Postpartum 101: Diastasis Recti

Diastasis recti, sesuatu yang wajar dialami oleh mamah yang sudah melahirkan. Tapi terkadang tidak disadari sehingga salah langkah dalam menerjemahkan kebutuhan tubuh.

Halo, Mah!
Kali ini kita akan membahas permasalahan yang umum dialami oleh Mamah yang pernah melahirkan. Selain masalah menyusui, ada permasalahan lain yang sebenarnya wajar, dan umum terjadi pada wanita yang telah melahirkan. Namun terkadang masalah ini tidak disadari keberadaannya. Yes! tentang diastasis recti yaitu kondisi di mana otot perut terpisah atau melemah setelah kehamilan, menciptakan celah di tengah perut yang bisa membuat perut terlihat menonjol dan sulit untuk mendapatkan kembali kekuatan dan kestabilan semula. Lalu apa sih implikasinya ketika kita tidak menyadari ada kondisi seperti itu pada tubuh kita?

Narasumber: Teh Rika Winurdiastri

Untuk pembahasan lebih jauh, kami mencoba untuk menghadirkan narasumber yang kompeten untuk membahas hal tersebut. Narasumber kita kali ini adalah seorang ‘Mamah Gajah’ juga, yaitu Teh Rika Winurdiastri, seorang ibu rumah tangga yang cukup banyak mengalokasikan waktu untuk membuat konten edukasi seputar kehamilan dan postnatal, juga mendampingi klien melalui kelas postpartum exercise.

Saya mencoba mengajukan beberapa pertanyaan kepada Teh Rika untuk mengeksplor lebih jauh mengenai diastasis recti ini. Berikut adalah dokumentasi tanya jawab saya dengan beliau.

Mengapa Teh Rika memilih menekuni bidang tersebut, terutama dunia postpartum? 

Awalnya mengetahui ada isu di pemulihan fisik postpartum adalah saat mengikuti yoga teacher training, di mana prenatal memang sudah sepaket topiknya dengan postnatal. Di pelatihan tersebut saya baru mendapatkan informasi bahwa aktivitas fisik postpartum juga butuh diperhatikan dengan cermat, bahkan kehati-hatiannya sama dengan prenatal. Kenyataannya, masih cukup banyak orang yang merasa terbebas dari aneka keterbatasan pada saat kehamilan, kembali melakukan aktivitas yang sama dengan orang yang tidak hamil, tanpa menyadari bahwa tubuhnya juga perlu waktu dan upaya untuk kembali kepada kondisi semula. Ternyata, di kalangan pelatih kebugaran sendiri pun tidak semua memahami bahwa penanganan ibu postpartum berbeda dengan general population, sehingga memberikan penanganan yang sama dengan kebanyakan orang, yang justru berpotensi memperburuk kondisi. 

Masih terasa kurangnya kesadaran dan pemahaman di kalangan awam maupun praktisi yang menangani kalangan ibu postpartum, menggerakkan saya untuk mengambil peran di sini, dengan harapan bisa memperkecil ketidaktahuan di berbagai kalangan, yang bisa berdampak pada kualitas hidup (terutama) kalangan wanita hingga masa tuanya.

Apa sih diastasis recti? 

Diastasis Recti (DR) adalah kondisi terpisahnya kelompok otot yang disebut rectus abdominis (RA) atau sering dikenal sebagai six pack, antara bagian kanan dan kiri, baik itu sebagian maupun menyeluruh, karena jaringan ikat antara sisi otot kanan dan kiri menipis atau melemah sehingga kehilangan fungsinya untuk mengikat otot RA di kedua sisi. RA adalah kelompok otot terluar dari otot perut yang juga berfungsi menopang atau mewadahi organ organ abdominal agar tetap berada di tempatnya. Dalam kondisi DR, maka fungsi RA untuk menopang organ perut menjadi menurun, begitu pula fungsinya sebagai salah satu bagian dari otot core, yang berperan juga menjaga postur dan kestabilan tubuh. 

Berbagai kondisi diastasis recti (sumber dari sini)

DR bisa terjadi karena terjadi tekanan intra abdominal yang berlebihan, yaitu tekanan berlebih yang terjadi di rongga perut, sehingga mendorong ke arah dinding perut (ke depan), sehingga tidak dapat ditahan bebannya oleh kekuatan otot perut. Penyebab intra abdominal pressure yang berlebihan cukup banyak, salah satunya adalah kehamilan. Sebab lain antara lain: obesitas, olahraga dengan gerakan yang tidak tepat, dll

Siapa saja yang bisa mengalami diastasis recti? Apakah semua ibu pasca melahirkan akan mengalaminya? 

Orang orang yang memiliki faktor risiko DR, antara lain kehamilan, obesitas. Faktor risiko pada kehamilan sendiri ada yang berhubungan dengan usia, berat janin, kehamilan yang pernah dilalui, hingga operasi sesar.  

Sejak kehamilan, jaringan ikat di tengah otot perut (linea alba) akan melebar untuk memfasilitasi bertumbuhnya bayi. Sepertiga ibu hamil sudah mulai mengalaminya di minggu ke 21, dan seluruh ibu hamil mengalaminya di trimester 3.  Saat sudah melahirkan, linea alba, yang seharusnya elastis, seharusnya akan bertahap kembali mendekati ukuran semula. 

Menurut studi British Journal of Sport Medicine, 60 persen ibu mengalami DR hingga minggu ke 6; 45,4% ibu mengalami DR hingga bulan ke 6; dan 32,6 % masih memiliki DR setelah lebih dari 1 tahun melahirkan.

Bisa disimpulkan, DR wajar dialami sejak hamil hingga masa postpartum, dengan tingkat yang berbeda-beda. Yang perlu kita perhatikan adalah apakah DR ini membaik seiring waktu dan apakah keluhan berkurang atau tidak.

Bagaimana cara mengetahui bahwa seorang ibu postpartum mengalami DR? 

Kita bisa mencurigai seseorang mengalami DR (yang perlu ditangani lebih lanjut) dengan gejala gejala tertentu: sakit pinggang dan area panggul, inkontinensia urin, postur memburuk, serta konstipasi. 

Selanjutnya, kita bisa mengkonfirmasinya dengan melakukan uji yang bisa dilakukan sendiri:

  1. Ambil posisi telentang dengan melipat lutut dan mengarahkan kedua lutut ke langit langit dalam sudut sekitar 90 derajat (ukuran sudut ini bukan hal yang saklek, senyamannya saja)
  2. Angkat kepala dan pandang ke arah perut. Di posisi ini, perut akan terasa mengeras dan otot perut bisa teraba dengan jari (terasa keras). Jika tidak terasa, tekan lebih dalam lagi.
  3. Temukan ‘parit’ di antara perut kanan dan kiri dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah. Identifikasi kedalaman dan lebar ‘parit tersebut’.  Identifikasi berapa buku jari yang masuk, dan berapa jari lebarnya. Kita perlu lebih menaruh perhatian kepada kedalamannya ketimbang lebarnya. Terkadang ada diastasis yang lebar, namun tidak dalam. Kondisi diastasis dangkal sudah cukup menunjukkan kondisi yang baik.

Untuk informasi yang lebih akurat, kita bisa mendatangi dokter atau fisioterapis yang menggunakan alat khusus berupa kaliper atau USG.  

Apabila sudah mengetahuinya, apa yang perlu dilakukan? 

DR adalah salah satu penanda adanya penurunan fungsi otot core, dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Jadi, apa yang selanjutnya perlu dilakukan ditentukan dari level keparahan DR (baik itu lebar dan dalamnya), dan keluhan-keluhan yang mengikutinya. 

Jika mengalami, yang perlu kita lakukan adalah:

  1. Memantau dari waktu ke waktu (lebar DR dan gejala/keluhan), untuk memastikan bahwa kondisi otot perut secara normal akan mulai mendapatkan kembali kekuatannya seiring waktu pasca persalinan. Jika tidak diikuti dengan keluhan fisik yang sangat mengganggu, kita bisa mengecek mandiri, atau didampingi postpartum coach
  2. Melakukan latihan-latihan yang ramah terhadap kondisi DR, yaitu latihan-latihan yang fokus pada kekuatan otot perut terdalam (transversus abdominis), didukung oleh teknik napas yang baik. Hindari menggunakan korset terlalu lama. Jika ada keluangan dan kesempatan, didampingi postnatal coach tandem dengan dokter kandungan, akan lebih baik.
  3. Apabila hasil pemantauan setelah melakukan upaya prehabilitasi (latihan mandiri atau didampingi coach) tidak menunjukkan perbaikan yang berarti, konsultasikan dengan dokter kandungan subspesialis uroginekologi. Penanganan medis mungkin diperlukan.

Apakah bisa ‘sembuh’? 

Urgensi dari kesadaran terhadap masalah DR, bukan agar ‘sembuh’ secara fisik 100% seperti kondisi semula, namun agar otot perut dapat melakukan fungsinya sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan keluhan atau kondisi lebih buruk.

Kita bisa ‘sembuh’ secara fungsi, dengan memperkuat otot paling dasar dari kelompok otot perut, yaitu transversus abdominis (TA), dengan latihan yang bertahap seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Apakah yang tidak boleh dilakukan apabila seorang ibu postpartum sedang mengalami DR? Sampai kapan hal tersebut tidak boleh dilakukan? 

Sebagai rule of thumb, hindari melakukan gerakan yang menimbulkan tekanan intra abdomen, seperti melompat, lari, plank, push up, dan crunches. Kehati-hatian ini tidak melulu berhubungan dengan DR saja, tapi kelompok otot core secara keseluruhan.

Hindari gerakan-gerakan tersebut jika:

  1. Hasil pemeriksaan DR menunjukkan ‘parit’ yang dalam (1 buku jari atau lebih)
  2. Ada penampakan perut yang doming/coning pada saat melakukan crunches.
  3. Masih terasa keluhan keluhan yang berhubungan dengan disfungsi otot core mulai dari yang ringan hingga parah: sakit pinggang, inkontinensia urine (bocor saat tertawa, bersin, batuk), wasir, atau hernia. 

Apakah ada tips dan trik terkait DR ini? Mungkin yang perlu dilakukan sebelum/saat/sesudah kehamilan? 

Sejak sebelum hamil, buatlah kebiasaan berikut:

  • latihan napas dengan sinergis terhadap dinamika gerak otot core
  • menjaga postur yang baik. postur yang baik InsyaAllah tidak memberikan beban ekstra kepada otot perut. 
  • memprioritaskan untuk melatih otot yang paling berperan sebagai pondasi kekuatan core: yaitu otot transversus abdominis (TVA)
  • membiasakan diri makan makanan dengan zat gizi yang cukup. Pemulihan jaringan pasca persalinan dipengaruhi pula oleh kecukupan gizi.

Apakah ada pesan yang ingin disampaikan pada para Mamah yg membaca blog ini? 

Saya mau memberi kabar bahwa masa bersabar itu ternyata tidak hanya 9 bulan. Setelah 9 bulan, tubuh perlu diberi waktu juga dan dipenuhi kebutuhan pemulihannya, sebelum kembali pada fungsi normal sebelumnya. 

Penutup

Demikian pembahasan mengenai Diastasis Recti, semoga bisa menambah pengetahuan dan meningkatkan kesadaran terhadap kebutuhan tubuh kita. Sabar ya Mah, beri kesempatan badannya untuk pulih setelah bekerja keras saat hamil dan melahirkan. Karena mamah sudah melewatinya dengan hebat!

Dini Yudison
Dini Yudison
Articles: 4

One comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *