Beberapa Meme Tidak Mudik dari Twitter Hariprast

Biar Kusimpan Rinduku, Mudik Bukan Pilihan Saat Ini

Beberapa waktu belakangan, saya membaca banyak yang ribut-ribut antara pingin mudik dan larangan mudik. Saya, yang merantau di kota Chiang Mai, di negeri Thailand ini cuma bisa bergumam dalam hati.

Gumaman saya tentu saja tidak jelas. Antara setuju dengan larangan mudik demi kebaikan bersama, dan bertanya-tanya kalau saya di Indonesia, apakah saya pun akan mengikuti dengan keinginan hati untuk mudik menemui orangtua dan keluarga besar. 

Mungkin juga perasaan galau ini karena akumulasi dari rasa rindu tak bisa mudik yang sudah ditahan sejak tahun 2020 yang lalu.

Cerita Mudik Desember 2018

Terakhir kali kami  pulang ke Indonesia itu bulan Desember 2018. Sebelum pulang, sudah berencana untuk mengajak ibu mertua liburan ke Bali. Apa daya, beberapa hari sebelum kami sampai ke Indonesia, Emak ternyata jatuh sakit. 

Liburan yang awalnya penuh dengan rencana jalan-jalan mengunjungi berbagai kota di Indonesia, termasuk pulang ke Medan, harus berubah total. 

Selama 3 minggu, kami hanya menghabiskan di Depok saja. Siapa sangka, kalau itu 3 minggu terakhir kami bisa pulang sebelum pandemi melanda dunia.

Untungnya, karena saya tidak jadi ke Medan, mama saya bisa datang ke Depok saat tahun baru 2019. Jadi, sedikit banyak mengobati kerinduan dengan orang tua. 

Saya bahkan berhasil membujuk mama saya untuk ikut ke Thailand bersama dengan kami yang kembali ke Thailand di awal Januari 2019. Mama saya menghabiskan waktu hampir 30 hari di Thailand, sesuai dengan batasan waktu kunjungan tanpa visa yang diijinkan untuk penduduk Asean mengunjungi Thailand.

Rencana Liburan 2020 Terhalang Pandemi

Manusia berencana, Tuhan menentukan. Karena kami tiba di Thailand di awal tahun 2019, kami tidak berencana pulang lagi di tahun 2019. Kami pikir, bisa sekalian pulang bulan April 2020. 

Tentang Songkran, Tahun Baru Thailand

Di Thailand, liburan Songkran yang jatuh setiap bulan April memang berlangsung cukup lama. Bila digabungkan dengan jumlah hari cuti, kami bisa liburan cukup lama (hampir 20 hari) di Indonesia. Makanya kami berpikir, lebih baik pulang ke Indonesia itu di bulan April, daripada di akhir tahun. Lagipula, kalau pulang di akhir tahun, harga tiket pastilah lebih mahal daripada di bulan April.

Sedikit cerita tentang Songkran, Hari Songkran, merupakan hari perayaan tahun baru Thailand yang biasanya diperingati setiap tanggal 13 – 15 April, liburan Songkran sering diperpanjang menjadi 5 hari oleh pemerintah Thailand untuk memberikan kesempatan pulang ke daerah masing-masing. Songkran di Thailand ini mirip lah dengan Hari Raya Lebaran di Indonesia, atau Imlek di Cina.

Perayaan Songkran ditandai dengan tradisi bersedekah, berdoa dan memercik air ke patung Budha dan saling memercik air. Di beberapa kesempatan, saya juga melihat beberapa teman Thai menunjukkan anak-anaknya yang mencuci tangan dan kaki orang tuanya.

Songkran di Thailand (sumber: olahan pribadi dari Canva)

Tradisi yang awalnya dimulai dengan saling memercik air sebagai tanda mencuci dan membersihkan kesalahan satu sama lain. belakangan jadi main siram-siraman dengan ember dan pistol air. Perayaan Songkran menjadi salah satu kegiatan pariwisata yang mengundang banyak orang asing sengaja berlibur ke Thailand di bulan April.

April 2020 tanpa Songkran

Biasanya untuk mendapatkan harga ekonomis, kami akan membeli tiket jauh-jauh hari, apalagi kalau memang sudah direncanakan kapan pulangnya. Tapi, tahun 2020 yang lalu, kami menunda-nunda membelinya. 

Awalnya masih ragu mau pulang sebelum masa libur Songkran supaya bisa Paskah di Indonesia, atau persis sebelum Songkran saja karena kerjaan kantor suami biasanya masih cukup sibuk menjelang libur Songkran.

Sampai akhirnya, ketika Januari mulai ada berita masuknya virus Covid-19 ke Chiang Mai, Thailand. Kami semakin maju mundur untuk membeli tiket pulang.

Pak suami waktu itu masih sangat yakin untuk tetap membeli tiket pulang, apalagi harga tiket mulai banyak penawaran turun harga. Tapi, saya yang menahan-nahannya untuk lebih baik melihat situasi dulu. Waktu itu virus Covid-19 belum sampai di Indonesia, makanya kepikiran siapa tahu kondisinya lebih baik di Indonesia.

Pemerintah Thailand membatalkan liburan panjang Songkran di tahun 2020, dan menggantikan liburan Songkran dengan memberikan beberapa libur akhir pekan panjang di sepanjang tahun 2020.

Merasa Beruntung Tidak Mudik (April 2020)

Salah satu alasan kenapa kami merasa lebih baik pulang di bulan April adalah, musim panas di sini lumayan panas, terkadang bisa mencapai 44 derajat celcius. Selain panas, polusi udara yang berlangsung selama bulan Februari sampai April, membuat kami merasa perlu meninggalkan kota ini sejenak. 

Kebanyakan orang asing di kota ini akan memilih berlibur ke kota lain di Thailand Selatan, ataupun pulang ke negaranya selama berlangsungnya polusi di kota ini. Penyebab polusi dari tahun ke tahun tetap sama, karena para petani membakar sisa hasil panen sebagai cara cepat mempersiapkan musim tanam berikutnya. 

Selain itu ada juga yang membuka lahan dengan membakar hutan. Ada lagi yang membakar dengan sengaja untuk menanam jamur yang katanya harganya  mahal. Walaupun berbagai larangan dikeluarkan pemerintah setempat, sejauh ini polusi masih selalu terjadi walaupun dari tahun ke tahun tidak terlalu parah.

Sampai bulan Maret 2020, kami tetap belum membeli tiket untuk pulang. Pengumuman dunia dilanda pandemi dan ditutupnya semua penerbangan keluar masuk Thailand akhirnya menjawab kalau kami memang tidak bisa mudik dulu. Cerita tentang musim panas, polusi dan songkran bisa dibaca di tulisan saya di blog pribadi.

Saya merasa bersyukur tidak buru-buru beli tiket. Karena banyak juga orang asing di Thailand yang awalnya niat berlibur saja, akhirnya tidak bisa kembali ke Chiang Mai.

Seorang teman yang saya kenal, pulang ke Indonesia tepat 1 minggu sebelum penerbangan dihentikan. Waktu itu, rencananya dia ingin berlibur berdua anaknya selama 2 minggu saja. Akibat pandemi, dia terpisah dari suaminya selama 6 bulan. Butuh 6 bulan sampai akhirnya bisa kembali ke Chiang mai lagi (dan menjalani karantina 14 hari di Bangkok ketika kembali).

Ada juga beberapa keluarga yang akhirnya tidak kembali sampai saat ini dan harus merelakan barang-barangnya yang ditinggal di Thailand untuk dijual saja dan mereka memulai hidup baru di negaranya.

Belum lagi, banyak yang cerita, proses pengembalian dana tiket bukan dalam bentuk uang tapi menjadi poin yang harus dibelanjakan kemudian. Repotlah duit tertahan kalau begitu ceritanya, belum tahu kapan semua normal kembali untuk menggunakan poin membeli tiket tersebut.

Karantina 19 Hari? Lupakan Mudik

Setelah setahun pandemi, pulang ke Indonesia tetap bukan hal yang mudah. Apalagi saat ini ada aturan karantina (selain tes pcr) untuk masuk ke Indonesia dan masuk ke Thailand. 

Seandainya pun kami memaksakan pulang, dengan asumsi punya biaya untuk tiket pesawat dan biaya karantina dan segala tes, kami masih harus menghabiskan waktu 5 hari untuk Karantina ketika tiba di Indonesia dan 14 hari karantina ketika kembali ke Thailand. 

Dengan ketentuan karantina, dan belum lagi kemungkinan tertular Covid-19 di perjalanan, baiklah kusimpan rinduku. Lebih baik 19 hari di rumah saja, daripada 19 hari di karantina dan kemungkinan tertular Covid-19 ketika di perjalanan.

Semoga pandemi segera berlalu, supaya bisa mudik melepas rindu. Sementara di rumah saja, bisa kita isi dengan kegiatan produktif termasuk menulis di blog.

Buat mamah yang pingin tahu cara memulai ngeblog, bisa baca tulisan sesama mamah gajah yang ada di blog ini. Lebih baik lagi kalau kemudian menjadi kontributor untuk mengisi blog mamahgajahngeblog.com ini.

Risna
Risna

WordPress Blogger, tinggal di Chiang Mai Thailand. Sedang hobi desain Canva dan Kinemaster selain menonton Film dan drama Korea.

Articles: 27

2 Comments

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *