paris van java

Paris Van Java (Bandung)

Halo Mamah!

Ketika berkuliah di Kampus Gajah, apakah pernah menjelajah kota Bandung dan melihat keunikan bangunannya? Mungkin untuk mahasiswa Arsitektur, mengamati keunikan bangunan sekitar kampus sudah menjadi hal biasa ya. Karena bila sudah berada di kota Bandung, rasanya ada yang kurang bila belum menikmati wisata kota untuk melihat keindahannya.

Bandung memiliki magnet tersendiri sehingga selalu dipadati oleh warga luar kota. Keindahan kotanya, wisata kuliner yang menggoda lidah, aneka lokasi wisata yang ramah anak, udaranya yang sejuk di wilayah utara dan selatan, serta bangunan-bangunan lama peninggalan Belanda yang menjadi tujuan berfoto.

Ah, wajar saja ada ungkapan ‘Bandung diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum’.

bandung unsplash
Sumber foto : unsplash

Paris Van Java dan Bandung Lautan Api

Sebagai seorang mojang yang dibesarkan di kota Bandung, melihat Bandung di tahun 80-an tidaklah serupa dengan kondisi saat ini. Saat ini Bandung sudah bersolek dan diperindah sehingga tampak lebih rapi. Wajar bila disebut sebagai kota kembang dan dijuluki Paris Van Java.

Asal mula nama Paris Van Java

Julukan Paris Van Java berawal dari nama yang diperkenalkan oleh Belanda ketika masih menjajah Indonesia. Belanda berusaha menunjukkan seberapa maju wilayah jajahannya dengan memperkenalkan beberapa kota pilihan sebagai salah satu cara untuk menambah pemasukan. Hal ini berlangsung dari tahun 1889-1904.

Sampai kemudian turunlah ultimatum dari Belanda yang waktu itu merupakan pasukan NICA (Nederlands Indie Civil Administration) agar warga Bandung mengosongkan dan meninggalkan kota, yaitu pada 23 Maret 1946.

Peristiwa Bandung Lautan Api

Namun warga kota Bandung yang tak rela meninggalkan daerahnya diduduki oleh Belanda, membakar kotanya agar tidak bisa dimanfaatkan oleh Belanda. Peristiwa ini terjadi pada 24 Maret 1946, di mana warga dibantu oleh Tentara Republik Indonesia mulai membakar dari utara alun-alun (sekarang menjadi BRI Tower). Kobaran api memerahkan kota hingga sejauh 12km ke arah Ujung Berung. Peristiwa yang dikenal sebagai Bandung Lautan Api ini diperingati setiap tanggal 24 Maret.

Pada peristiwa pembakaran tersebut, tidak semua bangunan dibakar. Sehingga beberapa tahun setelah peristiwa tersebut, kota Bandung kembali dibangun oleh warganya dan menjadi kota yang kita kenal sekarang. Bangunan-bangunan kolonial yang masih tegak berdiri menjadi saksi perjuangan dan perjalanan perkembangan kota Bandung.

Kawasan dan Bangunan Peninggalan Kolonial

Berikut beberapa kawasan dan bangunan dari jaman kolonial yang masih tegak berdiri dan memanjakan mata kita:

1. Gedung Sate

Mulai dibangun pada tahun 1920, dan diperuntukkan menjadi Departemen Verkeer en Waterstaat (Departemen Pekerjaan Umum dan Pengairan). Pembangunannya dilakukan bersamaan dengan gedung pos yang berada di sisi timur laut Gedung Sate.

Memasuki gedung yang berusia seabad ini seakan memasuki lorong waktu. Dengan panel-panel besar, pintu yang tinggi dan jendela yang lebar, yang merupakan ciri khas bangunan-bangunan kolonial. Hawa dingin pun terasa, terutama ketika memasuki ruangan-ruangan ini di luar jam kerja. Yuk berkunjung ke lokasi Gedung Sate.

2. Stasiun Kereta Api Bandung

Stasiun KAI Bandung memiliki dua pintu masuk, yang saat ini kita kenal sebagai Pintu Utara (dari jalan Kebun Kawung) dan Pintu Selatan (dari jalan Stasiun Timur-depan St Hall).

Bila memasuki dari Pintu Selatan, pilar-pilar besar dan tinggi menyambut kedatangan kita; khas sekali dengan arsitektur bangunan kolonial. Namun bagian depannya telah mengalami beberapa kali pemugaran, hingga menjadi yang tampak saat ini. Ayo berkunjung ke lokasi Stasiun Bandung Pintu Selatan.

3. Jalan Asia Afrika

Jalanan yang saat ini menjadi pusat perkantoran dan bisnis di kota Bandung, pernah menjadi bagian dari pusat pemerintahan kolonial Belanda semasa menjajah Indonesia. Di jalan inilah awal pusat perkembangan kota yang kemudian diperkenalkan sebagai Paris Van Java. Pada jalan ini, terdapat beberapa bangunan tua dan bersejarah di antaranya: Gedung Merdeka, Hotel Grand Preanger, Gedung Nendhandel NV, dan Hotel Savoy Homan.

Apabila ingin menikmati bangunan-bangunan kolonial di jalan ini, datanglah di pagi hari. Jalanan akan terasa lebih lengang, tidak terlalu banyak pejalan kaki dan tidak ada komunitas Comjurig** yang menanti di sepanjang trotoar. Tunggu apa lagi, ayo jelajahi dan berfoto di jalan Asia Afrika.

4. Gua Belanda

Bila berkunjung ke kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Dago Pakar, maka akan didapati salah satu gua peninggalan Belanda. Gua yang dibangun pada 1901 ini merupakan terowongan yang memiliki 15 lorong dan 3 koridor.

Pada awalnya gua ini digunakan oleh perusahaan pembangkit listrik tenaga air. Kemudian sempat berubah fungsi beberapa kali, sampai akhirnya saat ini menjadi kawasan wisata. Kabarnya, bila memasuki gua ini akan terasa hawa yang bisa membuat merinding lho, karena lokasi ini pernah dijadikan tempat tahanan bagi rakyat Indonesia ketika masa penjajahan. Penasaran kan? Jadi kalau ke Bandung, jangan lupa berkunjung ke Tahura ya.

Gua Belanda (sumber foto: www.guabandung.com)

5. Viaduct

Salah satu peninggalan Belanda yang masih berfungsi dengan baik adalah Viaduct. Viaduct yang memiliki arti jembatan di atas jalan, dibangun oleh Belanda pada tahun 1890. Viaduct menopang jalan kereta api di atasnya yang menghubungkan Stasiun Kereta Api Bandung dan jalur menuju ke timur. Viaduct berlokasi di jalan Perintis Kemerdekaan.

Struktur peninggalan Belanda ini tidaklah terlalu tersohor, hal ini dikarenakan jalanan yang berada di bawahnya sangatlah ramai dan kondisinya yang terlihat kurang terawat. Strukturnya yang kokoh masih dapat dilihat bila ingin menuju Braga setelah melewati jalan Pasar Baru.

Hingga saat ini, banyak bangunan berciri arsitektur kolonial Belanda di kota Bandung yang tetap dirawat dan dijaga, walaupun beberapa sudah beralih fungsi menjadi gedung yang bersifat strategis.

Jelajahi Bandung Yuk!

Bila berniat untuk menjelajah kota Bandung, bisa menggunakan Bandros (Bandung Tour on Bus), lho Mah. Bandros memiliki rute Gasibu-Asia Afrika-Braga-Dago-Gasibu atau Alun-alun-Braga-Dago-Asia Afrika-Alun-alun.

Lokasi mana yang sudah pernah Mamah kunjungi? Atau ada bangunan bersejarah lainnya yang menjadi favorit nih Mah? Atau jadi tertarik untuk menjelajah kota Bandung untuk melihat lebih banyak?

Yuk, siapkan backpack dan kamera!

Silahkan berinfo di kolom komentar ya, Mah.


(Penulis lahir dan dibesarkan di kota Bandung.)

**Comjurig: Komunitas pengguna kostum hantu yang sering terlihat di jalan Asia Afrika. Walaupun menggunakan kostum hantu, tapi mereka berdandan dengan penuh gaya dan acapkali diajak berfoto oleh para pejalan kaki yang melintas.

(disunting oleh: Risna)

Amelia A.Lukitawati
Amelia A.Lukitawati
Articles: 2

8 Comments

  1. Wah makasiiy banget ya teh Amelia atas pelajaran sejarahnya yang singkat dan jelas. 🙂
    Hhmm begitu ya kisah Bandung Lautan Api, semoga arwah beliau semua yang berkorban untuk tanah air kita, husnul khotimah. 🙂

    Aduhh serius nih, jadi pengen cepetan nge-Bandung saat teh Lia menceritakan kelima tempat signature Bandung. Saya pun baru tahu mengenai istilah ‘COMJURIG’, makasiiy infonya ya, Teh.

    Nah ini nih yang masuk bucket list: muterin Bandung naek Bandros. Ehehehe. Bucket list Mamah Mertua juga niy. Semoga bisa kesampaian. 🙂

  2. Aku kangen Bandung. Belum pernah naik Bandros ataupun liat COMJURIG rasanya. Terus baru tau istilah Viaduct. Kalau tempat-tempat seperti jalan asia afrika, gua belanda, gedung sate dan stasiun kereta api sih udah sering dulu lewatnya. Tapi baru tau tentang sejarah bandung lautan api dan nama paris van java (kemana aja aku ya hehehe).

  3. Aku baru tahu istilah Comjurig hehe, mirip-mirip jurig ya Teh hehe. Jadi kangen Bandung deh, aku Bandros juga belum pernah naik, padahal sering liat.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *