Mengenal Kembali ITB (Bagian 1)

ITB yang Dulu Bukan yang Sekarang

Sebagai salah seorang Mamah Gajah yang saat ini masih berkutat di Ganesa 10, sebelumnya tidak pernah terpikir oleh saya bahwa ITB bisa menjadi asing bagi alumninya. Karena hidup saya masih berkisar di sekitaran kampus, saya tidak pernah ngeh mengenai perubahan yang terjadi di ITB 😁

Sampai suatu hari di grup Mamah Gajah Ngeblog ada pembahasan mengenai istilah jurusan, departemen, dan program studi. Saya baru tahu bahwa ITB, yang buat saya begitu begitu saja, ternyata sekarang sudah jauh berbeda dengan ITB yang diingat oleh sebagian besar Mamah- mamah Gajah tersebut. Terutama untuk alumni angkatan tahun 2000-an keatas. Mamah-mamah Gajah yang sudah lama tidak bersinggungan dengan ITB, rupanya tidak begitu kenal lagi dengan almamater tercinta.

Tiang Bendera Klasik di Depan ITB (Sumber idntimes.com)

Seperti lirik lagu salah satu grup band populer di Indonesia, ITB yang dulu bukanlah yang sekarang. Sesuai visinya sebagai perguruan tinggi kelas dunia, selama 1 dekade ini ITB telah mengalami perkembangan signifikan, baik dari sisi infrastruktur, fasilitas, organisasi, maupun pelayanan akademik. Perubahan ini membuat pengalaman kuliah di ITB untuk para Mamah zaman dulu kala (serasa seangkatan dengan Bung Karno) dan mahasiswa jaman now mungkin sangat berbeda.

Berdasarkan kata pepatah tak kenal maka tak sayang, maka melalui tulisan ini, saya akan membantu Mamah update sedikit info mengenai ITB. Supaya Mamah semua jadi bisa kenal dan sayang lagi dengan ITB 😄 Insyaallah update infonya akan disampaikan dalam beberapa bagian. Di bagian pertama ini akan dibahas mengenai perubahan fisik ITB. Yuk mari.

ITB Makin Kece?

Beberapa tahun terakhir ini ITB semakin sadar penampilan kampusnya. Sesuai dengan karakter mahasiswanya dulu, ITB sangat cuek dengan penampilan kampusnya. Semua dibiarkan alami apa adanya. Pada dasarnya Kampus ITB kan memang sudah cakep ya. Dengan bangunan-bangunan unik dan suasana kampus yang sangat terasa aura persaingan intelektualnya. Tapi seiring perkembangan zaman, bekal aura intelek saja tidak cukup, dong. Penampilan luar juga harus diperhatikan. Paling tidak kebersihan dan kerapihan yang harus dijaga. Mungkin belajar dari Perguruan Tinggi luar negeri yang cakep cakep sekali kampusnya. ITB juga mulai belajar mempercantik diri. Biar makin kece luar dalam.

Note : Gambar-gambar dibawah hampir semuanya diambil dari Internet ya. Mamah yang ini selain tidak punya peralatan dan kemampuan fotografi yang mumpuni (apalagi drone) juga sangat malas keluar rumah.

Tampilan Luar ITB

Jika dilihat dari arah Jalan Ganesa, tampilan ITB tidak banyak berubah. Bagian depan ITB memang terdiri atas bangunan bangunan cagar budaya sehingga tetap dipertahankan bentuk aslinya. Pepohonan dan bunga yang menjadi icon ITB juga masih ada. Masih menjadi pemandangan spektakuler yang menyambut mahasiswa-mahasiswa setiap harinya. Kuda-kuda juga masih berkeliaran di jalan Ganesa. Sayangnya saat pandemi kuda-kuda sepertinya bertahan di kandang dan bunga-bunga yang bermekaran hanya dapat dinikmati oleh para Bapak Satpam.

Lain cerita dengan bagian belakang ITB yang menghadap ke Jalan Tamansari. Bagian tersebut sekarang sudah sangat berbeda. Semenjak 5 tahun yang lalu, bagian ini mengalami penataan dan perbaikan dengan hasil paling mencolok adalah perubahan wujud bangunan Perpustakaan Pusat ITB dan Gerbang Belakang.

Tampilan Perpustakaan ITB berubah total dari menyerupai kamar mandi raksasa dengan dinding bertempel keramik biru, hingga sekarang menjadi bangunan dengan cat abu abu metalik. Menonjolkan bentuk bangunannya yang futuristik.

Gedung Perpustakaan Pusat ITB Sekarang (Sumber myitbadventure)

Gerbang belakang ITB juga berubah penampilan, dari hanya berbentuk gerbang keluar masuk biasa menjadi spot foto yang cukup ciamik. Saat pandemi, mahasiswa yang baru lulus tidak bisa wisuda di Sabuga. Semua hanya bisa merasakan pengalaman mengambil toga di Sabuga. Seringkali setelah mengambil toga mereka foto-foto di gerbang ini. Pelipur lara. Daripada tidak ada kenangan sama sekali.

Saat ini gerbang belakang hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki. Bahkan mobil biasanya juga dilarang berhenti untuk menurunkan penumpang disana. Agar tidak terjadi kemacetan. Well, kecuali angkot. Karena angkot, sih, tidak bisa dilarang.

Selain renovasi gerbang, penataan lingkungan juga dilakukan di area sekitar belakang kampus. Pagar yang mengelilingi bagian belakang kampus dirapihkan. Tidak lagi berlumut dan berlumuran air bekas cucian piring. Pagar yang ada sekarang batu-batunya bersih dan terawat. Saluran air direnovasi dan trotoar diperlebar. Dengan perubahan ini area gerbang belakang ITB sekarang sama menariknya dengan gerbang depannya.

Tamansari Food Fest

Tenda kaki lima yang dulunya berjejer menempel disepanjang luar pagar ITB yang masih bisa terlihat di awal tahun 2000-an, sekarang sudah dikumpulkan dan dipindahkan ke sebagian wilayah parkiran Sabuga atas. Area tempat berkumpulnya pedangan kaki lima ini dinamakan sebagai Tamansari Food Fest. Dengan penataan ini maka pemandangan unik seperti mahasiswa TI memesan pecel + telur dadar dari parkiran SBM lewat lubang di atap tenda penjual soto ayam Lamongan sudah dapat dipastikan punah. Jangan tanya kenapa penjual soto tapi menu andalannya malah pecel ya. Waktu dulu saya dan teman teman menganggapnya biasa saja. Namanya juga mahasiswa belum tahu dunia.

Tamansari Food Fest (Sumber yourbandung.com)

Sebelum zaman Corona, Tamansari Food Fest adalah tempat makan yang sangat ramai. Pilihan makanan kaki limanya cukup lengkap. Mulai dari warteg, berbagai jenis ayam, digeprek atau tidak, lotek, gorengan, bakso, cuanki, soto, es, bahkan dimsum. Semua ada. Harganya juga sangat ramah untuk kantong mahasiswa. Dengan uang Rp. 12.000 masih bisa dapat nasi, protein nabati, dan sayur. Tambah Rp. 2.000 sudah dapat telur dadar. Mewah sedikit tambah Rp. 4.000 dapat protein hewani alias suwiran ayam atau sepotong hati sapi.

Saya pernah jajan di suatu warteg di Tamansari Food Fest dan menghabiskan Rp. 22.000. Jadi malu sendiri waktu bayar. Berasa paling rakus sedunia karena makan dengan lauk telur dadar, ayam bakar, plus tumis kerang. Maklum waktu itu sedang jadi busui untuk bayi 4 bulan. Boleh dong ya beda dengan anak kost yang harus pengiritan nunggu uang bulanan 😆

Perubahan Denah Di ITB

Pada tahun 2014 ITB mendapatkan bantuan pengembangan dari Pemerintah Jepang melalui proyek JICA (Japan International Cooperation Agency). Oleh ITB sebagian besar dana bantuan ini digunakan untuk merenovasi /merombak bangunan yang ada di ITB serta membangun sejumlah gedung baru.

Denah ITB Baru (Sumber itbofficial)

Mamah bisa melihat dari gambar denah diatas, betapa padatnya ITB sekarang dengan gedung – gedung baru yang dibangun di lahan kosong atau menggantikan gedung yang lama.

Gedung Gedung Baru di ITB (Sumber itb.ac.id)

Selain gedung – gedung baru yang dibangun dengan dana JICA ada juga Gedung Freeport milik Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) yang dibangun dengan bantuan dari Freeport. Gedung ini terletak di sebelah Labtek III. Konon didalamnya ada auditorium yang bisa dipakai untuk konser lho 😁

Kenangan GSG

Salah satu gedung iconic yang digantikan dengan gedung baru adalah Gedung Serba Guna ITB (GSG). Bagi mamah yang punya kenangan tentang GSG, misal kenangan olahraga bulutangkis bareng kecengan, atau nyanyi Mentari bareng saat penutupan OSKM, mohon maaf kenangan tersebut sekarang betul-betul hanya tinggal kenangan. GSG dirobohkan pada tahun 2014 dan setelahnya, ditempatnya semula berdiri, dibangun Gedung Center for Art, Design, and Language (CADL). CADL sekarang ditempati oleh UPT Bahasa dan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) bagian desain. Sementara FSRD bagian Seni Murni tetap ada di tempatnya semula di pojok kiri bagian kampus depan. Perpindahan lokasi program studi ini mungkin mengagetkan bagi alumni Desain yang berkunjung untuk bernostalgia atau mengurus dokumen.

Gedung Serba Guna ITB (Sumber rinaldimunir)
Gedung CADL ITB (Sumber id.wikipedia)

Kenangan Labtek III

Labtek III yang terletak di pojok barat laut ITB dulunya merupakan rumah bagi 3 Departemen. Departemen Teknik Industri, Departemen Matematika, dan Departemen Astronomi. Ketiga Departemen tersebut berbagi kenangan akan mushola Matematika, bakso Pak Warsito, dan meja batu.

Pada tahun 2013, kebakaran besar melanda gedung Labtek III. Kebakaran ini menghancurkan bagian gedung di sisi Departemen Teknik Industri. Penyebab kebakaran diduga karena konsleting listirk. Tapi ada juga yang bilang karena sengaja dibakar orang. Setelahnya Gedung Teknik Industri turut direnovasi dengan dana bantuan dari JICA.

Kondisi Gedung Lantek III Setelah Terbakar (Sumber rinaldimunir)

Setelah pelaksanaan renovasi, Departemen Matematika dan Astronomi pindah ke salah satu gedung baru bernama Center of Advanced Sciences (CAS) yang berlokasi di belakang Perpustakaan Pusat (dulu tempat gedung Sarana dan Prasarana). Sementara Labtek III, yang setelah renovasi, diresmikan dengan nama Center for Information Technology in Industrial Engineering (CITIE), saat ini ditempati oleh Program Studi yang ada dalam Komunitas Teknik Industri.

Menarik sebetulnya untuk mengamati, apakah perpindahan lokasi Departemen Desain, Departemen Matematika, Departemen Astronomi, dan departemen – departemen lainnya, yang mungkin saya tidak tahu infonya, memiliki dampak dalam dinamika perjodohan antar jurusan di ITB. Tapi itu kita bahas lain kali saja ya. Bikin survey dulu kali ya? 🤪

Gedung Kuliah Umum

Mamah pasti mengenal GKU Barat, GKU Timur, Oktagon, TVST, dan LFM sebagai Gedung Kuliah Umum. Hampir semua kuliah TPB, Kuliah Umum, dan mungkin beberapa kuliah jurusan sampai saat ini dilaksanakan di gedung gedung tersebut. Gedung kuliah umum yang dipakai mahasiswa sekarang bukan hanya gedung-gedung yang kita kenal loh.

GKU BARAT (Sumber id.quora)

Seiring dengan terus bertambahnya jumlah mahasiswa baru di satu angkatan, kebutuhan akan ruangan kelas juga semakin meningkat. Gedung gedung kuliah umum yang telah ada, sudah tak mampu lagi mengakomodasi peningkatan kebutuhan kelas tersebut. Sebagai petugas Tata Usaha, saya sudah mengalami sendiri betapa sulitnya melakukan booking ruang kelas di ITB. Melebihi booking gedung untuk kawinan 😅 Kampus ITB memang terlalu mungil untuk ambisi yang besar.

Salah satu cara yang ditempuh ITB untuk mengatasi masalah kekurangan kelas adalah dengan melakukan penataan ulang penggunaan gedung. Beberapa gedung dialihkan fungsinya sesuai dengan kebutuhan. Salah satu gedung yang beralih fungsi adalah Labtek I. Labtek I sebelumnya merupakan lokasi laboratorium teknik milik Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL). Saat ini gedung tersebut telah direnovasi dan dipergunakan seluruhnya untuk pelaksanaan perkuliahan. Laboratorium teknik FTSL dipindahkan ke gedung baru yang diberi nama Center of Infrastructure and Built Environment (CIBE).

Gedung Labtek I (Sumber Dokumentasi Pribadi)

Jalan lain yang dilakukan ITB untuk mengatasi masalah kekurangan ruang kelas dan pertemuan adalah dengan membangun gedung baru. Center for Research and Community Service (CRCS), yang terletak di pojok timur belakang ITB, adalah gedung yang dibangun dengan tujuan menfasilitasi kegiatan riset dan layanan masyarakat oleh ITB. Didalamnya khusus dibangun ruang-ruang kelas, ruang pertemuan, ruang rapat, dan auditorium.Setiap harinya di CRCS diadakan seminar, workshop, dan pertemuan-pertemuan. Beberapa kelas di sana juga difungsikan sebagai Ruang Kuliah Umum.

Gedung CRCS ITB (Sumber itb.ac.id)

Oh iya di depan CRCS ini juga sekarang ada taman yang cukup nyaman. Tempat mahasiswa bisa nongkrong. Taman tersebut dilengkapi dengan tempat duduk dari batu dan juga kanopi dengan colokan. Karena colokan adalah kebutuhan primer setelah sandang, pangan, papan.

Taman Depan CRCS (Sumber Dokumentasi Pribadi)

Dengan dibukanya gedung-gedung baru untuk perkuliahan, mahasiswa sekarang cakupan cari jodoh jelajahnya di ITB semakin luas. Bahkan Aula Barat dan Aula Timur, yang dulu terkesan sakral, sekarang juga digunakan untuk mengadakan kuliah Studium Generale yang merupakan bagian dari Kuliah Umum pilihan.

Akses Masuk ITB

Jarak gedung perkuliahan di ITB dengan Gerbang Depan atau Gerbang Belakang ITB memang relatif dekat paling jauh tidak sampai 500 meter. Tapi entah mengapa kalau kelas pukul 07.00 jalan yang pendek tersebut jadi jauh sekali. Tidak sampai-sampai walaupun sudah berlari. Apalagi kalau kuliah di GKU Barat kan ya. Nyasar-nyasar dulu. Oleh karena itu bagi mahasiswa tambahan akses masuk kampus yang dibuka merupakan berkah tersendiri.

Pada sekitar tahun 2016, gerbang kecil di belakang Labtek III, yang lokasinya berseberangan dengan gerbang Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dibuka permanen untuk pejalan kaki. Dulunya gerbang ini hanya dibuka pada hari Jumat. Bagi mahasiswa yang lokasi kuliahnya di tengah sih mungkin tidak begitu berasa ya, tetap jauh dari mana-mana. Tapi bagi mahasiswa TI, MS, TK, dan mahasiswa di Labtek Biru, serta CADL, pembukaan pintu BATAN ini tentu membawa angin segar. Begitupun untuk civitas akademika sehari-harinya beraktivitas di bagian belakang ITB dan mendambakan bisa sholat di masjid setiap Dzhuhur dan Ashar. Sekarang bisa sholat dengan nyaman di Masjid BATAN.

Dengan dibukanya Gerbang Batan, opsi parkir mobil juga semakin bertambah dengan akses yang lebih dekat ke tempat parkir di Galeri Kebun Seni Tamansari. Tempat parkir ini juga merupakan tempat parkir untuk rombongan yang berkunjung ke Kebun Binatang Bandung. Memang semakin banyak mahasiswa yang memiliki kendaraan roda empat sendiri dan lahan parkir adalah masalah yang cukup mendesak di ITB.

Penamaan Gedung – Gedung di ITB

Seperti yang Mamah semua tau, pada awalnya semua gedung yang dibangun di ITB diberi nama Labtek atau Laboratorium Teknologi. Labtek-labtek ini diberi nomor sesuai dengan urutan pembangunannya.

Pada tahun 2009, setelah status ITB berubah menjadi Perguruan Tinggi yang diperbolehkan mencari, mendapatkan, dan mengelola uang sendiri, sejumlah alumni yang saat itu sudah menjadi milyarder atau bahkan triliuner, memberikan sumbangan kepada ITB dalam bentuk endowment fund atau dana lestari. Sebagai rasa terimakasih ITB atas sumbangan tersebut, ITB mengganti nama 4 gedung labtek yang ada di sekitar Indonesia Tenggelam dengan nama para penyumbang : Labtek V Benny Subianto, Labtek VI T.P Rachmat, Labtek VII Yusuf Panigoro, dan Labtek VIII Aburizal Bakrie.

Gedung Labtek VI T.P Rachmat (Sumber itb.ac.id)

Pada tahun 2019 ITB kembali “menawarkan” gedung gedung lainnya untuk dinamai dengan nama alumni yang bersedia menyumbang dana lestari. Tahun tersebut ada 5 gedung yang diubah namanya. Gedung Perpustakaan T.P Rachmat II, Gedung Kuliah Umum Barat Wardah Foundation, Gedung Kuliah Umum Timur Paragon Innovation, Gedung Campus Center Timur Benny Subianto II, dan Gedung CRCS Lantai 3 Eddy Sariaatmadja.

Peresmian Penamaan Gedung GKU Timur Sebagai Gedung Paragon Innovation
(Sumber tentu dari itb.ac.id karena saya tentu tidak diundang saat peresmian)

Gedung Labtek III tempat Teknik Industri berada, pada tahun 2017 juga diganti namanya menjadi Gedung Labtek III Mathias Aroef. Akan tetapi alasan pemberian namanya cukup berbeda dengan alasan penamaan Labtek lainnya. Penamaan gedung Labtek III, bukan dikarenakan sumbangan materi, akan tetapi dilakukan untuk menghormati jasa Bapak Mathias Aroef sebagai penggagas Teknik Industri di Indonesia.

Gedung Labtek III dari Arah Belakang Tahun 2021.
Di sebelah kiri, dibalik kaca, adalah ruang kerja saya sebagai Koordinator Tata Usaha. Mirip Aquarium ya 🤣

Konon untuk bisa menamai 1 gedung di ITB dengan nama seseorang, alumni harus memberikan sumbangan minimal 25 Milyar rupiah kepada ITB. Sementara sumbangan sebesar minimal 50 juta bisa membuat nama alumni ditorehkan pada ubin di pelataran Indonesia tenggelam. Masih ada banyak gedung yang belum ternamai dan ada lebih banyak lagi ubin yang belum tertoreh nama. Mari bermimpi yuk, Mah, siapa tau ke depan kita bisa menyumbang untuk ITB dan nama kita bisa terpampang di salah satu gedung atau ubin di sana 😆

Bike at Campus

Satu hal yang mungkin Mamah-mamah semua pahami dari kuliah di kampus yang ukurannya kecil adalah, untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, terlalu dekat kalau menggunakan mobil, tapi cukup jauh kalau jalan kaki. Apalagi kalau harus mengejar kuliah dari GKU Timur ke GKU Barat. Dari lantai 3 ke lantai 5. Sungguh menguras energi.

Pada tahun 2012 dimulailah program Bike At Campus yang dipelopori oleh alumni 1988. Alumni 1988 menyumbang sejumlah sepeda yang sehari hari dapat dipinjam oleh mahasiswa untuk mobilisasi di dalam kampus. Program ini sempat vakum selama beberapa tahun karena sepeda sepeda yang disumbangkan tidak terperhatikan perawatannya sehingga rusak dan tidak dapat digunakan. Belum lagi sepeda-sepeda yang hilang karena dicuri orang.

Gowes Dalam Kampus (Sumber itb.ac.id)

Setelah trend bersepeda kembali marak, akhirnya program Bike At Campus mulai aktif kembali. Salah satu perusahaan e-commerce milik alumni ITB menyumbangkan sepeda untuk program ini. Sistemnya diperbaharui menggunakan teknologi informasi, sehingga menjadi lebih terawasi. Sudah menjadi pemandangan jamak di Kampus ITB, mahasiswa gowes santai keliling kampus di sore hari. Sendiri atau beramai ramai. Mungkin melepaskan penat dari beratnya beban kuliah yang sudah dilalui hari itu atau bisa juga juga hanya cari content Instagram..

Sebagai anak 90-an sebetulnya saya lebih penasaran, kenapa menggunakan inline skate atau rollerblade tidak pernah jadi trend cara mobilisasi di kampus. Tapi setelah dipikir pikir, naik tangga ke lantai 5 pakai inline skate kan susah juga ya. Apalagi kalau gedungnya belum ada lift.

Macet di ITB

ITB telah menyumbang banyak hal untuk negeri ini. Terutama untuk Kota Bandung tempatnya berada. Kemacetan di daerah Dago dan sekitarnya setiap jam masuk dan pulang kuliah adalah salah satunya.

Antrian Kendaraan di Jalan Tamansari (Sumber jabar.tribunnews)

Taman yang ada di persimpangan antara jalan Dayang Sumbi dan Jalan Tamansari, sebelum pandemi, biasanya dipenuhi oleh tukang ojek online. Walaupun berkumpul, mereka tidak ada yang saling mengobrol. Apalagi nongkrong sambil ngopi dan main kartu. Semua pengemudi terpaku pada layar telepon genggamnya, menunggu kesempatan mendapatkan penumpang. Pukul 06.30 dan 17.00 Jalan Tamansari dan Jalan Ganesa biasanya macet. Tukang ojek dan taxi online hilir mudik mengantar atau menjemput penumpang di gerbang depan dan belakang. Sementara karyawan juga mengantri untuk masuk atau pulang.

Tidak hanya jalanan luar kampus, jalanan dalam kampus pun tidak terbebas dari macet, saat jam pulang kantor. Antrian panjang mobil jamak terlihat. Panjangnya bisa mulai gerbang depan hingga Gedung Kimia di sayap timur ITB. Gerbang parkir semi otomatis, dan kemacetan di Jalan Ganesa serta Jalan Tamansari menjadi tersangka utama penyebabnya. Satpam sibuk sekali di jam jam tersebut, mengatur lalu lintas.

Saat pandemi begini suasana ITB sungguh berbeda 180° dengan sebelumnya. Jalan Tamansari dan Ganesa sekarang hampir sepanjang waktu sepi seperti tanpa kehidupan 😅. Satpam-satpam yang biasanya sibuk meniup pluit dan melambai lambaikan tangan untuk mengatur lalu lintas, sekarang hanya duduk duduk saja kerjanya. Sesekali menghalau burung gereja yang mampir ke meja tempat mereka berjaga di selasar markas satpam yang ada di halaman depan.

Penutup Bagian I

Demikian yang Mamah, setitik update info tentang ITB yang bisa saya bagikan di Bagian I ini. Insyaallah nanti akan ada Bagian II nya dimana saya akan update info terkait akademik. Nantikan terus tulisan Mengenal Kembali ITB di Blog Mamah Gajah Ngeblog ya.

Akhirul kata, seperti pepatah : Lain ladang lain belalanglain lubuk lain ikannya, kita harus bisa menyesuaikan diri di segala suasana. Kurang nyambung ya, ya tidak apa apalah. Karena saya kan ceunah anak teknik bukan anak sastra 🤪

Restu Eka Pratiwi
Restu Eka Pratiwi
Articles: 32

18 Comments

  1. Berasa udah tua banget saya karena baca begitu banyak perubahan di kampus ITB. Jadi kangen, jadi pengin main ke sana lagi. Btw ditunggu teh survey keterkaitan lokasi departemen dengan peluang perjodohannya, #eh, hehehe… 😅

  2. baru saja saya nyeletuk, “duh untung pas jaman saya, anak desain masih sebelahan sama arsi. kalau kyk skrng, mungkin saya kesulitan menjemput jodoh saya”, ehhh ternyata mau survey dinamika perjodohan antar jurusan hahaha. terima kasih teehh tulisannya, saya jadi update ttg perkampusan

  3. Restu aku baru baca, super keren, super informatif. Ternyata beda banget ITB sekarang ya , nanti deh kalau bisa ke Bandung pengen ke kampus

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *