Review One Day: Satu Hari untuk Selamanya

Entah apa yang membuat Dexter Mayhew mendekati Emma Morley malam itu. Tidak ada kesamaan dari keduanya kecuali sama-sama baru dinyatakan lulus dari Edinburgh University di tahun 1987. Emma berasal dari keluarga imigran kelas menengah yang menetap di Inggris bagian utara. Feminis, witty, cerdas, dan punya mimpi untuk mengubah dunia. Sementara Dexter adalah gambaran seorang prince charming di cerita dongeng. Tampan, populer, easy going, dan berasal dari keluarga kaya. Penuh privilege sepanjang hidupnya, Dexter punya kebebasan untuk melakukan apapun yang disukainya.

Dexter dan Emma bertemu pertama kali di 15 Juli Tahun 1987. Kisah mereka berlanjut hingga 20 tahun setelahnya. Sumber: www.pajiba.com

Setelah menghabiskan malam bersama, dengan mengobrol, Emma dan Dexter berpisah jalan. Tetapi ternyata hubungan dua orang yang sangat berbeda ini terus berlanjut sampai 20 tahun kemudian.

Setiap episode dari serial One Day menceritakan kehidupan Emma dan Dexter, di tanggal yang sama setiap tahunnya: 15 Juli. Tanggal tersebut di Inggris diperingati sebagai St Swithin’s Day. Dipercaya jika hujan turun di hari itu, maka hujan akan turun sepanjang musim panas di Inggris. Pemilihan tanggal ini sepertinya simbolis untuk menggambarkan efek dari setiap kejadian di tanggal 15 Juli dalam kehidupan keduanya. 

Walaupun tidak punya kesamaan, kedua orang ini nyaman satu dengan lainnya. Hal ini yang membuat persahabatan mereka terus langgeng.
Sumber: www.elle.com

Dexter yang sedari kecil tak pernah menghadapi masalah berarti dalam hidupnya, ternyata kesulitan untuk mengarungi kehidupan dewasa. Dibalik sikapnya yang acuh tak acuh, hatinya ternyata sangat rapuh. Pukulan pertama dalam hidupnya datang saat ibunya dinyatakan sakit keras. Sejak itu sisi insecure dari kepribadian Dexter muncul tak terbendung. 

Tak susah bagi Dexter untuk mendapatkan pekerjaan yang diimpikan oleh banyak orang. Kepopuleran dengan gampang diraihnya. Tapi ketidakpercayaan dirinya dalam menghadapi dunia, membuat Dexter terjerumus pada alkohol dan obat-obatan terlarang.

Sebaliknya, Emma sudah sering mengalami penolakan dan kegagalan dalam hidupnya. Membuat ambisinya untuk mewujudkan mimpi besarnya runtuh sedikit demi sedikit. Dunia memang terkadang tak ramah pada orang yang bermimpi besar. Hal yang membuat Emma  tak sepenuhnya menyerah adalah pandangan positifnya terhadap hidup. Jalani dulu saja sebisa mungkin. Lihat akibatnya nanti. 

Dalam serial yang diangkat dari novel berjudul sama karya David Nicholls ini, kisah hidup Emma dan Dexter diceritakan secara paralel bagai dua roda yang berputar bersamaan. Dexter mulai dari puncak dan Emma dari bawah. Sepanjang serial diperlihatkan bagaimana Dexter mengambil pilihan demi pilihan kecil yang salah dan turun dengan cepat ke bawah, sementara Emma mengambil keputusan demi keputusan besar yang benar dan perlahan naik ke atas.

Saat keduanya akhirnya ada di posisi yang sama, bersiap untuk menjalani akhir perjalanan berdua, ternyata tragedi mengubah segalanya. 

Berbagai kejadian membuat Emma dan Dexter tak bisa bersama. Tapi kisahnya bukan semata mengenai cinta yang tak kesampaian. Sumber: www.glamourmagazine.co.uk

Walaupun bergenre drama romantis, One Day tidak berkisah hanya tentang cinta. Walaupun cinta terlihat jelas di mata kedua tokoh utamanya. Lebih dari itu, serial yang tayang di Netflix ini menceritakan tentang hubungan dua manusia: pertemuan, harapan, kekecewaan, penyangkalan, kesalahpahaman, saling memahami, saling memaafkan, dan perpisahan.

Kedua tokoh utamanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, saling melengkapi dan membutuhkan. Tentu saja ada cinta di antara keduanya semenjak pertemuan pertama. Emma dengan berani telah mengakuinya. Sementara Dexter menyangkal rasa cinta tersebut sekuat tenaga. Penyangkalan yang tak jarang melukai Emma. Tapi hubungan antara Dexter dan Emma bukan sekedar tentang tarik ulur cinta. Cerita mereka adalah ode kepada persahabatan. The real case of teman tapi mesra.

Dexter telah terpikat pada Emma semenjak hari pertama, tapi egonya lebih besar daripada keinginannya untuk terus bersama gadis itu. Sumber: Netflix

Saya tak menyesal sempat begadang untuk menyelesaikan serial sepanjang 14 episode ini di suatu weekend. Sungguh suatu penyegaran di antara berbagai Drama Korea yang sedang saya ikuti juga. Dialog-dialognya penuh pemikiran, diselingi humor yang smart. Adegan-adegannya secara efisien memberikan cerita yang utuh walaupun dalam waktu yang terbatas (setiap episode hanya sekitar 30 menit), tokoh utamanya adorable dengan akting yang sangat believable. Ceritanya relatable dari sisi pergolakan hidup di setiap perjalanan usia.

Been there done that fellas!

Hal yang menarik dari serial ini, walaupun periode ceritanya sendiri mencakup hampir 2 dekade, tapi aktor-aktornya tidak dibuat lebih tua secara penampilan. Perubahan umur lebih diperlihatkan dari sikap dan tindakan yang dilakukan tokoh-tokohnya. Semakin tua digambarkan semakin bijaksana. Semakin nerimo pada takdirnya. Mendewasa sesuai usianya.

Emma berusaha melupakan Dexter dengan berbagai cara. tapi semenjak hari pertama, hatinya sudah tertambat pada lelaki tersebut. Sumber: www.thedailybeast.com

Sudah lama emosi saya tidak ikut naik turun saat menonton sebuah serial. Tapi saat menonton One Day, perasaan saya seperti teraduk-aduk. Ingin rasanya berteriak pada Dexter untuk tidak melakukan hal-hal bodoh, dan menyemangati Emma untuk tidak patah semangat saat ketidakberuntungan mendatanginya. Menangis sambil tertawa di bagian ending-nya. Sungguh cerita yang fenomenal. Pantas saja jadi salah satu legenda.

Restu Eka Pratiwi
Restu Eka Pratiwi
Articles: 33

One comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *