kecil. Masa kecil di sebuah gua di tengah hutan mengantarkan Ibrahim menemukan Tuhan yang Maha Pencipta. Tiada satupun yang patut disembah selain Allah SWT. Ibrahim pun berani menantang risiko berdakwah kepada ayah dan Raja Namrud. Itulah cinta Ibu yang mencerdaskan. Begitu pula cinta Asiah istri Firaun yang mendampingi Nabi Musa AS semasa kecil. Kasih sayangnya menembus batas kesenangan dunia sebagai istri raja. Asiah telah mengantarkan Musa menjadi pemimpin kaumnya dan berani menentang kezaliman Firaun.

Pentingnya peran ayah dalam proses mencerdaskan anak dengan cinta. Mari belajar pada Ayah para Nabi Ibrahim AS. Juga kepada teladan umat, Rasulullah SAW.

Al-Qur’an menggambarkan bagaimana Lukman AS berusaha mencerdaskan anaknya dengan penuh cinta :

“(Lukman berkata) : ‘Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha halus lagi Maha Mengetahui. ‘Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). ‘Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkung. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

(QS. Lukman 31 : 16-18)

Mereka para Nabi dan Rasul, tidak meninggalkan perannya sebagai Ayah, walau menyandang risalah begitu berat menyebarkan tauhid kepada umatnya. Di rumah, mereka adalah ayah yang penuh cinta, hangat, ramah, penyanyang, dan mau bersama-sama Ibu mendidik dan mengasuh anak-anaknya.

Mendidik dengan Membaca

Allah SWT berfirman, 

“(Tuhan) Yang Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.” 

(Ar Rahman 55 : 1-4)

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” 

(Al Alaq 96 : 1-5)

Firman ini seharusnya memberikan motivasi kuat kepada orang tua agar memfasilitasi anak-anaknya cinta membaca.

Al-Qur’an adalah bacaan yang mulia

Bacakanlah setiap hari satu atau beberapa ayat Al-Qur’an kepada anak-anak (bila mereka belum mampu membaca). Bila anak-anak telah mampu membaca, alangkah indahnya bila membaca bersama lalu dibaca pula artinya. Bila telah mampu membaca tafsirnya, maka alangkah menyenangkannya bila anak-anak mampu menjelaskan makna dari Al-Qur’an. Tentu, membaca buku ilmu pengetahuan lain adalah penting. Yakinlah! membaca adalah membuka jendela dunia dan membuka pintu menuju surga-Nya, aamiin.

Penutup

Belajarlah sepanjang hayat. Bumi Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana begitu luas, Begitupun alam semesta ciptaan-Nya, Belajarlah menjelajahinya dengan bahagia. Belajarlah dengan semangat menemukan sejatinya siapa diri kita? Siapa Rabb kita? Agar menjadi hamba-Nya yang mulia. Supaya kita mampu terus menebar kebaikan, menjadi penerang bagi sesama. Semoga semangat belajar kita bukan hanya karena ada hari pendidikan nasional yang diperingati pada hari ini, namun karena kita sadar bahwa kita adalah manusia pembelajar sejati.

Dewi Laily Purnamasari
Dewi Laily Purnamasari
Articles: 12

8 Comments

  1. […] Jadi menghadapi kemarahan janganlah dengan kemarahan atau kekerasan. Meminta maaf dan berempati terhadap emosi yang sedang dialami anak itu jauh lebih baik. Ajarkan anak mengungkapkan rasanya dan jadilah orangtua yang bijak menerima dan mengakui rasa itu. Mendidiklah dengan cinta. […]

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *