Lebaran sebentar lagi ….
Setelah sebulan berpuasa, dalam hitungan jam umat muslim akan merayakan Idul Fitri alias Lebaran. Biasanya menjelang hari H, setiap keluarga memiliki tradisi yang kalau ditinggalkan, kok, rasanya ada yang kuraaang gitu. Bisa jadi, tradisi tersebut malah kudu harus wajib dilakukan demi sahnya Lebaran.
Apa saja, sih, tradisi Lebaran yang kerap dilakukan orang Indonesia? Saking mendarah daging, meski di tanah rantau, beberapa tradisi ini tetap dilakukan, lo. Yuk, simak sama-sama!
1. Mudik
Ini bisa dibilang must-do banget bagi perantau. Mudik sangat identik dengan hari raya keagamaan, terutama Lebaran karena penduduk Indonesia mayoritas muslim. Makanya pertanyaan “Mudik ke mana?” kerap terlontar saat bercakap-cakap saat Ramadan—kadang untuk basa-basi juga, sih, heu. Sekitar waktu inilah konon terjadi mobilisasi manusia sekaligus perputaran uang paling tinggi sepanjang tahun di Indonesia.
Berbagai moda transportasi digunakan untuk mudik, mulai dari pesawat hingga motor. Yang terakhir membuat saya miris, tak jarang satu motor dinaiki oleh satu keluarga (ayah, ibu, anak-anak), berdesakan dengan tas dan barang lain. Itu bukan perjalanan jarak dekat, lo, melainkan antarpropinsi, bahkan antarpulau. Semua rela dilalui demi berlebaran di kampung halaman.
Untuk Mamah yang mudik, jaga kesehatan dan keamanan berkendara, ya! Semoga selamat sampai tujuan. Selamat berkumpul dengan sanak saudara!
2. Silaturahmi dan salam-salaman
Setelah salat Idul Fitri, tidak berlebihan jika dikatakan silaturahmi adalah elemen penting dari lebaran. Ini juga yang jadi alasan utama untuk mudik. Menurut hadis, menyambung silaturahmi dengan bertemu orang tua, saudara, dan kerabat dapat memperpanjang umur dan memperluas rezeki. Semoga kita termasuk yang demikian, ya, Mah.
Bersilaturahmi di hari lebaran juga membawa kebahagiaan tersendiri. Seringkali kita baru berjumpa dengan saudara yang benar-benar hanya setahun sekali bertemu. Alasannya entah karena sama-sama sibuk atau karena domisili yang jauh.
Meski begitu, tidak dipungkiri kadang (atau sering?) muncul komentar-komentar nyelekit atau pertanyaan menusuk saat momen silaturahmi. “Kapan lulus?”, “Kapan nikah?”, “Kok, anaknya baru satu? Enggak nambah lagi?” adalah sebagian di antaranya. Kalau Mamah termasuk yang pernah menjadi korban, woles saja. Ingat, silaturahmi seharusnya menjadi momen saling memaafkan, bukan menyakiti. Jadi, siapkan hati yang lapang juga sebelum berkunjung, ya!
3. Ketupat dan lauk pendampingnya
Lebaran tanpa ketupat itu seperti sayur tanpa garam (#eaa). Walau sama-sama terbuat dari beras, makan nasi dan ketupat punya sensasi yang berbeda saat lebaran. Ada juga yang membuat versi lontong, ketupat besek, ketupat rice cooker, bahkan ketupat instan. Intinya sama: nasi lembek yang dipadatkan.
Biasanya ketupat disajikan dengan lauk berkuah, misalnya opor ayam, sayur buncis, dan gulai. Namun, menyantapnya bersama lauk kering, seperti sambal goreng hati atau rendang pun tak masalah. Tenang, ketupat akur dengan semua lauk, kok.
Oh iya, bicara soal hidangan lebaran, tiap keluarga juga pasti punya tradisi masing-masing. Entah itu makanan utama, minuman, ataupun kue. Yang jelas semuanya membekas dalam ingatan, apalagi kalau yang menyajikan (biasanya kakek nenek dan kerabat yang lebih tua) sudah tidak ada. Ngangenin!
4. Kue lebaran
Tidak lengkap rasanya bila tidak ada camilan pendamping hidangan utama. Kastengel, nastar, dan putri salju adalah trio kue kering klasik yang kemunculannya dinanti setiap lebaran. Entah siapa yang memulai tradisi ini sebab ketiganya bukan penganan tradisional Indonesia—secara umum kue kering merupakan pengaruh Belanda.
Meski banyak produsen kue menawarkan produknya jauh-jauh sebelum Ramadan, bagi sebagian keluarga, baru afdal jika kue lebaran dibuat sendiri. Aromanya memenuhi seantero rumah saat dipanggang. Jika masih punya anak kecil, mereka bisa diberdayakan untuk membantu di dapur. Hitung-hitung melatih motorik halus, kan? Berantakan dan lama sedikit, sih, sudah pasti, tetapi mengukir memori, itu lebih berharga.
Di samping yang klasik, sekarang variasi kue kering makin beragam, bukti kreativitas orang Indonesia yang tidak ada habisnya. Mau versi premium, boleh. Versi ekonomis pun ada. Bisa disesuaikan dengan budget, deh. Yang jelas, yang mana pun kuenya, jangan lupa diumpetin, ya, Mah, supaya stoplesnya tidak kosong sebelum lebaran.
5. Salam tempel
Ini, nih, yang biasanya ditunggu oleh anak-anak. Setiap berkunjung ke rumah kerabat, para tetua (termasuk yang sudah beranak seperti kita, ya, Mah) akan memberikan sejumlah uang kepada anak-anak. Selain sebagai hadiah jerih payah berpuasa sebulan penuh, dengan salam tempel semua orang, termasuk anak-anak, akan bergembira di hari raya. Di kampung, bahkan anak-anak akan beramai-ramai keliling dari rumah ke rumah untuk antre diberi salam tempel.
Bila dikumpulkan, nominalnya lumayan, lo. Bukan hanya untuk jajan es krim, melainkan juga jajan hewan kurban, bahkan emas! Sebenarnya ini bisa jadi kesempatan kita untuk mengajarkan literasi keuangan, menabung, dan sedekah kepada anak-anak. Harapannya saat dewasa, mereka akan menjadi orang yang bijak finansial. Aamiin.
6. Seragam keluarga
Momen lebaran sering dijadikan ajang untuk memperbarui foto keluarga setahun sekali. Kapan lagi semuanya bisa berkumpul kalau bukan saat lebaran, kan? Makanya, dukungan outfit yang kece terasa penting, terlebih bila baju sengaja dibuat serasi (baca: seragam).
Istilah “sarimbit” biasa dipakai untuk menunjukkan baju dengan motif sepasang untuk suami istri. Namun, sekarang artinya meliputi baju seragam untuk ayah, ibu, dan anak.
Di samping foto keluarga, baju seragam juga membantu saudara jauh untuk memasangkan anak dengan orang tua. “Oh, itu anak si anu, toh,” “Ih, udah besar ya, anak si anu. Tahun lalu masih piyik,” adalah sebagian contohnya.
Yah, sebenarnya tidak harus benar-benar sama model dan warnanya, sih. Memakai warna senada juga sudah oke, kok. Tambahan lagi, kita tidak perlu selalu membeli baju baru setiap tahun. Dengan mix and match baju lama, kita tetap bisa bergaya saat lebaran. Lagipula, baju lebaran yang fancy tidak akan dipakai untuk sehari-hari. Lebih baik uangnya dipakai untuk keperluan lain, kan? #modemamahmedit
7. Parsel/hampers
Sejak dulu tradisi mengirim bingkisan berisi berbagai hadiah sudah ada menjelang lebaran. Sekarang sebutan “parsel” sudah jarang dipakai, digantikan oleh “hampers” yang lebih kekinian, padahal isinya, sih, sama saja. Jenisnya beragam mulai dari makanan dan minuman, pakaian, sampai barang pecah belah dan produk kesehatan.
Bukan hanya dari perusahaan kepada karyawan, hampers juga dikirim dari pemilik bisnis kepada klien atau koleganya, dari orang tua siswa kepada guru, dari seseorang kepada sahabatnya, ataupun sesederhana dari anak kepada orang tuanya. Bersama semua barang yang terdapat di dalam hampers, teriring pula perhatian dari sang pengirim. Jadi, kalau mendapat hampers, jangan tilik nilai barangnya, ya. Just be grateful knowing that you’re still in their mind.
Penutup
Melakukan berbagai tradisi di atas memang membuat lebaran jadi berwarna. Namun, jangan sampai mengaburkan makna Ramadan kala menyiapkannya. Juga, selalu luruskan niat agar setiap yang dilakukan membawa berkah.
Jadi, nomer berapa, nih, yang jadi tradisi di keluarga Mamah? Apa Mamah punya tradisi Lebaran lain? Yuk, berbagi di kolom komentar!
Ahahaha yang bagian ngumpetin kua agar tidak habis sebelum lebaran, pas bangeeet ahahaha. Ini kelakuan jaman kecil saya dulu niy, sukanya ngabisin kue, jadinya pasti diumpetin sama orang tua.
Btw foto nomer 1, salfok ehehe, hampir semua pemudik bersuka cita dan sadar ada drone yang sedang hovering di atas mereka ya, langsung pada nengok ke atas dan smileeeeee.
Makasiiy atas tulisannya, Mamah Mutiara. 🙂
Seumur umur belom pernah foto seragaman dengan keluarga besar. 😀
[…] dengan bulan Ramadan yang mayoritas Mamah berpuasa dan sedang riweh menyiapkan ini-itu-nya lebaran; durasinya pun lebih singkat, dari yang 20 hari menjadi hanya 15 hari. Wuahhh. Salut kepada Mamah […]
[…] Baca juga: 7 Tradisi Lebaran Khas Orang Indonesia […]